Happy Reading!
Aaron menangis, tubuhnya bergetar hebat. Aaron bangkit, ia berlari masuk ke kamarnya. Menutup pintu keras, Aaron merosot, bersandar pada pintu. Terisak.
“Nggak ..., nggak papa ....” Aaron berusaha menenangkan dirinya sendiri, diusapnya berkali sudut matanya yang terus menerus meneteskan air mata. “P-papa nggak sengaja ..., iya ...” Aaron memeluk tubuhnya, kembali terisak.
“Nggak, dia bukan anak Papa. Papa nggak punya anak bodoh nggak berguna kayak dia!”
Telinganya berdengung kencang, kalimat itu tergiang-giang di kepalanya.
Air matanya mengalir deras, Aaron mengusap air matanya kasar.
“Dasar ...,” Aaron menangis sesegukan, “Kau ini Kakak ...! Kakak itu nggak boleh cengeng! Nggak, nggak boleh ....” Aaron menatap langit-langit kamar, hampa.
“Sudah, cukup Aaron .... Kau berhak atas dirimu sendiri ..., kau ... juga berhak bahagia.” Eren menampilkan seringainya, “Yang membuatmu susah, yang membuatmu menderita, yang membuatmu bersedih, ataupun marah, semuanya, semuanya akan kusingkirkan!”
~
Frey menutup mulutnya, kaget. Tidak, tidak hanya dia yang terkejut, semuanya, semuanya terkejut.
“Jadi ..., selama ini .... Aaron ....” Frey menatap Eren, terluka, “A-Aaron tak pernah benar-benar bahagia?” batinnya, hatinya seperti terkena badai, porak poranda.
Gio menunduk, tangannya terkepal erat, “Bohong, Aaron .... Lalu, selama ini ... kami sedang apa?” pikiran Gio berkecamuk, mengingat Aaron yang sabar, murah senyum, bahkan tidak pernah mengeluh. Gio terluka, selama ini dia sedang apa? Padahal dia menemani Aaron hampir setiap harinya, tapi ... kenapa?
“Cih! Bagaimana bisa ....” Ezra berdecak kesal.
“Kenapa ..., kenapa kau tega berbuat sejauh ini?! Apa kau tidak pernah memikirkan perasaan Aaron, hah?!” teriak Aziel kesal.
Eren terkekeh, “Justru Akulah yang paling memikirkan perasaannya! Semua kesedihannya ada padaku! Aaron, tak pernah bisa mengingat kesedihan yang ia alami, karena semua itu terkunci padaku.” Ia menatap sahabat-sahabat Aaron, tersenyum, meremehkan.
“Hentikan semua omong kosongmu! Aku sudah tak peduli dengan alasanmu itu, persetan dengan semua! Kau benar-benar penjahatnya Eren!” teriak Gio, murka.
“Kami tak peduli dengan alasanmu, katakan itu di pengadilan nanti. Yang kami tahu, tindakanmu itu kejam, dan tidak dapat dimaafkan!” sambung Aziel, senjatanya kembali teracung, membidik Aaron.
Eren tersenyum, ia menatap langit-langit gedung, “Begitu ya ..., sudah kuduga kalian hanya akan menjadi penghalang. Seharusnya, kalian kusingkirkan lebih cepat. Sayang sekali ....” Eren merogoh saku coatnya, mengeluarkan pistol. Ia menodongkan moncong pistolnya ke kepalanya sendiri.
Semua terkejut, waspada.
“Kalau Aaron harus hidup menderita, bukankah lebih baik dia pergi saja? Hmm?” Eren bersiap menarik pelatuk, ia tetap tenang dalam kondisi seperti ini.
“A-Aaron! Kumohon jangan lakukan! Kita bisa bicarakan ini baik-baik!” teriak Frey histeris, ia panik, sangat-sangat panik malah.
Eren tersenyum tipis, “Katakan itu pada teman-temanmu, Frey. Mereka lah yang memulai ....”
Frey menatap Gio, memohon,”Gio ..., kumohon .... Sudah cukup Keenan dan Cakra, jangan biarkan Aaron juga pergi!!!”teriak Frey pilu, matanya berkaca-kaca. Tidak, sudah cukup, tidak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Por Trás Da Cena [END]
Подростковая литератураApa yang ada di balik layar? Apakah sama seperti yang kebanyakan orang lihat di panggung pertunjukan? Atau sedikit, bahkan jauh berbeda? Apakah pahlawan yang dilihat semua orang itu benar-benar pahlawan? Ataukah, bukan? Atau bahkan ialah tokoh jahat...
![Por Trás Da Cena [END]](https://img.wattpad.com/cover/258584310-64-k148087.jpg)