1.9

140 15 0
                                    

-Enjoy!-

Danial meredam emosinya agar tak semakin memuncak. "Gue cukup tau diri, permintaan gue barusan emang ngga akan pernah bisa terkabul sampai kapanpun. Oleh karena itu, gue akan minta satu hal lain ke lo."

"Apa?"

"Bubarkan Vector." Permintaan Danial sukses membuat semua orang yang ada di sana terkejut bukan main. Bagaimana tidak? Vector bisa dibilang geng yang paling disegani di kota Bandung. Mungkin orang lain akan berpikir kalau Anka tak bisa diandalkan sebagai ketua geng jikalau Vector bubar tanpa adanya alasan yang jelas.

Anka melihat wajah Adiknya yang sedang menangis tersedu-sedu. Bergantian melihat wajah Kara yang terus menggelengkan kepala, pertanda bahwa gadis itu tak menyetujuinya. "Oke!" Tanpa diduga jawaban itu keluar dari mulut Anka.

"Gue butuh bukti," jawab Danial yang masih tak percaya.

"Dan gue bukan orang bodoh yang percaya gitu aja, kalo gue ikutin permintaan lo, setelahnya lo akan lepaskan mereka dengan semudah itu." Danial menyeringai. Laki-laki itu memang mengakui, tidak Adiknya, tidak Kakaknya, sama-sama sulit untuk Danial kelabuhi.

"Lepasin Adiknya!" Titah Danial kepada anggota Boris yang lain. Tubuh Ana yang sudah terlepas dari ikatan langsung menghambur ke pelukan Kakak laki-lakinya.

"Maaf." Anka menghapus jejak air mata yang ada di kedua pipi Adik kecilnya.

"Ana akan maafin Abang kalo Bang Anka bisa selamatkan Kak Kara juga." Anka mengangguk yakin sebagai jawaban. Ana membisikkan sesuatu pada telinga Anka. Entah apa yang anak kecil itu katakan, sepertinya hanya Anka dan Ana yang mengetahuinya.

Anka menyuruh Junius untuk mengamankan Ana terlebih dahulu di tempat yang aman. Junius berlari membawa Ana keluar dari gedung tua itu. Menghampiri taxi online yang sebelumnya sudah dipesan oleh Bian, Adiknya. Setelah memastikan kalau Ana dan Bian sudah aman di dalam taxi, junius kembali masuk ke dalam gudang tua itu.

"Bukti apa yang lo mau?" Tantang Anka.

"Berlutut di hadapan gue sekarang juga." Permintaan Danial lagi-lagi membuat semua orang yang ada di sana terkejut. Termasuk Junius yang baru saja datang, serta anggota Boris yang lain, karena sebelumnya Danial tak pernah membahas akan melakukan hal seperti ini kepada Vector bersama anggota Boris yang lain.

Anka berlutut di hadapan Danial, entah apa yang laki-laki itu rencanakan. Jujur saja, ini di luar rencana yang sudah Anka susun bersama ketiga temannya yang lain.

"Buat video pengakuan kalau Vector menyatakan kalah dari Boris dan resmi membubarkan diri."

"Ngga! Please, jangan lakuin itu, Ka!" Larang Kara yang akhirnya bersuara.

"Pikirin Bang Zidan, pikirin anggota Vector yang lain, mereka semua pasti akan kecewa kalo Vector sampai bubar hanya karena gue." Kara mengingatkan.

Anka hanya mendengarkan tuturan gadis yang tubuhnya sedang terikat di hadapannya, tanpa berniat untuk membalas. Laki-laki itu menolehkan kepala ke arah tiga temannya yang berada tepat di belakangnya. Kepala Junius, Frans, serta Edwin mengangguk. Ketiga temannya itu seakan memberi izin untuk Anka melakukan hal yang diperintahkan oleh Danial.

Sejenak, Anka diam, menutup kedua bola matanya seraya menundukkan kepala. Dirasa semuanya telah siap, laki-laki itu kembali membuka kedua kelopak matanya, lalu mengadahkan kepala.

"Gue, Jevan Gerald Ankara, ketua dari Vector, menyatakan, kalau Vector udah kalah dari Boris, dan mulai hari ini, Vector resmi-"

Siapa yang menduga kalau sejak tadi tali yang melilit tubuh Kara sudah terlepas dari tubuh gadis itu. Kara berlari ke arah Danial yang sedang merekam video tersebut menggunakan ponselnya. Dengan gerakan secepat kilat, Kara berhasil merampas ponsel Danial dari tangan pemiliknya, lalu berlari keluar dari gudang tua itu.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang