Happy Reading!
Malam itu terlihat cerah, bulan purnama bersinar terang. sudah lewat beberapa minggu setelah kasus penculikan Aarav.
Aarav mengetuk-ngetuk jendela kamarnya pelan, ia menyandarkan kepalanya ke kaca jendela. Sesekali ia membuat uap dengan nafasnya. Bibirnya bergerak, seperti mengucapkan sesuatu, bergumam tak jelas.
Hingga tiba-tiba tubuh Aarav menegang, netranya menangkap sosok lelaki berpakaian hitam, persis seperti orang yang kemarin menculiknya. Lelaki itu menodongkan pisaunya, berjalan mendekat.
Aarav tersentak mundur, tubuhnya gemetar hebat. Aarav tersandung, lututnya masih sakit.
"J-jangan ... b-ber-henti!" Aarav memundurkan tubuhnya, wajahnya pucat pasi.
Lelaki itu berjalan perlahan mendekatinya, sangat pelan.
Aarav berusaha menjauh. "Berhenti ...," Aarav terpojok, ia sudah tak bisa menghindar lagi.
"J-jangan ... hentik—"
Lelaki itu menyentuh lengan Aarav pelan.
"AARRGGHH!!!" sesak, nafas Aarav tersengal-sengal, tangannya menjambak rambutnya sendiri kasar.
"Hah ..., hah ..., hentikan!!" Aarav menggigit tangannya, berdarah.
Ia terus menyakiti dirinya. Berusaha menghilangkan bayang-bayang itu dari dalam kepalanya.
"AARAV!" pekik Aaron langsung masuk ke kamar Aarav begitu mendengar suara teriakan.
Aaron terkejut melihat darah mengalir dari tangan Aarav.
"Aarav, tenang dulu ... Aarav ...." Aaron berusaha menghentikan tindakan Aarav yang menyakiti dirinya sendiri.
Aarav berontak, tangannya tak sengaja memukul Aaron kuat. Tepat di bagian wajah, hidungnya.
Aaron terdorong ke belakang, ia menyeka hidungnya sebentar.
"Darah?" tangannya terkena darah, ia mimisan akibat pukulan Aarav yang kuat.
Aaron tak mempedulikannya, ia segera memeluk Aarav. "Tenang Aarav ... tenang .... Ini kakak ...."
"K-kakak ...," Aarav berhenti memberontak, tergugu dalam pelukan Aaron.
"Iya ini Kakak, nggak papa, ada Kakak disini ...," Aaron mengelus punggung Aarav pelan, sesekali ia mengecup puncak kepala Aarav, menyalurkan ketenangan.
"Ngghh ...," Aarav memeluk kakaknya erat, mencari ketenangan.
Tangan Aaron menutup hidungnya yang masih mengucurkan darah. Menghentikan pendarahannya.
"Iya, nggak papa. Kakak ... nggak akan biarin mereka melukai Aarav." ucap Aaron sambil memejamkan matanya.
Mereka berdua saling mencari ketenangan, satu sama lain. Menjadi sandaran sesamanya.
~
Tak terasa sudah berlalu satu bulan, Aaron termenung di ruang tengah, menatap layar laptopnya hampa. Sesekali jarinya menari di atas keyboard, dan mulutnya menyesap teh hangat. Pikirannya lumayan rileks, tak kacau seperti waktu-waktu kemarin.
"Konsulnya lama juga ya?" Aaron menatap jam di laptopnya, "Hah ..., lagi-lagi kondisinya memburuk."
-FLASHBACK-
Siang itu Aaron berencana keluar sebentar, meninggalkan Aarav yang sedang tertidur, sendiri di Rumah sakit.
Aarav mengerjapkan matanya. "K-kaka ...," netranya menangkap sosok asing berseragam perawat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Ficțiune adolescențiApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...