1.6

164 20 2
                                    

-Enjoy!-

Perlahan, Kara mengerjapkan kelopak matanya saat sudah terbangun dari pingsan. Pemandangan yang pertama kali gadis itu lihat adalah ke lima anggota Vector serta Olin yang berdiri melingkari tempat tidurnya.

Anka duduk di samping ranjang, Kara langsung terbangun dari tidurnya karena ingat akan satu hal. "Ka, Bun-Bunda."

"Bunda lo kenapa?"

"Kritis."

"Kita ke rumah sakit sekarang," titah Anka seraya membantu Kara untuk berdiri.

°°°

Ke tujuh remaja itu sedang berjalan dengan tergesa-gesa di lorong-lorong rumah sakit.

"Tante Yasmin!" Yasmin langsung menoleh kala mendengar suara tersebut.

"Gimana keadaan Bunda, Tan?"

"Bunda kamu masih ditangani sama dokter, kamu tenang dulu ya Ra," jawab Yasmin seraya mendekap tubuh Kara yang sedang menangis.

"Bagaimana kalau kita semua shalat terlebih dahulu, supaya hati kita lebih tenang," usul Hansel yang dijawab anggukan kepala oleh seluruh orang yang ada di sana, terkecuali Edwin, mengingat hanya Edwin lah yang beragama non-muslim.

°°°

Semua orang telah siap untuk melaksanakan shalat dzuhur berjamaah dengan Hansel yang bertindak sebagai imam.

Setelah melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, tak lupa mereka semua memanjatkan doa untuk kesembuhan Nandhita. Dirasa semuanya telah selesai, mereka semua langsung meninggalkan mushola yang terletak di dalam rumah sakit tersebut. Baru sampai di depan mushola, langkah mereka langsung terhenti. "Ra, Bunda lo."

"Bunda gue kenapa, Win?" Edwin tak menjawabnya, membuat Kara langsung berlari ke arah ruang rawat sang Bunda.

°°°

"Gimana keadaan Bunda saya, dok?"

"Saya minta maaf, penggumpalan darah karena kecelakaan waktu itu membuat Bunda kamu tidak bisa kami selamatkan." Kara menangis, jangan tanyakan sudah berapa banyak air mata Kara yang turun, karena gadis itu sudah menangis dengan tersedu-sedu.

"Ngga! Dokter bohong! Bunda masih hidup! Bunda wanita yang kuat! Bunda ngga mungkin ninggalin Kara!" Kara menangis sejadi-jadinya dipelukan Yasmin. Semua orang yang ada di sana tak kuasa menahan tangisannya agar tak tumpah.

Kara berlari ke dalam ruang rawat sang Bunda. Tubuh Bundanya yang sudah tertutup oleh kain putih langsung menyambut gadis itu. Tangan Kara yang bergemetar, membuka kain putih itu secara perlahan, hingga wajah Bundanya yang sudah sangat pucat langsung terlihat. "Bunda."

"Bunda kenapa ninggalin Kara dengan secepat ini? Bunda bangun! Kara sendiri Bun, ngga ada yang sayang lagi sama Kara selain Bunda, Kara cuman punya Bunda," lirih Kara.

Yasmin merangkul bahu Kara. "Kamu yang sabar Ra, ikhlaskan Bunda kamu," tutur Yasmin dengan derai air mata yang terus saja mengalir.

"Kenapa Tan? Kenapa Bunda pergi? Apa Bunda udah ngga sayang lagi sama Kara?" Yasmin menggelengkan kepalanya. "Ngga Ra, Bunda pasti sayang banget sama kamu."

Kara memejamkan matanya, mengecup lama kening sang Bunda untuk yang terakhir kalinya. "Selamat jalan Bunda, Kara sayang Bunda."

°°°

Sedari tadi lantunan surah Yasin tak henti-hentinya melantun di kediaman Kara. Bendera berwarna kuning sudah terpasang di depan rumahnya. Orang-orang banyak yang berlalu lalang keluar masuk rumah Kara. Gadis itu masih berharap kalau ini hanyalah mimpi, namun tubuh sang Bunda yang terbujur kaku di hadapannya sudah menjadi bukti kalau beliau sudah tak ada lagi di dunia ini.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang