2.1

129 14 0
                                    

-Enjoy!-

Suasana basecamp Vector diselimuti keheningan. Semua orang yang ada di sana, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Sorry, gue telat. Habis nganterin nyokap check-up ke Rumah Sakit." Semua orang mengarahkan pandangannya ke arah Nando dengan tatapan yang sulit diartikan.

Junius bangkit dari duduknya, karena sudah tidak bisa menahan emosi yang sedari tadi tertahan di dalam dada. "Pembohong!" Teriak Junius. Nando diam, lalu mengerutkan keningnya.

"Gue pikir, lo baik, Nan. Gue pikir, lo bisa jadi Abang untuk kita semua, karena lo paling bijak dalam mengambil sebuah keputusan. Ternyata, gue salah. Lo ngga lebih dari seorang penghianat!" Deg! Jantung Nando langsung berpacu dua kali lebih cepat. Akankah semuanya terbongkar hari ini?


Kini giliran Edwin yang menyuarakan isi hatinya. Laki-laki itu mengeluarkan handphone miliknya dari dalam saku celana. Memperlihatkan sebuah video sebagai barang bukti. Nando sudah tidak bisa mengelak. Semua bukti sudah mengarah kepada dirinya. "Jadi, lo dalang di balik penculikan kemarin? Lo mata-mata Boris untuk memantau semua pergerakan Kara dan juga Ana? Hanya karena uang lo melakukan itu semua ke Vector? Sadar, Nan, kita sahabatan udah berapa lama, sih?"

Nando diam. Yang Edwin katakan barusan memang benar. Sudah tak ada gunanya lagi ia mengelak. Percuma saja, anggota Vector tak akan mempercayainya lagi. Meskipun Nando mengutarakan alasannya, mengapa ia melakukan hal tersebut.

"Mending lo sekarang pergi, sebelum anggota Vector yang lain kehilangan kesabaran, dan ngga akan segan-segan untuk menghabisi lo di tempat ini." Frans menegaskan ucapannya dengan tatapan menajam ke arah Nando.

"Gue minta maaf. Makasih untuk segalanya. Gue ngga akan pernah lupa sama semua kebaikan yang anggota Vector lakukan untuk keluarga gue."

"Tapi sayangnya, lo udah lupa diri!" Sarkas Edwin, membalas ucapan Nando barusan.

Sebelum pergi, Nando sempat melirik ke arah Anka yang sedari tadi hanya diam. Nando tahu, laki- laki itu sangat kecewa kepada dirinya.

"Gue pamit." Nando keluar dari basecamp Vector dengan rasa bersalahnya.

"Pergi jauh-jauh lo, penghianat! Jangan berharap, penghianat seperti lo bisa masuk lagi ke Vector!" Teriak Junius saat punggung Nando sudah berjalan menjauh, menuju motornya yang sedang terparkir.

°°°

Kara berjalan menyusuri koridor dengan menundukkan kepalanya. Kabar bahwa Ayahnya ditangkap oleh kepolisian sudah tersebar di seantero sekolah.

Kara menginjakkan kaki di dalam kelasnya. Bahkan, untuk menegakkan kepalanya, Kara merasa tak sanggup. Gadis itu tak kuat melihat tatapan tajam dari teman-teman sekelasnya.

"Ra?" Kara melihat beberapa pasang sepatu berjalan ke arahnya.

"Kalian?" Suara Kara tertahan, karena semua teman-temannya tengah tersenyum amat manis ke arahnya. Yang teman-temannya lakukan sekarang, berbanding terbalik dengan ekspetasinya. "Kalian ngga benci sama, gue?" Semua teman-temannya serempak menggelengkan kepala.

"Mau orang tua lo seorang koruptor, mau orang tua lo seorang pencuri, bahkan kalau orang tua lo seorang mafia sekali pun, kita semua akan tetap menjadi teman lo, karena kita tahu, lo orang yang baik." Tio menjadi perwakilan teman-teman kelasnya untuk berucap seperti itu.

"Kita memang bertemu, karena pendidikan. Dan suatu saat, mungkin akan berpisah, karena masa depan dan impian. Tapi, gue berharap, persahabatan kita semua ngga akan pernah putus sampai kapanpun." Tuturan Tio membuat Kara mengembangkan senyumnya.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang