Happy Reading!
Matahari mulai tenggelam, meninggalkan sinar redup di ufuk barat. Aaron merebahkan badannya di kasur Aarav.
"Kamu jadi konsultasi besok?" tanya Aaron tanpa menoleh pada Aarav, matanya terlihat sibuk memperhatikan layar ponsel.
Aarav berdeham mengiyakan. "Hmm, jadi besok Aku izin," jelas Aarav sambil membaca buku.
Aaron bangkit dari tidurnya. "Aar, Schizophrenia itu ..., rasanya seperti apa?"
"Emm," Aarav memutar kursinya, berbalik menghadap Aaron. "Seperti melihat yang sebenarnya tidak ada? Apa namanya Halusinasi ...?" Aarav tampak berpikir. "Aku pernah menganggap Oma masih hidup, karena waktu siang Aku lihat Oma datang. Ternyata cuma halusinasi. Mama bilang mungkin karena Aku kangen Oma."
Raut wajah Aaron berubah serius seketika. "Itu nggak berbahaya kan?"
"Entah," Aarav mengedikkan bahunya. "Tapi Dokter pernah bilang berbahaya kalau nggak segera diobati, jadi ...." Aarav tiba-tiba mematung, pandangannya kosong.
"Aar?" panggil Aaron heran melihat saudaranya itu tiba-tiba terdiam.
"Aku tadi ...." raut wajah Aarav berubah bingung, "Lagi apa?"
Aaron terkejut, "Eh?"
"Kak, jam berapa sekarang?" tanya Aarav serius.
"Ngg ...." Aaron melirik jam digitalnya. "Jam setengah enam, bentar lagi makan malam."
Aarav mengangguk, ia mengambil obat dari laci dan meminumnya. Matanya menatap pintu, ia berjalan keluar, tergesa.
Aaron memandang adiknya bingung, ia ikut bangkit mengikuti Aarav.
Aarav berlari kecil ke ruang tamu, dan membuka pintu, "Iya, sia—"
"Aarav!"
"Eh, Kakak?" tanya Aarav terkejut.
"Kamu ngapain tiba-tiba lari ke sini sih? Bikin kaget aja!" Aaron menatap adiknya bingung, meminta penjelasan.
Aarav menggaruk tengkuknya, "Maaf, tadi Aku dengar ada yang nge—"
"Jangan nakut-nakutin napa? Kamu lapar kan? Makanya jadi aneh gini!" potong Aaron cepat.
Aarav menggeleng, "Eh, enggak kok"
"Udah sini Aku buatin makanan," Aaron tak peduli dengan jawaban Aarav, ia menarik Aarav menuju ruang makan. "Duduk di sini jangan klayapan." ucap Aaron, matanya menatap tajam Aarav.
"Nggak usah kak! Lagian bentar lagi Mama juga pulang kan?" Aarav hendak bangkit dari duduknya.
Aaron melotot, seakan memerintahkan agar Aarav duduk diam.
"Selamat malam sayang." Mama tiba-tiba sudah berada di ruang makan bersama Papa.
Aaron dan Aarav menoleh, "Malam juga Ma."
"Kamu mau masak?" tanya Mama melihat Aaron yang berada di dekat kompor. Sudah siap dengan apron merahnya.
Aaron menyengir, "Nggak jadi, kan Mama sudah pulang."
"Maaf, kalian pasti nunggu lama. Tunggu sebentar ya, Mama siapin makan malamnya," Mama berjalan menuju lemari piring. "Papa cepat ganti baju dulu."
"Ya,"papa menurut. Segera pergi ke kamar.
"Eh Aarav sudah minum obat kan?" tanya Mama sambil menata makan malam yang tadi dibeli.
Aarav mengangguk, "Udah kok Ma!"
"Oh ya, besok jangan lupa! Jadwalnya konsultasi," Mama tersenyum mengingatkan Aarav.
Aarav mengangguk, tanda ia mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Teen FictionApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...