3.6

143 18 2
                                    

-Enjoy!-

Anka mendorong brankar rumah sakit berisi seorang gadis yang telah tak sadarkan diri akibat suatu kecelakaan yang dialaminya.

Laki-laki itu menggenggam erat jemari Kara. Berharap, energi positif yang ia salurkan dapat menguatkan gadis tersebut.

"Mohon maaf, Mas, sebaiknya Mas tunggu di luar terlebih dahulu agar Dokter dapat fokus saat menangani pasien." Suster tersebut menutup rapat pintu UGD.

"BEGO! BEGO! BEGO!"

Anka meninju dinding rumah sakit tanpa ampun. Ini salahnya. Seharusnya, ia tak pernah melakukan balapan liar itu bersama dengan Danial.

"Lo bego, Anka! Bego!"

Anka menjambaki rambutnya guna menyalurkan rasa kesal pada dirinya sendiri.

"Anka!"

Laki-laki itu menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

"O-Om Wilson?"

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

Anka menundukkan kepalanya.

"Ma-maafin saya Om. Saya telah gagal untuk menjaga anak Om."

"Angkat kepala kamu. Masalah ini nggak akan pernah selesai, kalau kamu lemah seperti ini."

"Tapi Om, kalau saya nggak melakukan balapan liar itu, Kara gak akan mungkin kecelakaan."

"Kamu memang salah, tapi bukan kamu yang melakukannya. Saya tahu semuanya tentang kecelakaan itu."

"Keluarga pasien atas nama Caramila Rachquel Pradipta?"

Wilson berjalan mendekat ke arah Suster tersebut.

"Bagaimana keadaan putri saya, Sus?" Raut wajah khawatir tercetak dengan sangat jelas pada wajah lelaki paruh baya itu.

"Kami membutuhkan persetujuan dari pihak keluarga untuk melakukan tindakan operasi bagi pasien."

Wilson mengambil selembar kertas persetujuan itu, lalu membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda bahwa ia telah menyetujui tindakan operasi tersebut.

"Saya mohon, lakukan tindakan apapun agar putri saya dapat terselamatkan. Berapapun biayanya, pasti akan saya bayar," ucap Wilson sungguh-sungguh.

"Pasti, Pak. Untuk biaya operasi pasien bisa segera Bapak urus di bagian administrasi rumah sakit."

Wilson menganggukkan kepalanya.

"Titip Kara, Om tinggal sebentar dulu ke bagian administrasi," pesan Wilson seraya menepuk bahu Anka dua kali.

Selang lima menit, brankar rumah sakit yang berisi tubuh Kara keluar dari ruang UGD. Anka yang melihat hal tersebut buru-buru berjalan mendekat untuk mengantar gadis itu menuju ruang operasi.

"Bertahan, Ra, gue mohon..." lirih Anka, berusaha dengan sekuat tenaga agar tangisannya tidak tumpah.

"Lo gadis terkuat yang pernah gue kenal. Gue yakin, lo pasti bisa melewati ini semua."

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang