Matahari yang terbit memancarkan serangan kehangatannya di bumi. Angin berhembus, menyambut sekumpulan awan yang bermain di langit biru. Sekumpulan burung pipit mendadak terbang bersamaan karena terkejut akibat suara mesin kendaraan yang datang dan berhenti di bawah pohon.
Gue memarkirkan kendaraan di tempat biasa. Gue menunduk, menatap sepatu baru yang baru dibelikan Mimih. Terlihat begitu indah di kaki. Kenaikan kelas adalah hal yang normal bagi murid-murid memakai sesuatu yang baru. Namun sesuatu yang baru itu tidak akan menyenangkan jika sama dengan orang lain. Jadi, gue berharap sepatu gue tidak ada yang menyamakan.
"Sisy! Pagi bener lu datang ke sekolah," tiba-tiba muncul Henry dengan kendaraannya. Ia memarkirkan tepat di samping kendaraan gue.
"Lah, gue emang biasa datang jam segini kok. Lo aja yang baru sadar." gue menjawab tanpa menatapnya, gue sedang fokus becermin di kaca spion. Bukannya pergi, dia malah sedang memperhatikan gue saat ini.
"Jangan kebanyakan ngaca, nanti kacanya pecah." Henry bernada serius. Kata-kata basi yang sering dilontarkan orang ketika wanita kelamaan ngaca.
"Apasih, gak ada hubungannya." Gue turun dari kendaraan diikutinya dari belakang.
"Cieee...sepatu new! Ada yang new nih! Sini kasih salam sama sepatu gue," kata Henry yang langsung menginjak sepatu baru gue dan berlari menjauh. Otomatis gue kaget, sepatu yang awalnya terlihat bersinar sekarang nampak kotor dibaluti tanah.
"Henry kampret! Kotor tau!" gue merengek sedih dan berlari mengejarnya. Henry yang lincah dapat menghindar dari amukan gue.
"Gak kena...gak kena," katanya keasyikan. Nyebelin banget nih orang. Akhirnya Henry berhasil kabur dan gue hanya bisa menahan kesal.
Gue berjalan cemberut menuju kelas gue. Henry tidak tahu diri itu terlihat melemparkan tasnya di dalam kelas dan berlari menuju kantin. Tak lupa ia menjulurkan lidahnya untuk mengejek. Lihat aja nanti pembalasan gue. Gue melepas sepatu dan meletakkannya di atas rak sepatu. Di dalam sudah ada Rinna dan Nanda. Gue menyapa mereka sambil tersenyum.
"Sisyyyyyyyy! RM! RM!" teriak seorang gadis yang datang bersama Emma. Dia bernama Ayu, akhir-akhir ini kami akrab karena merasa cocok. Kami memiliki humor yang sama, suka makanan pedas, obrolan selalu cocok, dan penggemar Running Man (RM).
"Oi...kenapa dah?" tanya gue kebingungan karena dia cengar-cengir melulu.
"Asli gue ngakak episode Jongkook dipelorotin sampai sempaknya di jemur Kwangsoo! Ahaha!" katanya tertawa geli. Otak gue langsung berputar cepat mengingat adegan yang sudah lama tersebut.
"Oh itu ahhaha, iya ngakak banget. Kasihan ayang lo telanjang di sungai!" gue langsung ingat dan terkikik geli.
"Ye...enak aja!" Ayu terlihat tidak terima. "Pokoknya gue mau minta lagi kelanjutan dari RM, nih flashdisk gue." Ayu menyodorkan benda tersebut di meja gue. Gue mengacungkan jempol.
"Bahas Korea ya? Sy gue juga minta drakor dong, stok di rumah udah habis." seseorang menghampiri kami.
"Gue juga! Lu punya drakor apa aja yang new?" tanya seseorang lagi.
"Gua juga!"
"Lah kenapa jadi banyak yang minta ke gua?" gue jadi bingung sendiri.
"Lu kan pusatnya," kata Ayu. Semua orang mengangguk setuju sambil tertawa. Benar juga, gue yang selama ini menyebarkan virus-virus Korea. Sekarang di kelas kami sudah banyak yang suka Korea gara-gara gue.
Padahal dulu yang suka Korea cuman dua orang aja di kelas ini. Sekarang semuanya berubah setelah gue menyerang. Kalau di rumah gue diam-diam nonton, karena Mimih gak suka kalau gue nonton kayak gituan. Gue suka Korea tapi gak berlebihan, sekedarnya doang. Bukan anak yang suka mengumpulkan album Idola, nonton konser, buang-buang kuota buat Idola, beli barang berbau Korea dan lain-lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA 1
Non-Fiction[TRUE STORY] Cerita nyata mengenai anak MAN terutama anak IPA 1. Anak IPA? Mungkin dipikiran kalian anak IPA adalah anak kutu buku, serius, pintar, unggulan dan hal positif sebagainya. Disini gue yang bernama Sisy awalnya ngira begitu juga, pikiran...