Pagi yang cerah, seperti biasa gue berangkat sekolah pagi-pagi. Gue tersenyum melihat Nanda udah ada di dalam kelas. Nanda terlihat sedang memainkan gitarnya, akhir-akhir dia memang suka bermain gitar. Gue pernah ada niat belajar, tapi harapan udah pupus karena gue demotivasi.
Ngomong-ngomong yang penasaran masalah Via, dia kesurupan sama penunggu kelas ini yaitu seorang Nenek. Nenek itu selalu mengikutinya namun sudah ditangkal sama orang pintar, pokoknya Nenek tersebut gak bisa masuk rumahnya dan gak bisa lagi merasukinya. Kelar dah urusan.
Gue duduk di kursi sambil memainkan hape. Iya, gua masih gak ada takut-takutnya bawa hape ke dalam kelas. Kalau rajia pun gak pernah kena karena gue terlalu mahir. Bibir gue mengurucut melihat notif masuk dari Kakak-kakak kelas. Gimana ya bilangnya, gue tuh gak suka chatan sama orang gak dikenal apalagi cowok. Setiap ada yang chat pasti gue abaikan atau gak gue blokir.
Namun, masalahnya ini adalah Kakak kelas. No wa gue entah kenapa tersebar kemana-mana, mungkin karena broadcast dari teman yang tidak ada akhlak. Kalau chat dari Kakak Kelas selalu gue jawab singkat dan lama, biar bosan sama tingkah gue. Setidaknya ada kesopanan, jadi terlihat tidak mengabaikan.
"Napa Sy, muka lo kayak bebek." Henry yang baru datang dari kelas memukul kepala gue dengan buku.
"Aishh, sakit gila!" gue membalas dengan memukul kepalanya dua kali pake botol tupperware andalan gue. Henry langsung meringis kesakitan. Singa kok dilawan.
"Biasa fans." jawab gue enteng, gue seneng lihat orang ilfeel. Henry langsung memperlihatkan wajah ingin muntah.
Mata gue kini kembali fokus ke hape untuk membalas chat dari Kakak kelas tersebut. Henry yang kepo langsung merebut hape gue dan tanpa tahu diri membawanya kabur. Gue hanya bisa terdiam dan membiarkannya. Masalahnya tuh anak susah dikejar, jadi cuma buang tenaga.
Henry yang telah puas membaca chat dari hape gue, kini berjalan menghampiri gue dengan santai. Mukanya tenang dan menyerahkan hape gue ke atas meja. Tak lama ia berucap, "Mending lo jangan masang wajah lo di profil."
"Dih, kenapa?"
"Muka lo sok imut!" katanya meledek dan berlalu pergi ke kantin.
***
Jam istirahat kedua telah usai, beberapa anak cewek duduk di depan kelas menggosip. Di pojok kelas para cowok sedang bermain game online. Telinga gue sakit dengar ocehan kasar dari beberapa cowok. Tidak ambil pusing, gue bergegas untuk gabung sama cewek-cewek depan kelas. Lucunya kelas kami membawa tikar dan membentangkannya di depan kelas untuk duduk-duduk manis.
"Anjrit ganteng parah!" salah satu dari teman gue tergila-gila dengan salah satu Kakak Kelas yang lewat. Gue menggangguk mengiyakan, ganteng sih tapi biasa aja.
"Gue tikung ah!" canda mereka.
"Ah! Lu mah gak asik! Gak boleh, punya gua!" katanya dengan nada marah. Gue hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Iye nyet santai! Lagian gue naksir sama temannya kali."
"Hah? Demi apa. Dilihat-lihat mayan sih yang lo taksir, manis."
Gue melirik ke arah yang ditunjuk mereka, Kakak kelas yang mereka sukai adalah anak kelas IPA juga. Kelas kami memang bersebelahan hingga membuat teman cewek sekelas gue betah duduk depan kelas buat cuci mata.
"Gue punya nomornya, tapi gue gak berani chat diaaa," katanya merengek.
"Lu pdkt minjam buku aja gitu." jawab gue asal.
"Anjir ide lu cemerlang!" kata mereka memuji apa yang gue ucapkan. Gue mangut-mangut kesenangan.
"Pokoknya gue habis pulang sekolah bakal chat langsung!" katanya membara, kami yang mendengar hanya bersorak menyemangati.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA 1
No Ficción[TRUE STORY] Cerita nyata mengenai anak MAN terutama anak IPA 1. Anak IPA? Mungkin dipikiran kalian anak IPA adalah anak kutu buku, serius, pintar, unggulan dan hal positif sebagainya. Disini gue yang bernama Sisy awalnya ngira begitu juga, pikiran...