0.2

258 19 0
                                    

-Enjoy!-

"Lo gimana sih Jun, bukannya dari awal gue udah bilang jangan sampe anak sekolah kita jadi korban," cerocos Anka seraya berjalan menyusuri lorong-lorong rumah sakit.

"Sorry Ka, ini semua diluar kendali gue," jelas Junius seraya menghela nafasnya gusar.

"Kalo sampe itu cewek lapor ke sekolah, bisa abis lo semua dihukum," peringat Anka lantas mempercepat langkah kakinya menuju ruang UGD.

"Gimana keadaan cewek itu?" Tanya Anka kepada Nando setibanya ia di depan pintu UGD.

"Masih ditangani sama dokter," jelas Nando.

"Anak-anak semuanya aman kan?" Tanya Anka memastikan. Memang untuk tawuran kali ini Anka tak ikut turun tangan. Cowok itu harus menyelesaikan urusan keluarganya terlebih dahulu. Lagi pula menurunkan anak-anak Vector yang lain sudah cukup baginya.

"Dengan keluarga pasien atas nama Caramila?" Tanya dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD.

"Kami semua teman pasien dok," jawab Anka seraya berjalan mendekati dokter tersebut.

"Apa di sini tidak ada keluarga dari pasien?" Tanya dokter itu memastikan.

Sementara Anka hanya menggelengkan kepalanya, namun beda halnya dengan dokter tersebut. "Teman kamu tidak apa-apa, lagi pula luka robek pada lengannya tidak terlalu dalam," ucap dokter tersebut seraya memegang pundak Anka. Sepertinya dokter tersebut tahu, Anka pikir ada luka serius yang menimpa Kara.

"Kalau begitu saya pamit dahulu untuk mengecek keadaan pasien yang lain. Jika kalian ingin menjenguk, sebaiknya jangan terlalu ramai. Lagi pula pasien sudah sadarkan diri," jelas dokter tersebut lalu pergi bersama dua orang suster yang membuntuti di belakangnya.

°°°

"Lo mau ke mana?" Tanya Anka tepat saat dirinya baru saja memasuki ruang UGD. Terlihat di sana, Kara ingin melepas jarum infus yang terpasang pada punggung tangannya.

"Pulang," jawab Kara singkat.

"Pulang? Lo waras ngga sih?" Tanya Anka heran.

"Nih, gue minta nomor handphone orang tua lo, nanti gue yang jelasin semuanya," lanjut Anka seraya menyodorkan handphone berlogo apel digigit miliknya.

"Percuma, ayah gue juga ngga akan perduli!" Sarkas Kara lantas membuat Anka diam seribu bahasa.

°°°

Kara akhirnya diizinkan pulang ke rumah oleh dokter, mengingat tak ada luka serius yang ia derita.  Sebenarnya dokter menyarankan agar Kara menginap terlebih dahulu di rumah sakit untuk masa pemulihan, namun Kara bersikeras menolaknya.

Awalnya Anka berniat ingin mengantar gadis itu pulang ke rumahnya, lagi dan lagi hanya penolakan yang Anka terima. Alhasil di sinilah Anka sekarang, menyetir motor sport-nya seorang diri seraya mengikuti taksi online yang sedang Kara tumpangi.

Akhirnya taksi online tersebut berhenti di sebuah perumahan mewah yang Anka yakini hanya orang-orang dengan uang jutawan lah yang hanya bisa tinggal di perumahan tersebut. Anka bisa dibilang mempunyai harta yang melimpah, namun jika dibandingkan dengan keluarga Kara, sepertinya presentasinya lumayan akan jauh. Tentu saja, siapa yang tak mengenal keluarga Pradipta, keluarga dengan beberapa aset yang sudah mendunia.

Anka tak turun dari motornya, cowok itu hanya ingin memastikan jika Kara dapat pulang dengan selamat. Namun saat Anka ingin melajukan motornya kembali, terlihat seorang lelaki paru baya datang menghampiri Kara. Lelaki tersebut sepertinya sedang memarahi Kara, namun entahlah, Anka tak bisa mendengar dengan jelas suara lelaki tersebut.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang