Mata pelajaran yang paling gue tunggu-tunggu adalah pelajaran Bahasa Arab. Gue udah membayangkan bagaimana nantinya gue jago bahasa Arab dan pamer ke orang-orang lain. Membayangkannya aja udah buat gue senyum-senyum sendiri.
Sebelum gue belajar itu di kelas, gue udah minta belikan kamus Bahasa Arab sama mimih gue. Gue seneng banget ketika mimih ngasih kamus itu ke gue.
Dengan semangat yang menggebu-gebu, gue buka tuh kamus dengan perlahan.
Pertama, gue lihat penulis dan penerbitnya. Terus gue balik ke halaman berikutnya. Mulai membingungkan. Oke, jangan ambil pusing. Mari tetap tenang.
Halaman berikutnya, jadi terasa lebih membingungkan. Alis gue berkedut. Gue baca pelan-pelan. Udah habis satu halaman masih belum mengerti.
Tidak apa-apa, mari baca lagi halaman berikutnya. Mungkin saja kalimat berikutnya membuat gue paham.
Fix!
Udah tiga halaman yang udah dibaca. Hasilnya gue tidak paham sama sekali. Otak gue blank.
HA HA HA HA
Gue tutup kamus bahasa Arab perlahan dengan senyuman yang dipaksakan. Maklum ajalah gue belum belajar bahasa Arab. Tenang, lihat aja nanti gak bakal setahun gue udah jago sama tuh bahasa. Gue pasti bisa, semangat!
Gue masukin kamus Bahasa Arab ke dalam tas bersama buku-buku tarkait pelajaran besok. Gue gak sabar buat besok.
Menghela nafas pelan, gue membaringkan tubuh ke atas kasur. Mata gue menatap langit-langit kamar.
"Anjir, ada cicak!"
Gue buru-buru bangkit dari kasur. Dengan cepat gue nyari karet gelang sebelum cicaknya kabur. Sekarang, gue udah siap sama senjata pamungkas buat ngenain tuh cicak.
Gue punya kebiasaan kalau lihat cicak gue langsung berubah jadi mode bertarung.
Cicak termasuk hewan fasik. Siapa yang membunuh cicak bisa raih pahala. Hewan yang digolongkan hewan fasik dan juga diperintahkan untuk dibunuh adalah cicak atau tokek. Membunuh cicak hukumnya sunnah.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus kebaikan, dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari pahala pertama. Dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang dari yang kedua." (HR. Muslim, no. 2240)
Gue jalan perlahan-lahan, tangan gue sudah siap untuk membidik sasaran. Gue merasa tuh cicak natap mata gue. Wah, nih cicak gelagatnya pengen kabur. Seperti yang gue duga cicak itu mulai melarikan diri, tanpa basa-basi gue melepaskan bidikkan gue.
TAK!
Bidikkan gue mengenai tubuhnya guys! Tapi, cicak itu dapat melarikan diri. Gue yakin tuh cicak udah pro.
"Kak, ngapain?" Lia, adik gue melongo melihat gue naik ke atas kasur.
"Nyari pahala," jawab gue seadanya.
***
Hari ini gue berangkat ke sekolah diantar Bapake karena ada razia besar-besaran. Bapake adalah sebutan tersayang untuk Ayah. Tebakan kalian meleset jika mengira Mimih untuk Ibu dan Pipih untuk Ayah. Emang sih nggak cocok banget, Mimih dan Bapake. Seharusnya Mamake dan Bapake kan, tapi gue beda. Terserah gue lah mau nyebut mereka apa, yang penting gue senang titik.
Hanya gue yang manggil mereka begitu, kakak dan adik gue mah mana berani. Orang tua gue sering manggil gue bayi tua kalau gue bertingkah. Yah, mau bagaimana lagi. Kenyataannya kakak gue adalah anak kesayangan Mimih dan adik gue anak kesayangan Bapake. Gue disini nggak tapi dianggap, makanya gue gitu dan akhirnya jadi kebiasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA 1
Non-Fiction[TRUE STORY] Cerita nyata mengenai anak MAN terutama anak IPA 1. Anak IPA? Mungkin dipikiran kalian anak IPA adalah anak kutu buku, serius, pintar, unggulan dan hal positif sebagainya. Disini gue yang bernama Sisy awalnya ngira begitu juga, pikiran...