Gue menyandarkan punggung ke sandaran bangku kelas dan mendongkakkan wajah ke arah langit yang mendung. Mengherankan sekali, cuaca selalu bertentangan dengan suasana hati. Gue menghembuskan napas dan menundukkan kepala kembali.
Mata gue melirik keberadaan Aji yang baru masuk kelas. Makin hari badannya semakin tinggi. Pertumbuhan laki-laki memang hebat. Sadar gue memandang dirinya dari tadi, Aji tersenyum tipis. Gue segera menundukkan kepala.
Entah apa yang terjadi, sikapnya terasa aneh. Aji keluar kelas diikuti Glen. Jika bisa di deskripsikan Aji itu kekanakan, wajahnya cuman manis, dalam pelajaran tidak terlalu pintar, orang kaya, dan tidak terlalu suka berteman dengan cewek. Mengenai sikapnya tadi entah kenapa terasa aneh.
"Pagi, Sy!" sapa Henry.
"Pagi." kata gue sambil tersenyum.
"Sy, pulpen lo gak sengaja gue bawa ke rumah. Nih ambil!" katanya. Otomatis gue bangkit dari kursi dan menuju ke arah mejanya.
Mata gue tidak sengaja menangkap sesuatu yang aneh di rambut Henry. Gue melotot kaget dan kembali memastikan. Demi apapun ternyata Henry punya uban atau rambut putih di rambutnya.
Bagi sebagian masyarakat, uban seolah pertanda bahwa seseorang telah menua. Ada juga yang beranggapan uban muncul lebih dini berarti orang tersebut mudah marah atau stres. Kemungkinan Henry stres, apalagi jurusan IPA emang bikin orang stres.
"Henry lo ubanan!" celetuk gue.
"Hah? Serius?" tanyanya kaget.
"Iya, ngapain juga gue bohong."
"Cabutin Sy, mumpung ada elu."
"Hah? Gue yang nyabutin?"
"Iya, buru."
Gue sangat ragu untuk menyentuh rambutnya. Tak lama tangan gue menyentuh rambutnya pelan, ada sensasi geli yang gue rasakan saat ini. Menahan diri agar tangan tidak gemetar, gue pun mulai mencari uban. Mata gue melotot ternyata Henry memiliki beberapa uban.
"Cieee suami istri udah so sweet aja di pagi hari." ledek Emma.
"Jangan ngadi-ngadi." kata gue tidak terima.
Arsen terlihat baru saja datang, ia membawa setumpuk buku. Kemungkinan itu adalah buku yang telah diperiksa oleh guru. Arsen meletakkan di meja guru, beberapa orang yang sadar langsung menuju meja guru untuk mengambil buku dan melihat hasil nilai.
"Arsen itu pelajaran apa?" tanya Nanda.
"Oh itu pelajaran Matematika."
Nanda langsung buru-buru ikut bergabung berdesakkan mengambil buku di meja guru. Gue tidak terlalu peduli dan fokus mencabut uban Henry.
"Sy lo ngapain?" terdengar suara tidak senang dari Arsen.
Gue menoleh cepat, wajahnya terlihat tidak suka. Kemungkinan ia salah paham, karena posisi gue seperti mengelus rambut Henry. Sepertinya ia merasa jijik melihat cewek dan cowok dalam keadaan seperti ini.
"Gue cuman nyabut uban Henry doang." kata gue jujur.
Dia menghampiri gue dan memastikan apakah benar gue sedang menyabut uban Henry. Ada dua uban yang gue jadikan bukti agar tidak terjadi kesalah pahaman.
"Kok lu yang nyabut?" tanyanya heran.
"Henry yang nyuruh."
"Lo kok mau?" tanya Arsen. Gue jadi bingung kenapa Arsen mempermasalahkan ini.
"Lo mau gue cariin uban juga?" tanya gue asal.
"Hah?" tanyanya kaget.
Dia buru-buru pergi meninggalkan kelas tanpa penjelasan lebih lanjut. Gue bingung dan kembali mencabut uban Henry. Meski begitu gue kepikiran kenapa Arsen bersikap begitu.
![](https://img.wattpad.com/cover/137605245-288-k982262.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA 1
Non-Fiction[TRUE STORY] Cerita nyata mengenai anak MAN terutama anak IPA 1. Anak IPA? Mungkin dipikiran kalian anak IPA adalah anak kutu buku, serius, pintar, unggulan dan hal positif sebagainya. Disini gue yang bernama Sisy awalnya ngira begitu juga, pikiran...