Happy Reading!
Aaron dan Aarav berdiri di teras rumah, mengantar Frey dan Keenan keluar dari rumah mereka yang sudah seperti basecamp bagi kelima sahabatnya. Mereka akan pulang, ke rumah mereka yang asli.
"Kita pulang dulu ya!" teriak Frey, sekalian mewakili Keenan disampingnya yang mengulum senyum manis, bisa ditebak untuk siapa.
Aaron mengangguk kecil sebagai jawaban. Dan Aarav? Pemuda itu hanya memandangi mereka dari pintu rumah-ah lebih cocok kalau disebut istananya.
"Aar, mau makan sesuatu nggak buat nanti malam?" tanya Aaron sambil merangkul bahu Aarav. Membawanya ke dalam
"Cap ... cay?" ucap Aarav ragu. Setelah berpikir keras memunculkan nama menu itu dari otaknya.
Aaron menutup pintu, "Okay!" jawabnya menyanggupi permintaan saudaranya tersebut.
~
Frey dan Keenan berjalan beriringan. Menikmati semilir angin sore yang tak terlalu kuat.
"Hahh ..., mereka ngapain ya pas nggak ada kita?" tanya Frey penasaran. Sepertinya perempuan satu itu selalu penasaran pada setiap jengkal kehidupan ehem, calon masa depannya.
Keenan mengedikkan bahunya, "Entah, yang pasti Aaron jagain Aarav kan?"
"Yang itu pasti. Maksudku seandainya kita nggak main ke rumah mereka, sesepi apa coba?" jelas Frey. Mengingat Aaron dan Aarav yang sekarang adalah sosok yang pendiam.
"Iya sih. Aku ...." Keenan menunduk, meremas tangannya pelan, "Kangen sama Aarav yang dulu."
Frey menoleh, "Sama ..., karena itu, kata Aaron keadaannya membaik akhir-akhir ini. Kita harus bantu supaya dia cepat sembuh."
Keenan mengangguk yaki., "Iya!"
"Ngomong-ngomong Aku udah penasaran banget dari dulu." Frey berhenti, menatap Keenan penuh selidik, "Nan, kamu suka Aarav ya?"
"Eh!" yang ditanyai jelas terkejut, wajahnya memerah, "Ta-tau dari mana? Nggak kok!" Keenan mengibaskan tangannya. Menyangkal tuduhan Frey yang malah membuat Frey semakin yakin tuduhannya itu benar adanya.
Frey memicingkan mata menatap Keenan, menggoda, "Masa? Terus itu kenapa mukanya merah?"
Keenan membuang muka, "Ya Aku cuma suka sebagai sahabat! Udah itu doang!" ucap Keenan berusaha meyakinkan.
"Jujur aja napa sih! Nggak papa, Aku juga suka sama Aaron soalnya." ucap Frey santai.
Keenan menganga, "Hehh ..., kamu tuh jujur banget ya!"
"Kan emang nggak boleh bohong!" ujar Frey.
Keenan melotot, "Ya tapi nggak usah jujur banget napa?"
"Nggak boleh?" tanya Frey, ia menatap Keenan polos, penasaran.
"Bukan gitu tapi arrgghh!" Keenan mengacak rambutnya kesal, "Pusing Aku sama kamu beneran!"
Frey tertawa pelan, "Tu Kakakmu datang!" Frey menunjuk ke arah mobil yang baru saja menepi.
Aziel menurunkan kaca jendela mobil, "Keenan! Kemana aja bocah! Dicariin ke rumah Aaron katanya udah pulang! Capek nyariin! Noh Bunda di rumah udah marah-marah!" cerocos Aziel panjang lebar. Tanpa salam atau permisi sama sekali, langsung to the point.
"Ya nyantai kali! Nggak usah ngegas!" Keenan memutar bola matanya malas.
"Buruan masuk!" perintah Aziel, "Eh baru nyadar ada Frey."
Frey tersenyum, "Hai Kak!"
"Mau bareng?" tawar Aziel.
"Nggak usah Kak, Aku naik taksi aja." tolak Frey halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Teen FictionApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...