-Enjoy!-
Pukul setengah enam pagi, Kara sudah siap dengan balutan seragam SMA Harapan. Sunyinya rumah ini, sama dengan sunyinya hati gadis itu. Hati Kara kosong, kemarin adalah hari yang sama sekali tak ia harapkan selama hidupnya, kehilangan sosok Bunda yang sudah melahirkannya.
Kara keluar dari rumahnya, berjalan kaki pergi menjauhi rumah itu. Dua hal penting yang Kara lupa untuk ia bawa, handphone dan jaket geng Vector yang selama ini selalu ia pakai.
Seorang gadis berjalan menyusuri jalan setapak yang terletak di TPU seraya membawa bucket bunga tulip di tangannya. Kara berjongkok di hadapan gundukan tanah yang batu nisannya bertuliskan, Nandhita Binti Guntur Rahaja.
"Assalamu'alaikum, Bunda. Ini Kara bawa bunga tulip kesukaan Bunda," tutur Kara seraya meletakkan bucket bunga tulip itu di atas makam Nandhita.
"Kara sedih, Bun. Bahkan sampai hari ini, Ayah belum juga pulang. Kara ngga marah, Kara hanya kecewa sama Ayah. Apa sebegitu ngga berharganya Kara di mata Ayah. Sekarang, Kara benar-benar sendiri, Bun. Apa bisa Kara bertahan hidup tanpa ada Bunda? Tanpa ada orang yang menyanyangi Kara." Lagi dan lagi, air mata gadis itu kembali tumpah. Kara menghapus air mata yang jatuh membasahi pipi menggunakan punggung tangannya.
"Kara pamit ke sekolah dulu ya, Bun. Kara janji, Kara akan buat Bunda bangga dari atas sana." Gadis itu tersenyum, lalu beranjak pergi meninggalkan makam sang Bunda.
Baru beberapa langkah gadis itu berjalan, tiba-tiba saja mulutnya dibekap oleh seseorang menggunakan sapu tangan. Gadis itu sempat melawan, namun tak lama ia kehilangan kesadarannya akibat obat bius yang ia hirup dari sapu tangan tersebut.
°°°
Di dalam kelasnya, sedari tadi Anka terus saja merasa tak tenang. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit, yang berarti lima belas menit lagi bel sekolah akan segera berbunyi.
"Mon! Mona!" Gadis yang dipanggil justru hanya asik menonton drama Korea True Beauty, menampilkan episode terakhir yang membuat para tim Seo Jun ikut terbawa perasaan akan sikap laki-laki tersebut.
"Mona! Lo ngga budek kan?" Teriak Junius yang membuat Mona langsung menolehkan pandangannya ke arah Junius.
"Udah berapa kali gue bilang, sih? Kalo panggil nama gue itu Lisa, jangan Mona!" Geram Mona seraya berjalan menghampiri Junius yang sedang duduk di kursi guru.
"Lah? Nama lo kan Monalisa, kalo gue panggil lo Mona, salah gue di mana coba?" Bingung Junius.
"Tau ah, terserah lo!" Mona langsung keluar dari kelasnya. Edwin berjalan mendekat ke arah Junius. "Lo pikun apa gimana sih? Dia kan maunya dipanggil Lisa, biar mirip sama Lisa Blackpink katanya."
"Makanya kalo punya gebetan jangan yang suka K-pop, seleranya tinggi banget soalnya," celetuk Frans. Edwin mengangguk, menyetujui apa yang baru saja Frans ucapkan.
"Lo ngapain sih, Ka? Mondar-mandir mulu kayak setrikaan."
"Kara belum dateng." Anka kembali memainkan handphone-nya, guna menghubungi gadis itu.
"Ngga masuk sekolah kali," jawab Edwin. Jawaban Edwin barusan memang bisa saja terjadi, mengingat Kara masih dalam situasi berduka atas kepergian Bundanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (END)
Teen FictionSatu hal yang ingin Kara rubah di dalam hidupnya. Menjadi anak yang kehadirannya diinginkan oleh Ayah kandungnya sendiri. Menyandang nama Pradipta tak seindah yang orang lain bayangkan. Tampil perfectionist dan pintar adalah kewajiban yang harus Kar...