VOMENT XIXI
TRIPLE UP 😌
Hari ketiga bertemu Agra, sudah membicarakan masalah pernikahan di antara dua keluarga.
Mereka semua terlihat antusias, berbeda dengan ku yang menatap malas mereka semua. Capek aku duduk terus dari tadi di sini.
Sesekali mommy terlihat berdebat dengan Uncle Arthur hanya karena bentuk dekorasi pernikahan. Mereka bahkan tidak menanyai pendapatku sama sekali. Seolah pernikahan ini milik mereka berdua.
Hanya Daddy dan Aunty Lily yang terlihat tenang di sini. Mereka hanya mengiyakan perkataan mommy dan uncle. Lalu, baru lah bertanya aku setuju atau tidaknya dengan pilihan mommy dan uncle.
Agra juga tidak ikut campur dalam hal ini, dia sedang sibuk memainkan rambut sebahuku dan bermanja ria di bahuku seperti anak kecil.
Meskipun tingkahnya seperti anak kecil gini, dia malah membuatku sangat gemas. Jika tidak ada orangtua di sini, sudah pasti kucubiti pipinya dengan kuat.
Maklum, kalau aku mencubit Agra sekarang juga maka mommy akan mengomeliku karena telah menganiaya menantu kesayangannya.
"Sip! Pernikahannya akan diadakan seminggu lagi!" Seru Mommy kegirangan.
"Kalau begitu kami sudah boleh kembali ke kamar 'kan, mom?" Tanyaku malas.
"Ya, ya, ya. Boleh saja asal jangan membuat anak duluan. Harus tahan sampai selesai menikah. Mommy tidak mau kau hamil diluar nikah."
"Ish, mommy apaan sih. Maggie tahu!!"
"Dih, sewot amat sih. Mommy ngingatin juga untuk kebaikanmu."
Entah siapa sekarang yang sewot di sini.
Dasar mommy nyebelin!
"Dah lah, kita ke kamar yok sekarang. Aku udah pengen rebahan." Cetusku ke Agra. Yang disambut dengan anggukan patuh. Tak hanya itu, dia juga menggendong tubuhku ala bridal style hingga mendapatkan sorakan heboh dari mommy.
"INGAT!! JANGAN NAENA DULU, BABIKU."
"Jangan ribut di istanaku!"
"Dih, paman sensi banget sih. Lagian nanti istana ini juga akan menjadi milikku."
Itu lah perdebatan terakhir yang ku dengar karena kami semakin jauh dari tempat tadi.
Agra meletakkan ku dengan hati-hati di atas kasur lalu ikut tiduran di sampingku. "Elus kepalaku, mate." Pintanya memelas.
"Kenapa sih kamu suka sekali ku elus?" Tanyaku tak habis pikir.
Wajah tampannya tampak berpikir sejenak sebelum tersenyum manis. "Karena dengan elusanmu membuat perasaanku menjadi tenang."
Aku terkekeh mendengar jawaban polosnya. Segera ku elus puncak kepalanya dengan lembut. Matanya terpejam. Terlihat begitu menikmati sentuhan ku.
Melihat tingkahnya, malah membuatku teringat dengan Aldebaran.
Ngomong-ngomong, bagaimana kabar pacarku dibelahan dunia sana ya?
Bukannya kangen ya, cuman penasaran aja.
Selama ini dia tidak bisa jauh dariku. Paling lama bisa berjauhan dariku hanya lah 12 jam. Jika tidak bertemu denganku dalam kurun waktu 12 jam, maka dia akan bersikap semakin manja kalau sudah bertemu.
Biasanya, dia juga akan mengajakku vc sebagai penebus rasa kangen katanya tapi sekarang aku malah mematikan ponsel karena ingin menghabiskan waktu bersama Agra tanpa gangguan siapa pun. Ponsel saja kutinggal di dalam kamar.
"Mate, kenapa kau melamun lagi? Apa ada masalah yang menganggu pikiranmu?"
Refleks aku menggeleng mendengar pertanyaan tiba-tibanya. "Tidak ada masalah sama sekali."
"Jangan-jangan kau sedang memikirkan dia, mate?"
"Tentu saja tidak." Sahutku cepat.
"Bohong! Kau pasti memikirkan dia!!" Sentaknya dengan tatapan setajam elang.
"Astaga!! Aku tidak memikirkan dia sama sekali."
"Kau pasti bohong!! Semenjak bertemu dengannya, kau jadi sering melamun dan mengabaikanku. Bahkan di alam mimpi pun kau mengabaikanku."
Woi!!
Gak gitu!!
Aku melamun karena kepikiran sesuatu yang tentunya bukan dia dan aku mengabaikanmu di alam mimpi karena capek melihat orang yang sama tiap harinya bukan memikirkan dia!!
"Awas saja kalau nanti kau meninggalkanku, mate. Aku akan membunuh pria itu dan menjadikannya abu. Kau hanya milikku." Ujarnya posesif lalu mencium bibirku intens.
Sudah lah, terserah dia saja. Yang penting dia happy!!
"Kau hanya milikku, mate." Ulangnya sekali lagi tapi kali ini dengan nada sendu.
"Iya, iya. Lebih baik kita sekarang ke rumahku, bertemu kakak dan adikku. Bagaimana menurutmu?"
Agra menggeleng tegas. "Aku tidak ingin kemana pun. Aku hanya ingin di sini bersamamu. Selamanya."
Ya gak gitu juga dong!
Masa tiap hari kerjaanku rebahan Mulu di samping dia?!
Meskipun rebahan kegiatan terenak di dunia, tentu saja aku juga tidak mau rebahan terus!
"Nah kan diam lagi."
Aku mencubit pipinya gemas. "Salahkan saja dirimu yang membuatku terkejut mendengar ucapan gilamu itu."
"Dibagian mananya ucapanku itu gila, mate?"
"Coba pikirkan sendiri."
"Aku tidak bisa berpikir lagi karena di dalam otakku hanya ada tentang dirimu, mate." Jawabnya polos sehingga membuatku mengigit jari gemas. Dia terlalu manis.
"Mate, jangan pernah tinggalkan aku ya? Di dalam kehidupanku ini, hanya kau yang sangat kuinginkan. Aku akan mati jika kau pergi dari sisiku. Aku janji akan menuruti semua keinginanmu nantinya. Aku janji tidak akan nakal. Aku janji akan melindungimu dari marabahaya." Ucapnya begitu sungguh-sungguh. Mampu membuat hati kecilku terketuk.
Bagaimana mungkin aku tega menghianati dirinya yang polos dan baik ini?
Bagaimana mungkin aku tega pergi bersama pria lain di saat dia menaruh harapan sebesar ini padaku?
Bagaimana mungkin aku tega menyakitinya?!
Menaruh harapan terlalu tinggi dengan orang lain itu sangat menyakitkan di saat dia tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Aku tidak akan membiarkan dia merasakan sakitnya sebuah harapan.
Aku tidak akan membiarkannya merasakan rasa sakitku dulu.
Setelah ini, aku janji akan memutuskan Aldebaran dan menghempaskan Arion jauh-jauh dari kehidupanku.
Pangeran tidurku yang tampan, aku janji akan membuatmu merasakan sebuah kebahagiaan.
-Tbc-
21/2/21
KAMU SEDANG MEMBACA
MATE
Fantasy(Sequel The Demon's Mate & Queen Of Werewolf) Semua berawal dari permainan truth or dare. Ia mendapat dare masuk ke dalam salah satu ruangan terlarang di kerajaan Arthur. Ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh siapa pun. Dengan mempertaruhkan hidup...