Happy Reading!
Malam itu Aarav masih terjaga, menahan rasa nyeri di sekujur tubuhnya. Aarav sudah lelah menangis, bahkan air matanya tidak bisa menetes lagi. Bernafas saja sudah cukup menyulitkannya.
Lelaki berpakaian hitam-hitam itu masuk ke dalam gudang, menutup pintunya cekatan. Ia menarik Aarav kasar, lantas membantingnya ke dinding.
Aarav tanpa sadar menggigit lidahnya menahan sakit, ia sudah lelah harus menanggapi orang yang menyiksanya. Aarav tergeletak bersandar dinding tak berdaya.
Lelaki itu menarik rambut Aarav, membuat Aarav mendongak, menarik lakban yang menutup mulut Aarav, kasar.
"Kau nggak coba buat kabur lagi, kan?" tanyanya.
Aarav menggeleng pelan. Sangat pelan.
"Bohong!" tangan Lelaki itu melayang, menampar kuat pipi kiri Aarav. Membuatnya tersentak.
Aarav tetap kukuh menggeleng.
"Bohong!" lelaki itu kembali menampar Aarav. Tapi, lagi-lagi Aarav menggeleng. Lelaki itu terus mengulang pertanyaannya beberapa kali, dan beberapa kali pula pipi Aarav ditampar.
"Aku tanya sekali lagi, kamu nyoba kabur lagi kan?" Lelaki itu mencengkeram kuat rahang Aarav.
Aarav membuka mulutnya, apa yang ia lakukan selanjutnya membuat lelaki itu kaget. Ia menggigit tangan Lelaki itu kuat.
Lelaki itu tersentak. "Lepas sialan!" ia menarik tangannya, darah menetes dari tangannya yang tergores gigi taring Aarav.
"Ck! Sialan!" Lelaki itu menendang Aarav kuat, membuatnya kembali tersungkur di lantai gudang. "Berani ya kamu sekarang?! Sial, mood-ku lagi hancur! Jangan membuatku bertambah kesal!" lelaki itu menginjak dada Aarav kuat.
Aarav terbatuk, darahnya terciprat keluar, mengenai lantai gudang yang kotor, dadanya sesak.
"Oh ...," lelaki itu tersenyum sinis, ia berjalan mengambil minuman beralkohol yang tadi sempat ia beli. "Ngomong-ngomong, kamu haus kan?" Lelaki itu membuka botolnya, lantas berjongkok di depan Aarav. "Aku nggak tahu rasanya, mungkin enak." Lelaki itu menarik rahang Aarav kasar, memaksa Aarav meminumnya.
Aarav tersentak, ia berontak sekuat tenaga, ia menolak meminum minuman laknat itu. Membuat beberapa cairan berbau tajam itu terbuang sia-sia.
"Akh!" Aarav tersedak, sekuat apa pun ia menolak, minuman itu tetap tertelan. Aarav menolehkan kepalanya, ia berusaha lepas. Kepalanya membentur dinding di belakangnya, Aarav hendak memuntahkan alkoholnya. Sungguh, minuman itu membuatnya mual.
Tapi naasnya, tangan lelaki itu cekatan membekap mulut Aarav. "Minum! Jangan dimuntahkan!" perintah Lelaki itu dingin, tangan kirinya bergerak hendak mencekik leher Aarav kuat. "Aku akan benar-benar akan membunuhmu jika kau berani melakukannya," ancam lelaki itu.
Aarav mati-matian menahan mual di perutnya, tubuhnya gemetar hebat, ia terisak pelan. Diikuti pandangannya yang memudar serta kepalanya pusing.
Lelaki itu tersenyum miring. "Anak pintar," ia melepaskan bekapan di mulut Aarav, begitu juga tangan kirinya yang ditarik kembali, tidak jadi mencekiknya. "Rasanya enak bukan?"
Wajah Aarav mulai memerah, efek alkohol itu mulai terlihat. "I-ya ...."
"Jangan kabur lagi, ya?" lelaki itu mengelus kepala Aarav pelan.
"Nggh ...," Aarav terjatuh, pingsan.
~
Kamar bernuansa abu-abu itu hening, hanya terdengar suara ketikan keyboard laptop yang memenuhi ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Teen FictionApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...