ENIGMA 27 ~TOGETHERNESS~

5 0 0
                                    

Happy Reading!

Gelap, hanya ada secercah cahaya yang masuk melalui celah-celah retakan di tembok.

Seseorang masuk ke dalam ruangan itu, menggunakan pakaian berwarna gelap.

“Apa ada yang ingin kau laporkan?” tanya seseorang yang duduk di kursi, membelakangi orang yang baru saja masuk. Tangannya memainkan sebuah pisau.

Orang itu menunduk, “Sebelumnya, maaf mengganggu istirahat Tuan. Orang itu sepertinya dalam kebimbangan hendak menghianati Tuan atau tidak. Dia menyetujui kerja sama dengan Aziel Emilio. Dan dua hari dari sekarang, dia akan membeberkan identitas Tuan. Jika tidak, Aziel akan menyerahkan bukti kejahatannya pada pihak kepolisian.” Jelas orang itu tanpa jeda.

“Wah ....” orang yang dipanggil Tuan itu menyeringai, “Enaknya, harus ku apakan dia?” ia menatap pisau yang berada di tangannya, berpikir.

“Jika berkenan, saya yang akan memberinya pelajaran Tuan.” Orang itu masih menunduk, mencoba menawarkan diri.

“Jangan ..., akhir-akhir ini Aku sedang bosan, tidak ada yang seru. Jadi, biarkan Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran.” Lelaki itu terkekeh pelan, “Kau, pergilah! Kembali ke posisimu.”

Orang itu membungkukkan badannya, hormat, “Baik Tuan.”

Lelaki itu menyeringai, terkekeh pelan.

“Hah ..., padahal Aku sudah berniat membantumu lho! Andai kau mau menunggu sebentar lagi.” Monolog Lelaki itu, tangannya menyentuh ujung pisau, “Dasar tidak sabaran! Sekarang, kau yang akan membayar kebodohanmu Ravindra Cakra Adhinata ....”

~

Langit berwarna jingga, memberi kesan indah untuk sore itu.

Aaron dan Aarav terlihat sibuk di dapur, di dekat mereka ada tepung, dan alat masak lainnya.

Aarav membentuk adonan pie apel itu di meja, sesekali memainkannya.

Aaron memasukkan loyang yang sudah terisi ke dalam oven.

“Selesai ....” Aaron meregangkan badannya, pegal. “Kau buat apa Aar?” tanya Aaron memperhatikan adonan yang berada di tangan Aarav.

“Emm,” Aarav tampak berpikir, “Bo-la? Lucu ....” Aarav menunjukkan adonan yang sudah berbentuk bulat.

Aaron tersenyum eye smile khasnya, “Iya, sepertimu ....”

“Heung ...?”

Aaron ikut duduk di samping Aarav, mengambil adonan yang belum di bentuk.

“Bola ... b-besar ....” gumam Aarav.

“Huum! Kalau Kakak buat bunga bagaimana?” tawar Aaron, ia membentuk adonan itu menjadi bunga kecil. “Seperti ini, Cobalah!” Aaron meletakkan adonan yang sudah berbentuk itu di atas loyang.

Aarav menangguk, ia ikut membuat, “Ini!” tunjuk Aarav ceria.

“Haha! Jadinya lucu. Taruh saja di loyang.” Aaron tertawa, melihat bentuk bunga Aarav yang berantakan.

Aarav menaruhnya di loyang, tersenyum lebar.

“Hei Aar ...,” panggil Aaron.

“Hmm?” Aarav menoleh, menatap Kakaknya.

Aaron tersenyum “Apapun yang terjadi ..., tetaplah tersenyum ya!:

“K-kenapa?” tanya Aarav bingung.

“Kakak suka melihat senyummu!” Aaron menatap Aarav, bahagia.

Aarav mengangguk, ia tersenyum lebar, menampilkan gigi putihnya yang berderet rapi, “Iya!”

Por Trás Da Cena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang