Happy Reading!
Cakra memakan sarapannya lesu, wajah pucatnya terlihat tak bergairah. Bak mayat hidup di film-film aksi.
Hening, ruang makan itu hening. Bahkan angin pun seakan enggan berlalu disana.
Mama menatap Cakra khawatir. "Ravy, ada masalah apa? Kamu akhir-akhir ini jadi pendiem banget lho ..., nggak kayak biasanya."
"Nggak apa-apa Ma." Cakra tersenyum tipis, meletakkan sendoknya, lantas bangkit. "Aku berangkat dulu." pamit Cakra seramah mungkin pada Mamanya.
"iya." Mama beralih pada papa yang menyesap teh hangatnya tenang. "Pa, Ravy kenapa? Kayak ada sesuatu yang ditutup-tutupin nggak sih?" tanya Mama khawatir.
Papa tersenyum, sudah menduga istrinya itu akan menanyakannya. "Ya biasa kan, anak seusianya pasti punya dunia sendiri."
"Iya ..., tapi,"
"Mama cuma terlalu khawatir aja, biarin aja dulu. Nanti juga kembali kayak biasanya," ucap papa meyakinkan.
Mama menatap papa, masih agak ragu setelah mendengar penjelasan Papa. "Gitu ya?"
Papa mengangguk. "Iya, udah ya Ma ..., Papa berangkat dulu."
"Iya Pa, hati-hati."
~
Aarav tampak kacau, surai hitamnya acak-acakan. Manik kelamnya terlihat sayu. Ditambah lebam yang menghiasi wajah pucatnya, lengkap sudah.
Aaron menghela nafas, ia baru saja mengganti bunga di vas. "Aar, mau keluar?" tawarnya. Entah sudah berapa kali ia menanyakan hal itu pada Aarav akhir-akhir ini. Dikarenakan saudara kembarnya itu menolak keluar kamar.
Aarav menggeleng pelan.
"Mau kubuatkan sesuatu? Pie mungkin?" tawar Aaron lagi.
Aarav tetap menggeleng.
Aaron kembali menghela nafas, ia duduk di sebelah Aarav. "Jangan gitu ..., sini cerita sama Kakak."
"Kee ...." Aarav menyandarkan kepalanya ke bahu Aaron.
Aaron mengelus kepala Aarav pelan, "Dia nggak papa kok, jangan khawatir ..., dia sudah senang di sana, pasti dia udah punya temen baru yang baik. Jadi, jangan sedih lagi ya?"
"Humm ...."
"Mau es krim? Kakak ambilkan." Aaron tersenyum menenangkan.
Aarav mengangguk. Setelah sekian kali ia menolak tawaran Aaron, kali ini ia menurut. "I-ya."
Aaron bangkit, ia mengambil es krim dari kulkas, menyendok beberapa scoop, kemudian meletakkannya di mangkok kecil. Tangannya bergerak menutup lemari es. Aaron tersenyum miris menatap pantulan dirinya di pintu lemari es yang masih mengkilap, termenung.
Aaron mengerjapkan matanya, tidak, ia tidak boleh ikut terpuruk. Ia harus bahagia untuk membahagiakan Aarav.
"Ini." Aaron kembali duduk di sebelah Aarav.
Aarav mengambil es krim dari tangan Aaron, lantas menyendokkannya ke dalam mulut.
Aaron tersenyum, tangannya terulur merapikan rambut Aarav yang berantakan. Terlihat sedikit panjang. Mungkin memang sudah waktunya dipotong. "Kamu berantakan, nggak kayak biasanya."
Aarav menoleh. "Ng-gak ... suka ... Kakak?" tanya Aarav pelan.
"Bukan nggak suka, tapi Kakak lebih suka kalau kamu rapi ...." jelas Aaron.
"Ooo ...." Aarav mengangguk paham.
"Es krimnya cair lho, Kakak suapin mau?"
"Bo-leh ...?" Aarav menatap Aaron, sedikit ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
أدب المراهقينApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...
![Por Trás Da Cena [END]](https://img.wattpad.com/cover/258584310-64-k148087.jpg)