-Enjoy!-
"Ra... bangun dulu, yuk! Ayah punya kabar yang sangat baik untuk kamu," tutur Wilson seraya mengguncang tubuh sang anak agar terbangun dari tidurnya.
Kara membuka kedua kelopak matanya. Tetap saja, hanya kegelapan yang dapat gadis itu lihat.
"Kenapa, Yah?"
"Ada seseorang yang akan mendonorkan matanya untuk kamu."
"A-Ayah gak bohong, kan? Ini beneran kan, Yah?"
"Iya sayang. Dokter sendiri yang bilang seperti itu sama Ayah."
Mendengar hal itu, Kara tak dapat menahan air matanya agar tidak tumpah. Wilson mendekap tubuh putrinya guna menyalurkan rasa bahagia yang tak dapat ia ungkapkan dengan kata-kata.
"Sebentar lagi, Ra. Sebentar lagi kamu akan bisa melihat dunia ini lagi."
Di dalam dekapan sang Ayah, Kara mengangguk.
Yang jelas, ia sangat tak sabar untuk menunggu hari itu tiba. Tanpa tahu, tepat di hari itu pula ia akan kehilangan sosok yang sangat berarti di hidupnya.
°°°
Hari yang sangat dinanti-nanti oleh Kara akhirnya telah tiba. Tepat pada hari ini, gadis itu akan menjalani sebuah operasi agar matanya dapat berfungsi seperti sedia kala.
"Kamu siap?"
Laki-laki yang tengah berbaring dengan balutan baju operasi berwarna hijau itu mengangguk tanpa adanya keraguan sama sekali.
Satu buah suntikan berisi obat bius telah disuntikkan kepada tubuh laki-laki tersebut. Pandangannya mulai meredup. Mungkin, ini adalah kali terakhir ia dapat melihat dunia.
Selamat tinggal semuanya, batinnya menggumam, hingga kesadaran laki-laki itu telah hilang sepenuhnya.
"Kamu sudah siap?"
"Siap Dok."
Dan kesadaran Kara mulai menghilang akibat obat bius yang telah disuntikkan kepada tubuhnya.
°°°
"Bang Anka, Ana dapet juara umum!" Seru Ana seraya berlari ke dalam basecamp Vector.
Namun, orang yang Ana cari ternyata tidak ada di tempat ini.
"Loh, Anka ke mana, Nan?" Tanya Tamara, karena beliau tak melihat keberadaan putranya di sini.
"Nando?" Ulang Tamara sekali lagi.
Laki-laki itu tetap diam dan tak mau membuka suaranya.
"Selain Nando, apa ada yang tahu keberadaan Anka?"
Nihil. Tamara tak mendapat jawaban apapun dari pertanyaannya barusan.
"Olin?"
Kini pertanyaan itu tertuju kepada Olin. Gadis lugu yang tak pandai untuk menyembunyikan sesuatu.
"An-Anka..."
"Anka kenapa?"
"Anka udah gak ada."
"Gak ada gimana maksud kamu? Memangnya Anka pergi ke mana?"
"Jauh, Tan. Bahkan, kita semua pun belum pernah ada yang ke sana."
"Maksud Kakak-Kakak semua ini apa, sih? Bang Anka pergi ke mana? Ana jadi bingung, kalau ngomongnya gak jelas kayak gini."
"Anka udah meninggal dunia, Tan, karena tadi pagi dia udah relain kedua matanya untuk didonorkan ke Kara."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (END)
Teen FictionSatu hal yang ingin Kara rubah di dalam hidupnya. Menjadi anak yang kehadirannya diinginkan oleh Ayah kandungnya sendiri. Menyandang nama Pradipta tak seindah yang orang lain bayangkan. Tampil perfectionist dan pintar adalah kewajiban yang harus Kar...