0.7

187 19 0
                                    

-Enjoy!-

"Selamat pagi anak-anak!"

"Pagi Bu!" Seluruh siswa maupun siswi menjawab tuturan Bu Hera selaku guru kimia di kelas sebelas IPA1 dengan seksama.

"Hari ini Ibu akan mengadakan ulangan harian tentang bab tiga yang kemarin ya," ucap Bu Hera lalu berjalan ke arah papan tulis untuk menuliskan beberapa soal yang sebelumnya telah beliau persiapkan.

Sementara semua murid mulai mengeluarkan celotehannya karena kebiasaan Bu Hera yang setiap Minggu selalu mengadakan ulangan harian dadakan, namun beda halnya dengan Anka, laki-laki itu justru terlihat nampak sangat tenang sambil sesekali senyum-senyum tak jelas. Entah apa yang laki-laki itu sedang fikirkan, sepertinya hanya Anka yang mengetahuinya.

Nyatanya apa yang Anka pikirkan tadi salah besar. Bukan berarti duduk satu meja dengan Kara yang notabenya siswi terpintar satu sekolah akan lebih memudahkannya dalam mengerjakan ulangan. Terlihat gadis itu langsung menutup rapat-rapat jawaban yang telah ia selesaikan pada lembar jawabannya tanpa membiarkan Anka melihatnya barang satu huruf pun.

Kalau tahu nantinya akan seperti ini, lebih baik ia duduk dengan Junius yang otaknya tak se-genius nama papahnya, Genius Syahputra. Junius sendiri sangat pandai dalam mengisi soal-soal ulangan. Ya, Junius memang pandai, laki-laki itu pandai sekali mencari jawaban entah itu ia dapat dari teman-temannya yang lain ataupun searching menggunakan ponselnya tanpa ketahuan oleh guru.

"Ra, nomer satu apaan sih?" Tanya Anka berharap Kara mau menjawabnya.

"Makanya jangan bego!" Sarkas Kara langsung melanjutkan aktifitasnya kembali.

Kringgg!

Bel istirahat telah berbunyi, yang menandakan waktu pengerjaan untuk ulangan harian kali ini telah usai. Kara mulai melangkahkan kakinya menuju meja guru untuk mengumpulkan kertas lembar ulangannya. Pemandangan tersebut sudah sangat tak asing bagi Bu Hera.

"Jun nomer satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sama sepuluh apaan?" Tanya Anka tepat saat semua murid tengah mengerumuni meja Bu Hera.

"Yee, itu mah semuanya kampret!" Jawab Junius.

"Buruan anjir, keburu Bu Hera liat!" Jawab Anka sedikit memaksa.

"C, D, A, A, B, B, E, A, C, E!" Jawab Junius lalu berjalan menuju meja Bu Hera sementara Anka langsung menyilang jawaban pada kertas lembarnya yang baru saja Junius berikan kepadanya dengan secepat kilat.

°°°

"Kenapa tuh muka? Kusut amat," tanya Anka saat dirinya baru saja tiba di taman belakang sekolah.

"Gapapa."

"Menurut buku yang gue baca, kalo cewek pas ditanya tapi jawabannya gapapa itu berarti ada apa-apa," tutur Anka.

"Ngga usah sok tau, kayak pernah baca buku aja lo!" Sinis Kara membalas tuturan Anka barusan.

"Astagfirullah, gue juga kagak bego-bego amat kali. Ya walaupun cuman mudeng pas pelejaran sastra doang sih," jelas Anka. Laki-laki itu memang pandai dalam semua hal yang berbau satra, dimulai dari puisi, cerpen, pidato bahkan sampai debat. Tak jarang laki-laki itu juga sering mengharumkan nama SMA Harapan sampai ke kanca nasional bahkan internasional. Ingat, hanya pelajaran sastra, selain itu biar Anka serahkan kepada yang di atas.

"Kantin yuk, gua traktir," ajak Anka langsung menarik pergelangan tangan Kara.

°°°

Inilah suasana yang paling malas Kara temui jika dirinya singgah di kantin pada jam-jam istirahat. Kara tentu akan menemukan semua siswa maupun siswi yang akan berubah menjadi serigala jika sedang lapar.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang