Happy Reading!
Aaron membenarkan selimut Aarav, ia menatap Adiknya sendu. Sepertinya kematian Keenan benar-benar membuat kondisi Aarav memburuk. Baik mental atau fisiknya yang sama-sama lemah.
"Dia menangis semalaman, Aku benar-benar merasa bersalah ...." batin Aaron. Tangannya bergerak mengusap kepala Aarav lembut. "Selamat beristirahat Adikku ...." Aaron bangkit, ia turun menuju dapur.
"Oh, sudah bangun?" tanya Gio yang tengah memasak.
Aaron mengangguk, "Hmm." Netranya memperhatikan sekitar, "Yang lain mana?"
"Ezra kusuruh keluar ke minimarket, Frey sudah pulang dari semalam karena tidak boleh menginap, Ezra yang mengantarnya," jelas Gio.
"Maaf, kalian sampai menginap seperti ini. Maaf, Aku benar-benar merepotkan ...," Aaron menunduk.
Gio menggeleng, "Yah, sepertinya benar kata Ezra, rumah ini sudah seperti rumahku sendiri, rasanya nyaman."
"Begitukah? Senang mendengarnya." Aaron tersenyum, wajahnya sudah tidak semurung tadi.
Ezra masuk membawa kantong plastik berisi belanjaan. Lumayan banyak, entah memang pesanan Gio sebanyak itu atau jajanan miliknya yang memenuhi tempat. "Hola duniaaa! Oh, Bos, sudah bangun?"
"Hmm."
"Aarav masih tidur ya?" tanya Ezra saat netranya tak melihat kehadiran Aarav di sana.
Aaron mengangguk. "Dia baru bisa tidur tadi pagi sekitar jam tiga," jelas Aaron lirih.
"Ahh ...." Ezra mengangguk paham.
"Apa dia mimpi buruk?" tanya Gio, meski dengan nada datar, tersirat kekhawatiran disana.
Aaron tampak berpikir. "Sepertinya iya, raut wajahnya tampak ketakutan, tubuhnya juga gemetar hebat ... Aku, takut," Aaron menunduk. "Bagaimanapun juga, kematian Keenan ada kaitannya denganku dan Aarav ...."
"Sudah kubilang kalian tidak salah apa-apa bukan? lagi pula tidak ada saksi yang melihat kejadian aslinya, CCTV pun tidak ada. Tuduhan itu tak akan pernah berlaku hanya karena Aarav satu-satunya yang ada di sana. Hal ini murni kecelakaan," ucap Gio tegas, ia tampak tak suka melihat Aaron maupun Aarav menyalahkan diri mereka sendiri.
Aaron masih menunduk, "Tapi tetap saja ...."
"Apa pun yang terjadi, Aku tak akan membiarkan siapa pun menuntutmu ataupun Aarav. tidak seorang pun ...."
Ezra mengangguk setuju. "Begitu juga Aku!"
"Kalian ... terima kasih ...." Aaron tersenyum tipis.
BRAK!
Suara pintu dibanting itu terdengar jelas, membuat ketiga orang itu menoleh.
"DIMANA KAU? PEMBUNUH! TUNJUKKAN DIRIMU!" Aziel mengamuk, ia masuk ke ruang tamu setelah merusak pintu.
Aaron menoleh, menatap Ezra dan Gio bergantian. "Si-siapa?"
"Biar kuperiksa." Ezra berlari ke ruang tamu, menatap Aziel bingung. Pasalnya ia tak pernah merasa kenal dengan orang di depannya itu. "Siapa kau?"
"Oh, kenapa malah kau yang keluar! Aku kemari mencari pembunuh Adikku!" ucap Aziel lantang.
"Tidak ada yang membunuh adikmu!" bantah Gio.
"Hmm, begitukah?" Aziel menyeringai. "Ah, apa kau orang yang membunuh adikku?" Aziel menunjuk Aaron yang berada di belakang Gio. "Tapi kudengar dia gila. Jadi, itu mungkin kembaranmu? Apa Aku benar? Siapa namanya? Aarav?" tanya Aziel remeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Novela JuvenilApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...