0.8

168 18 2
                                    

-Enjoy!-

"Ka, ada si Kara noh," ucap Frans seraya menunjuk ke arah Kara yang disebelahnya terdapat Kenzo. Mereka berdua tampak sangat asik tengah mengobrol bersama sambil sesekali tertawa. Entah lelucon apa yang sedang Kenzo, si cowok es batu iti buat, namun nampaknya Kara terlihat lebih bahagia bersama Kenzo dibandingkan dengan dirinya.

"Ngga aneh sih, Kara kan dari embrio emang udah pinter, pasti kalo nyari doi juga yang otaknya sederajat sama dia." Tanpa Junius sadari, tuturannya barusan sangat berpengaruh dengan pikiran Anka saat ini.

Nyatanya gadis sepintar Kara mungkin tak akan pernah mau bersanding dengan laki-laki yang hanya doyan tawuran dan tukang cari masalah seperti dirinya.

"Kalo lu suka, perjuangin dari sekarang, belum ada kata terlambat kalo mau berjuang," bisik Nando tepat di samping telinga Anka. Ya, dari ke empat sahabatnya memang Nando lah yang paling bijaksana jika mengahadapi suatu masalah. Lagi pula Nando dan Anka sudah berteman baik sejak duduk di bangku sekolah dasar. Bunda Anka sendiri pun sudah sangat berteman baik dengan ibu Nando.

Tunggu gue Ra, semoga gue belum terlambat, batin Anka.

°°°

Entah ada angin apa tiba-tiba saja hari ini Anka ingin les privat bersamanya, padahal hari ini bukanlah jadwal yang sudah Kara tetapkan. Bentar lagi PTS, biar gue ngga bego Ra. Begitulah sekiranya alasan yang Kara tau kala ia bertanya kepada Anka.

Cafe Glora menjadi tempat mereka berdua untuk belajar bersama.

"Soal ini gimana sih caranya, Ra?" Tanya Anka seraya menyerahkan buku paket matematika kepada Kara. Gadis itu sangat bingung, mengapa Anka terlihat sangat bersemangat, padahal biasanya saja laki-laki itu justru asik tertidur jika Kara sedang menjelaskan materi.

"Ohh ini, coba deh lo kaliin angka yang ini sama yang ini, kalau udah ketemu tinggal lo cocokin aja pake rumus yang ini, nah kalau udah dapet hasilnya tinggal lo pangkatin aja," jelas Kara sementara Anka hanya mengangguk-anggukan kepalanya patuh.

"Nih gue ada soal, coba lo kerjain!" Titah Kara seraya menyerahkan satu buku tulis kepada Anka.

Anka mulai mengerjakan soal-soal yang Kara berikan dengan penuh konsentrasi sambil sesekali mulutnya berkomat-kamit ciri khas seseorang tengah menghitung.

Sial, bahkan beberapa detik tatapan Kara terkunci dengan wajah Anka yang kini tengah sangat serius dengan soal-soal tersebut.

Munafik jika Kara bilang kalau Anka itu tidak tampan. Nyatanya laki-laki di hadapannya nyaris sempurna, alis yang tebal, bulu mata yang lumayan lentik, mata berwarna coklat terang, hidung yang mancung, rahang yang kokoh, serta rambut berwarna coklat keemasan yang laki-laki itu miliki sepertinya dapat membuat semua kaum hawa terbius oleh pesonanya. Sayangnya sifat selengean yang laki-laki itu miliki cukup membuat Kara jengah dalam menghadapinya.

"Ra?" Tanya Anka seraya menjentikkan jarinya di hadapan wajah Kara.

"Eh?" Kaget Kara seraya mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Lo ngapain liatin gue sampe segitunya?" Bingung Anka.

Anjir gue keciduk, bisa besar kepala nih anak, batin Kara.

"Geer abis lo, orang gue lagi itu- emmm nah itu, gue lagi liatin mas barista-nya mirip sama Manurios soalnya," jawab Kara asal.

"Oh."

Untung aja otak gue pinter nyari alasan, batin Kara lega.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Kedua remaja tersebut memutuskan untuk pulang mengingat malam sudah semakin larut.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang