Happy Reading!
Lelaki itu memandang langit melalui balkon kamarnya, menghembuskan nafas pelan. Menikmati sejuknya udara malam. Meski sesekali membuatnya menggigil.
“Jadi …, mereka sudah menemukan Aarav ya? Sayang sekali …, Aziel, orang itu ternyata lebih berbahaya dari dugaanku. Tapi, apa ‘dia’ sudah menyadarinya juga? Aku tak mau mengotori tanganku untuk menyingkirkan saksi. Tapi …,” lelaki itu menumpu wajahnya dengan satu tangannya. “Jika dia memang punya bukti, kenapa dia tidak melaporkanku? Orang itu …,” lelaki itu berbalik, masuk ke dalam kamar, “punya tujuan lain,” batinnya.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan masuk, tangan lelaki itu cepat membukanya.
Aziel:
Temui aku di café xxx, siang nanti. kutunggu ….
09.45 send
Lelaki itu meremas ponselnya, “Orang ini ….”
~
Aarav membuka matanya perlahan, menatap langit berwarna biru cerah, hampa. Ia bisa merasakan semilir angin menerpa wajahnya. Menyentuhnya lembut.
“S-sakit …,” ucap Aarav dalam hati. “Ka-kakak … dimana? Aku …, Aku takut …. Benci, me-reka jahat ….”
“Aarav ….”
Suara lembut itu tertangkap indra pendengaran Aarav, memberi sedikit ketenangan.
Aarav berusaha bangkit, menahan rasa sakit. Netranya menatap sekitar. “S-siapa?”
“Di sini …, Aarav,” suara itu kembali terdengar.
Aarav berbalik, terpaku, menatap sosok yang selama ini ia rindukan. Sangat-sangat ia dan kakaknya rindukan
“Ma-ma?” panggil Aarav tak percaya.
Wanita itu mengangguk, tersenyum hangat. Sangat cantik dimata Aarav.
Aarav bangkit, berlari memeluk Mama erat. “Mama! K-kangen …,” Aarav terisak, ia tak peduli rasa nyeri yang mendera tubuhnya.
Mama membalas pelukan Aarav, mengecup puncak kepala Aarav, penuh kasih sayang.
“Mama juga kangen banget sama Aarav, sama kak Aaron juga …. Maaf ya, sudah ninggalin kalian sendiri. Mama minta maaf …,” Mama membelai puncak kepala Aarav, menenangkan.
Aarav menggeleng, isakannya semakin keras. “Ma …, Aarav benci …, mereka jahat ke Aarav, mereka nyakitin Aarav!”
“Tak apa, suatu saat nanti, mereka akan mendapat balasannya sendiri. Karena itu, Aarav nggak boleh ikutan jadi jahat …. Barang siapa menanam, maka akan memetik kemudian …,” Mama masih setia membelai kepala Aarav, memberi nasihat. Benar-benar sosok ibu.
Aarav mendongak, menatap manik Mamanya. “Ma … Aarav nggak boleh ikut Mama? Aarav lelah ….”
Mama menyeka air mata Aarav lembut. Menyalurkan kehangatan di setiap sentuhannya “Lalu, Kak Aaron gimana?”
Aarav terdiam, berpikir sejenak. “Tapi …, kak Aaron punya banyak teman …, kan?”
Mama tersenyum hangat. “Aarav nggak boleh egois …. Kamu mau menyerah sekarang? Lalu ninggalin mereka yang berjuang mati-matian di sana buat Aarav? Aarav tega?”
Aarav menunduk, ia menggeleng, ragu.
“Karena itu, Aarav kembali, ya? Temani Kak Aaron, dia pasti kesepian waktu nggak ada Aarav. Ya? Aarav mau kan?” Mama menyejajarkan tingginya dengan Aarav, menatap manik Aarav dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Fiksi RemajaApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...