ENIGMA 11 ~TRAGEDY~

15 6 0
                                    

Happy Reading!

Keenan berlari turun dari kamar, ia menghampiri Bunda yang berada di dapur. Siap dengan wajah sumringah khasnya. Aih, dia memang selalu begitu.

"Pagi Bunda!" sapa Keenan ceria.

"Jangan lari-lari! Kamu itu perempuan!" omel Bunda yang sedang membersihkan dapur. Selesai mengiapkan sarapan.

Keenan mengernyit, tak paham, "Terus kalau perempuan nggak boleh lari?"

"Ya ... maksud Bunda ..., terserah deh Bunda pusing ngomong sama kamu. Itu sarapannya." Bunda menunjuk roti bakar selai coklat yang berada di meja.

Keenan mengangguk, ia menarik kursi. Keenan meminum susunya, "Udah ya Bun, Aku pergi dulu!" ujarnya sambil membungkus roti coklatnya dengan tissue. Lalu pergi dari sana.

"Eits, mau kemana?" Aziel yang tiba-tiba datang menghadang jalan.

"Apaan sih? Minggir nggak!" Keenan menatap Kakaknya kesal.

Aziel tetap di tempat, "Nggak mau!"

"Minggir ih!"

"Nggak! Jawab dulu mau kemana?" Aziel balas menatap tajam Keenan.

Keenan memutar bola matanya malas, ia mengambil tangan Aziel, "Nih sogokan!" Keenan menaruh roti bakar jatah sarapannya, "Mau ketemu masa depan! Bye!" Keenan melesat cepat melewati Aziel.

"Hati-hati woy!" peringat Aziel melihat Keenan yang berlari, "Masa depan katanya ...." Aziel menggelengkan kepalanya.

"Bunda sih setuju aja," sahut Bunda santai.

"Ehh?" Aziel menganga menatap Bunda tak percaya.

~

"Ravy! Buruan turun, sarapan! Ravy!" Mama mengetuk pintu kamar Cakra, "Ravy! Kamu udah bangun kan? Buruan keluar sarapan!" Mama berkacak pinggang, "Papa! Bangunin Ravy coba! Susah banget dibangunin! Pasti begadang nonton film atau main game kan?" Mama turun ke bawah menghampiri Papa.

"Ya ampun Maa, nggak! Orang dia dari kemarin ngunci diri di kamar." bela Papa. Toh, benar ia tak mengajak putra satu-satunya itu begadang seperti yang istrinya tuduhkan.

Mama memutar bola matanya, "Ya, makanya ngapain dia di kamar? Buruan suruh keluar, sarapan! Kalau sampai nggak keluar awas aja, Papa juga nggak sarapan ntar!" ancam Mama sambil berjalan kembali ke dapur.

Papa menghela nafas, "Iya Ma, iya. Ini Papa naik ...." Papa menaiki tangga, "Dia ada apa lagi? Nggak biasanya kayak gini." gumam Papa.

"Ravy, keluar Nak. Mamamu udah marah-marah lho. Kamu nggak keluar dari kemarin, nggak makan juga. Ravy ...." Papa mengeluarkan kunci cadangan setelah mencoba membuka pintu kamar Ravy, dan rupanya dikunci oleh si empunya kamar. "Papa masuk ya."

Terlihat Cakra yang masih bergelung selimut, bak kepompong.

Papa duduk di pinggir kasur, "Ravy, bangun Nak." Papa menepuk pundak Cakra pelan, "Kamu kenapa? Cerita sini sama Papa ... jangan bikin emosi Nak," Papa menghela nafas, "Ada masalah di kuliah? Sama temen? Jawab Rav ...." Papa menarik selimut, "Bangun!"

Cakra menahan selimutnya, "Nggh!"

"Buruan bangun! Mamamu udah ngomel dari tadi!" perintah Papa.

"Nggak mau!" Cakra masih setia memegang selimutnya erat. Beradu kekuatan dengan papanya. Dan naas bagi si selimut yang menjadi pengganti tali tambang yang ditarik-tarik itu.

"Bangun! Kamu belum makan dari kemarin kan!"

Cakra memegang selimutnya kukuh, "Nggak mau, Pa!"

"Ravy!" Papa menarik selimut Cakra sekuat tenaga, lantas membuangnya ke lantai, "Astaga ... kamu ini kenapa?"

Por Trás Da Cena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang