Pesona Aji

63 24 6
                                    

Akhir-akhir ini emang ada yang salah dengan Aji. Dia terus melakukan pergerakan yang mencurigakan setiap harinya. Gue hanya membiarkannya bermain dengan kesenangannya sendiri. Dia terlihat ingin mempermainkan perasaan orang lain. Dia seperti laki-laki yang memberikan harapan kepada seseorang, bersenang-senang dengannya, dan suatu hari nanti ia akan pergi begitu saja. Tentu egois namanya.

"Sy!" sapa Aji yang baru memasuki kelas.

Lihatlah laki-laki ini, ia dengan mudahnya menebarkan senyuman dan tidak malu lagi memperlihatkan bahwa dirinya ingin dekat dengan gue di hadapan anak-anak lain. Gue tidak boleh lemah, tetaplah cuek dan bersikap bodo amat.

Kemungkinan sikap Aji sekarang hanya penasaran dengan gue. Jika ia tahu kekurangan gue, pastinya ia akan menjauh dan mengubah sikapnya. Cowok yang penasaran hanya akan menggebu-gebu di awal, namun lihat saja nanti ia akan menghilang begitu saja. Jujur saja tidak ada hal yang menarik dalam dirinya, jadi gue tidak akan lemah dengan perilakunya.

Gue meminum air putih untuk menenangkan diri, seperti gue duga dia sangat suka memperhatikan hal yang tidak perlu dilihat. Gue terlihat santai dan menutup botol minuman dengan pelan. Pikiran gue langsung menganggap bahwa kelakuan Aji sekarang jangan-jangan karena taruhan. Apalagi para cowok diam-diam memperhatikan gue. Mencurigakan.

Mata gue beralih ke arah Reza dan Abi yang sedang bermain bola di pojok kelas. Masalahnya tempat duduk gue berada di pojok, takutnya terkena bola. Pikiran gue langsung melayang mengingat tahun kedua terkena bola di kepala.

"Jangan main bola di kelas!" teriak Dewi.

"Bacod!" kata Abi.

"Lu ngelunjak banget sih!"

"Bentaran doang ini." kata Reza.

"Ketahuan guru baru tahu rasa!" Dewi yang kesal langsung keluar kelas.

Gue menghelas nafas berat, Dewi saja menyerah untuk menegur mereka apalagi gue. Padahal kelas itu bukan tempat untuk bermain, melainkan untuk mendapatkan ilmu. Seharusnya hal seperti ini perlu ditindaklanjuti seperti sanksi berat untuk berdiri menghormati bendera.

Gue mengambil buku dalam kolong meja. Banyak sekali buku-buku yang menumpuk di dalam kolong meja karena tidak dibawa pulang ke rumah. Bukannya apa, buku yang kami pakai sungguh tebal dan berat. Apalagi dalam sehari kami belajar banyak pelajaran. Tas gue juga terlihat tidak mampu lagi bertahan. Punggung gue pun selalu mengeluh untuk dipijat tiap harinya.

Cukup bosan menunggu guru yang belum datang. Mending melakukan hal yang bermafaat seperti menjawab soal-soal yang belum dipelajari. Sesungguhnya ini mempermudah kita kedepannya. Belajar lebih awal untuk memahami dan setelah bersama guru hal tersebut akan saling menyempurnakan.

Tangan gue terhenti saat merasa apa yang gue tulis salah. Seharusnya gue menjawab dengan pensil bukannya memakai pulpen. Gue buru-buru mengambil kotak pensil dan mencari tip-x. Nihil tip-x gue kembali hilang.

Gue menyusuri kelas mencari tip-x gue yang hilang. Beruntungnya gue menemukan tip-x gue sendiri di meja orang lain. Sungguh memalukan, bagaimana bisa mereka meminjam tanpa bilang-bilang dan tidak ada keinginan mengembalikannya.

Gue kembali ke kursi dan mulai menghapus tulisan yang salah. Mata gue langsung melotot saat mengetahui yang keluar dari tip-x adalah air jernih. Otomatis buku gue basah dan rusak.

"Siapa yang bikin tip-x gue begini?!" teriak gue agar seisi kelas mendengar.

Terdengar suara gelak tawa dari seorang cowok disana, "Astaga maaf Sy, itu tip-x sudah habis terus gue isiin pake kran air di luar."

"Astagfirullah." Ucap gue. Ternyata tip-x ini sudah terisi air leding atau keran. Beberapa anak yang mendengar langsung geleng-geleng kepala dan ada juga yang tertawa.

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang