Sekarang hari Jum'at dimana seperti biasa kami senam pagi di tengah lapangan nan hijau ini. Cuacanya cukup cerah membuat sebagian para siswa-siswi bersemangat untuk meregangkan otot-otot hari ini. Gue seperti biasa di barisan depan dan terlihat tidak tahu malu menggerakkan badan layaknya pemimpin senam. Percayalah semangat gue hanya di awal, di tengah-tengah senam gue terlihat layaknya orang mabuk.Setelah senam, kami seperti biasa operasi semut yang artinya kami harus membawa satu sampah ke tempat sampah. Mata gue tidak sengaja melihat keberadaan Deva anak Bahasa. Gue memanggil namanya dan kami berpelukan layaknya tololabis.
"Eh lo udah kasih tahu ke Rafa belum mengenai nomor wa?" pikiran gue langsung mengarah mengenai Ayu yang ingin minta nomor wa Rafa si anak baru dari kelas Bahasa.
"Udah, tenang aja! Gue udah bilang kalau lo mau minta nomor wa-nya!" Deva merangkul gue.
"Hah?" gue melongo sejak kapan gue yang ingin minta nomor wa-nya. Pikiran gue melayang pada pembicaraan gue dan Deva sebelumnya. Perasaan gue bilangnya bukan begitu deh.
"Aduh, temen gue ini ternyata bisa juga ya kayak gini!" Deva sekarang berbicara tidak masuk akal.
"Astaga, Dev! Demi kerang ajaib bukan gue yang mau-"
"Aduh, gak usah malu. Gue tahu sebenarnya elo yang pengen dan berdalih macem-macem. Asli lo lucu banget deh, tenang-tenang gue dukung lo sepenuhnya!" Deva mengguncang kedua pundak gue dengan kesenangan dan gue sendiri terdiam layaknya patung.
"Dev, beneran-"
"E-buset guru gue mau masuk kelas! Gue tinggal ya, intinya semangat gue dukung lo!" sulit menjelaskan, dia keburu lari kegirangan menuju ke kelasnya. Astagfirullah, gue nemu teman dimana dah jadi sifatnya gitu amat.
Gue berjalan linglung menuju kelas, pikiran gue langsung tertuju pada Ayu. Gimana pendapat Ayu bahwa Rafa salah paham ke gue. Kenapa semuanya jadi kacau begini dan gue gak tahu harus masang muka gimana kalau ada Rafa. Harga diri gue terhadap cowok hancur seketika.
"Sisy," terdengar suara memanggil nama gue. Gue terdiam di tempat dan mencari sumber suara. Layaknya petir menyambar di siang bolong gue kaget Rafa memanggil gue dan dia bersama teman-temannya. Dia tersenyum dan berlalu pergi. Gue gak tahu eksperesi apa yang ditunjukkan, gue terlalu kaget dan tidak bisa mengucapkan kata sedikit pun.
"Pfftt." terdengar suara menahan tawa, gue melirik sekitar tidak ada siapa-siapa. Entah kenapa gue memiliki insting untuk melihat ke atas pohon, disana ada Aji dan Glenn duduk di atas pohon. Sialan.
Gue berlari ke dalam kelas mencari sosok Ayu, disana Ayu sedang bercengkrama dengan Emma. Gue menarik Ayu untuk keluar kelas. Disana gue menceritakan segala kemaluan yang gue rasakan. Bukannya memberi solusi dia tertawa dan berkata, "Udah gak papa, berarti itu rejeki lo."
***
Sabtu pun tiba, dimana perkemahan Pramuka diadakan. Gue sendiri jadi PMR yang turut membantu acara perkemahan Pramuka. Para PMR membangun tenda sendiri di depan lapangan. Sedangkan tenda Pramuka berada di dekat sisi kelas atau samping lapangan. Hari itu sudah malam, kegiatan Pramuka telah usai digantikan jadwal untuk tidur. Pemandangan sepi cukup indah dilihat, gue mencoba untuk bernostalgia.
"Jangan ngelamun!" Farhan si ketua PMR ngagetin gue. Gue hanya bisa tersenyum masam. Mata gue tertuju pada adik-adik kelas yang ketahuan sekali mencuri pandang ke arah Farhan.
"Sy, lo bawa apaan dah tas gede kok isinya gak berat samasekali." Henry mengangkat tas ransel gue.
"Coba sini, lah iya isinya apaan dah." Ali ikut mencoba mengangkat tas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA 1
Non-Fiction[TRUE STORY] Cerita nyata mengenai anak MAN terutama anak IPA 1. Anak IPA? Mungkin dipikiran kalian anak IPA adalah anak kutu buku, serius, pintar, unggulan dan hal positif sebagainya. Disini gue yang bernama Sisy awalnya ngira begitu juga, pikiran...