ENIGMA 18 ~LOCKER~

10 3 0
                                    

Happy Reading!

Aaron terlelap di sofa ruang tengah, matanya sembab. Raut wajahnya lelah, dua hari ini ia sudah menguras tenaga dan pikirannya.

Frey menyelimuti Aaron pelan, berusaha tidak mengusik istirahat si pemilik rumah mewah itu.

"Dia tidur?" Gio mendudukkan dirinya di sofa, menatap Aaron yang terlelap.

"Iya, dia belum tidur sama sekali dari kemarin," jelas Frey pelan, tangannya bergerak lembut, membelai kepala Aaron.

"Biarkan saja dulu, dia butuh istirahat untuk menenangkan diri," sahut Cakra yang muncul dari ruang tamu.

Frey mengangguk. "Hmm," ia kembali menatap Aaron, "Sebaiknya kita harus menemukan Aarav secepatnya, demi kebaikan Aarav ataupun Aaron sendiri."

"Yahh, mereka nggak bisa dipisahkan. Salah satu atau keduanya pasti menderita banget nantinya," Ezra menghela nafas, ia ikut memandang Aaron.

"Eh, Aku harus pulang dulu, Mama udah ngomel," Cakra bangkit, ia memakai jaketnya.

"Ya, sana pulang. Mamamu nyeremin kalau marah," ucap Ezra sembari pura-pura bergidik ngeri.

Cakra mendelik. "Aku bilangin ntar."

"Dih ngaduan," cibir Ezra.

"Dah ya, Aku bantu cari dari rumah sebisaku," pamit Cakra. Disahut mereka bertiga yang mengangguk.

Sepeninggal Cakra ruang tengah itu hening, mereka semua tengah sibuk bergelut dengan pikirannya masing-masing.

"Hey, kalian ... curiga nggak, kalau ini ada kaitannya dengan kematian Keenan?" tanya Gio tiba-tiba.

Ezra mengernyit. "Maksudnya?"

Gio menegakkan punggungnya. "Yah ..., kalian tahu sendirikan, dia gitu-gitu banyak yang suka, dan dapat dipastikan rumor tentang Aarav juga udah kesebar sekarang."

Ezra dan Frey masih menatap Gio bingung.

"Maksudku, apa mungkin ... orang yang menculik Aarav salah satu dari mereka?" lanjut Gio sedikit ragu.

"Ah, Aku juga sempat berpikir seperti itu, tapi Aku ragu." Frey menunduk, ia menautkan jari-jemarinya. "Ehm, dan lagi ..., orang yang menculik Aarav ada kemungkinan untuk balas dendam, 'kan? Aku takut Aarav disiksa."

Ezra mengangguk-anggukkan kepalanya. "Eh, salah nggak sih, kalau Aku nuduh kakaknya Keenan, err ... siapa namanya? Aziel? Secara dia kan kemarin kelihatan marah banget."

"Maksudmu yang mengambil Aarav dariku itu ... Aziel?" tanpa diduga si pemilik rumah yang tadinya terlelap itu kembali bangun. Aaron menatap Ezra penuh intimidasi, terlihat dari sorot matanya rasa benci dan marah yang membara.

Ezra tersentak. "Eh, bukan Ron, itu cuma perkiraan aja. Ya liar banget pikiranku, kebanyakan film. Tapi cuma kemungkinan kecil kok, kecil banget malah," ucap Ezra gelagapan.

Aaron tak menghiraukan ucapan Ezra, ia bergegas mengambil jaketnya, berlari keluar. "Aziel ...." gumam Aaron penuh emosi.

"Aaron!" Frey berlari menyusul Aaron, "Tunggu Ron! Hei dengerin dulu!" Frey menghadang jalan Aaron. "Kamu mau kemana? Jangan nurutin amarahmu! Gimana kalo ternyata kaka Aziel nggak salah?!"

"Minggir Frey!" Aaron menatap tajam Frey.

"Nggak akan!" Frey balas menatap Aaron tajam.

"AKU BILANG MINGGIR FREY!" Aaron mendorong Frey ke samping, ia bergegas keluar.

Gio menahan Frey yang hampir terjatuh. "Hey! Aaron! Berhenti Ron!" teriak Gio.

Aaron seakan tuli, ia segera menaiki motor, pergi.

Por Trás Da Cena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang