ENIGMA 36 ~DROP~

13 2 0
                                    

Happy Reading!

Aarav berjalan keluar dari kamarnya, dadanya sesak. Raut penuh kekhawatiran itu menghiasi wajahnya.

"Ka-kak ... mana ...?" Aarav tertatih menuruni tangga.

"Den Aarav mau kemana?" tanya Bibi, ia sedang menyapu ruang tengah.

Aarav menghiraukan pertanyaan Bibi, sekarang pikirannya sedang kalut, ditambah rasa sakit yang mendera di dadanya.

"Ka-kakak!" teriak Aarav, memanggil Kakak sekaligus saudara kembarnya. Berharap akan sahutan.

"Den Aaron masih keluar sama temannya, mungkin sebentar lagi pulang ...." jelas Bibi, ia mendengar Aarav yang terus memanggil nama Aaron membuatnya paham.

Aarav menggelengkan kepalanya kuat-kuat, badannya gemetar hebat. Ia segera berlari turun dari tangga, "Ka-kakak ...!!!"

Bibi terkejut, ia segera meletakkan sapunya, "Aden?!" teriak Bibi panik. "Aden mau kemana? Jangan keluar!"

"Kakak! Kakak!" tubuh Aarav luruh, air matanya mengalir deras, "Kak ...,"

Bibi menatap Aarav khawatir, "Aden, Aden kenapa?" tanya Bibi lembut dari jarak yang tidak terlalu jauh.

"Ka-kak ..., d-darah ... banyak ...." ucap Aarav terbata, wajahnya pucat pasi, bibirnya gemetar.

Bibi terdiam, berusaha mencerna perkataan Aarav.

"Kakak ...," panggil Aarav lirih.

BRAK!

Pintu dibuka paksa, membuat Aarav sontak mendongak.

"Ka-kakak ...?"

Ezra berdiri di tengah ruang tamu, menetralkan nafasnya, matanya sembab, ia tampak sangat kacau.

"Aarav ...." panggil Ezra kelu.

Aarav menatap Ezra, terlihat beberapa bercak darah di bajunya, "K-kak Aaron? Ma-na ...?" hatinya porak poranda, firasat buruknya semakin menguat.

Ezra mengusap wajahnya kasar, suara Aarav yang bergetar membuat Ezra semakin merasa bersalah. Ia berlari, memeluk Aarav. Mereka sama-sama terluka.

"Maafin kami ...," ucap Ezra, ia kembali menangis, "Maaf Rav ..., kami minta maaf ...." Ezra memeluk Aarav kuat, ia tumpahkan seluruh air matanya di pundak Aarav.

Aarav mematung, "Ke-kenapa ...? K-kakak ... mana ...?" tanya Aarav, netranya menatap pintu yang terbuka, hampa.

"A-Aaron ..., Aaron ...." Ezra tergugu, lidahnya kelu, ia tak sanggup mengatakannya.

"Kakak ... da-rah ...." nafasnya tak beraturan, dadanya semakin sakit, nyeri. Di hadapannya terlihat kakaknya yang berlumuran darah. Aarav mematung, air matanya terus mengalir, "Ka-kakak ...." panggilnya lirih, sebelum semuanya gelap.

"AARAV?!" pekik Ezra histeris.

~

Sudah tiga minggu berlalu setelah kematian Aaron. Suasana masih suram, terlebih Aarav yang terbaring kembali di brankar rumah sakit, koma.

Frey menatap Aarav nanar, tubuh ringkih itu pucat. Selang-selang, dan alat medis terpasang lengkap di tubuh Aarav.

"Hei Rav ...," Frey menggenggam tangan Aarav gemetar, "Sudah tiga minggu kau tidur ..., kau pasti lelah ya selama ini ...." setetes air mata lolos dari sudut mata Frey, "Istirahatalah ..., kau boleh istirahat selama yang kau mau. Tapi ...," lidah Frey kelu, bahunya bergetar hebat, "Ka-kami mohon ..., kembalilah ..., kami mohon ...." tangis Frey pecah, ia terisak pelan. "Jangan, jangan pergi ..., jangan tinggalkan kami .... Cukup Aaron, jangan kamu ..., Aku mohon ...."

Por Trás Da Cena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang