0.5

209 17 0
                                    

-Enjoy!-

Membuka gerbang rumahnya lalu berjalan santai menuju ke dalam rumahnya.

Ceklek!

"A-Ayah?" Lirih Kara tepat saat pintu rumahnya berhasil ia buka. Terlihat di sana, Ayahnya tengah duduk di atas sofa seraya merangkul pundak wanita yang Kara ketahui namanya adalah Jeny.

"Mau apa anda ke sini?!" Sarkas Kara langsung to the point.

"Jaga sopan santun kamu Kara!" Peringat Wilson seraya bangun dari duduknya.

"Untuk apa Yah? Untuk apa pelakor kayak dia harus disopanin?" Tanya Kara yang tak habis pikir dengan jalan pikiran Ayahnya.

Plak! Satu tamparan dari tangan Wilson berhasil meluncur bebas pada pipi kiri Kara yang membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Sudah saya peringatkan sebelumnya, kalau Jeny bukan pelakor! Justru dulu Bunda kamu yang tiba-tiba saja datang dan merusak hubungan saya dengan Jeny!" Jelas Wilson dengan amarah yang sudah memuncak sementara Jeny hanya tersenyum puas melihat kejadian yang ada di depan matanya.

"Bahkan Ayah lebih rela nampar aku demi bela pelakor kayak dia," lirih Kara dengan air mata yang sudah tak bisa ia bendung lagi.

Berlari keluar rumah tanpa memperdulikan panggilan dari Ayahnya. Kara hanya ingin pergi dan menjauh dari rumah yang sudah seperti neraka baginya.

°°°

Berjalan di pinggir trotoar tanpa tujuan yang jelas, gadis itu hanya mengikuti kemana kakinya akan melangkah. Sampai tiba-tiba lampu penerangan yang terletak di pinggir jalan padam dan tak mengeluarkan cahayanya lagi. Kara mengedarkan pandangannya ke segala arah, namun hasilnya nihil, semua lampu yang ada di sana padam dan hanya ada kegelapan yang Kara temui.

Takut, panik, gelisah, semua seakan bercampur menjadi satu pada diri Kara. Kara paling benci dengan kegelapan, dari umur Kara lima tahun hingga gadis itu sebesar ini, kegelapan adalah momok yang menakutkan bagi gadis itu.

"Bunda, Kara takut," cicit Kara seraya berjongkok dan memeluk kakinya dengan erat.

Nada dering dari handphone milik Kara tiba-tiba saja terdengar, pertanda ada seseorang yang akan menghubungi gadis tersebut.

"Gue takut," lirih Kara saat dirinya telah menekan tombol answer pada layar handphone-nya tanpa melihat siapa yang tengah menelefonnya.

"Hallo Ra, lo kenapa? Posisi lo di mana sekarang?"

Belum sempat Kara menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba saja tubuhnya tumbang dan tak sadarkan diri.

"Hallo Ra? Lo denger gue ngga sih?" Sementara si penelefon masih saja bertanya dari seberang telefon sana tanpa tahu yang diajak berbicara sudah tak sadarkan diri.

°°°

Menyambar kunci mobil dari atas meja belajarnya lalu mengenakan jaket berciri khas geng Vector, Anka langsung berlari keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga satu-persatu.

"Loh, kamu mau ke mana Bang?" Tanya Tamara saat dirinya tengah menonton siaran televisi bersama Ana di sampingnya.

"Ada urusan Bun, Anka keluar sebentar ya," pamit Anka seraya menyalimi tangan sang Bunda kemudian langsung berlari keluar dari rumahnya.

"Lo di mana Ra?" Gumam Anka seraya melihat ke kanan dan kiri dari dalam mobilnya. Tak lupa Anka juga melacak keberadaan Kara melalui nomor handphone gadis itu.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang