ENIGMA 29 ~MURDER~

7 0 0
                                        

Happy Reading!

Cakra mematung, jantungnya berdegup kencang, wajahnya pias, seakan melihat penampakan.

“K-kenapa ... kau disini, Eren?” tanya Cakra gugup, ia meremas tangannya kuat.

Eren tersenyum tipis.

Cakra tersentak, “Mama ...? Dimana Mamaku?!” teriak Cakra histeris, “Kau apakan Mama?! Kenapa Mama tidak ada di rumah?” Cakra menatap tajam Eren, ia hendak melayangkan pukulan.

“Hei hei, tenanglah ..., ibumu itu cuma keluar untuk pergi belanja. Aku bahkan tidak menyentuhnya seujung rambut pun, karena tujuanku kesini itu, kamu ....” jelas Eren santai, ia bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Cakra.

DEGH!

“A-apa ... yang kau inginkan?” langkah Cakra terhenti, ia mundur perlahan, keringat dingin mulai menetes. Ah, sedetik kemudian Cakra kembali dengan wajah piasnya.

Eren tersenyum manis, “Kau masih ingat bukan? Isi perjanjian kerja sama sama ....”

“I-iya ....” Cakra meneguk ludahnya, gugup.

“Aku akan membantumu balas dendam, serta menghapus segala jejaknya. Dengan syarat, kau berjanji merahasiakan semuanya, termasuk ‘identitasku’. Dan jika kau berkhianat, maka Aku sendiri yang akan menghabisimu.” Eren mengulang perkataannya tempo hari, terkekeh pelan.

Cakra terdiam, ia meremas tangannya, berusaha menetralisir rasa takut.

Eren kembali mendekati Cakra, dengan senyum di wajahnya tidak luntur. Ia menatap Cakra dingin, “Tapi, sepertinya kau memilih berkhianat ya rupanya?”

“B-bukan, Aku tidak pernah berkhianat!” sanggah Cakra cepat.

“Ooo, lalu apa saja yang kau bicarakan dengan Aziel?” tanya Eren santai.

Cakra tersentak mundur, terkejut.

“Tak perlu kaget begitu, bukankah Aku sudah memperingatkanmu, kalau Aku mempunyai banyak mata? Tapi nyatanya, kau cukup berani melakukannya.” Eren tersenyum manis.

Cakra mundur perlahan, bukan senyum yang ia lihat, tapi sebuah seringai.

“Aku tidak pernah membeberkan identitasmu! Sungguh!” elak Cakra, berusaha membela diri.

“Memang, karena kau, hanya ‘belum’ mau melakukannya, bukan? Yang berarti, kau akan melakukannya.” Nada dingin itu menusuk, aura hitam pekat begitu terasa.

Cakra gemetar hebat, takut, “Ti-tidak ....”

Eren tersenyum, “Kenapa kau gemetar? Kalau kau memang tidak berniat melakukannya,harusnya kau tidak perlu takut, iya kan?” Eren menyentuh, bahu Cakra pelan, “Justru, jika kau takut seperti itu, malah membuatku semakin yakin kalau kau benar akan melakukannya.”

Bagai tersengat listrik, Cakra tersentak, saat tangan kanan Eren menyentuh bahunya, “Ti-bukan!”

“Aarghh!” Cakra menyentuh perutnya, nyeri, ia merosot perlahan. Eren memukulnya tepat di ulu hati, lantas membantingnya ke tembok, kuat.

“Apakah sakit? Sekarang kau tahu bagaimana rasanya menjadi Aarav bukan?” Eren memandang Cakra datar.

Cakra mendongak menatap Eren tak percaya, “K-kau ....”

“Aku memang membencinya, tapi ..., melihatnya dicelakai oleh temannya sendiri membuatku sedikit, iba.” Eren tersenyum, mengejek.

Cakra menatap Eren tajam, benci.

“Ah iya, Aku hampir lupa.” Eren menjentikkan jarinya, “Sebentar lagi ibumu pasti pulang, ya? Aku punya hadiah bagus untuknya ....” Eren menyeringai, ia merogoh sesuatu dari kantong jaketnya.

Por Trás Da Cena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang