Part 14. Pernikahan

11K 1.4K 188
                                    

Happy reading..

Tak terasa, hari pernikahan sudah tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak terasa, hari pernikahan sudah tiba.

Gugup, cemas, dan berdebar. Itu lah yang kurasakan sekarang.

Maklum, ini adalah pengalaman pertama dalam hidupku. Tentu saja aku merasakan perasaan yang bercampur aduk seperti ini.

Perias -Kak Sinta- masih sibuk memoles wajahku dengan make up.

Felia sibuk mengambil video. Katanya nanti dia akan membuatkan sebuah video pernikahanku dari awal sampai akhir.

Mommy menatapku penuh haru lewat cermin. Sesekali mengusap air matanya dramatis. Berlebihan memang mommy ku yang satu itu.

Jika saja Kak Sinta tidak sedang memoles bibirku dengan lipstik, sudah pasti aku akan meledek mommy habis-habisan.

"Akhirnya selesai juga." Sorak Kak Sinta senang. "Bagaimana menurutmu? Lo suka dengan riasan gue gak?"

Aku menatap lurus ke cermin dan terkagum-kagum melihat wajahku yang semakin cantik daripada biasanya.

Aku pastikan siapa pun akan terpesona melihatku nantinya. Terutama si Agra.

"Putriku, mommy tidak menyangka kau bisa secantik itu hikss. Kau wujud cinderella di dunia nyata hikss."

Aku memutar bola mata malas melihat tingkah aneh mommy. "Iya, aku Cinderella dan mommy ibu tirinya."

"Hikss, kenapa kau sangat jahat, putriku? Aku ini ibu kandungmu."

"Bicara itu baik-baik, mom. Jangan sambil menangis. Kan gak jelas jadinya." Omelku.

"Jahat. Mommy malah diomelin." Si mommy anehku malah semakin menangis kejar.

Felia menepuk pelan bahuku. "Jangan membuat mommy mu semakin menangis. Mengalah saja. Mommy mu itu sedang Hamidun."

"Iya deh. Kan gak lucu kalau ibu pengantin matanya bengkak."

Felia terkekeh geli begitu pun dengan Kak Sinta.

"Sekarang saatnya untuk muncul."

Mendengar ucapan Kak Sinta aku refleks menatapnya dengan tatapan memelas. "Gue gugup, kak. Gimana dong ini?"

"Santai saja, dek. Tenangkan dirimu dan jangan panik."

Felia pun turut memberikan dukungan. Karena dukungan dari mereka itu lah kecemasanku sedikit terkurangi.

Mommy tiba-tiba berjalan mendekat dan berdiri di belakangku seraya mengeluarkan sebuah kalung. Aku terus menatap semua perilaku mommy lewat cermin.

"Mommy membelikanmu kalung ini beberapa hari yang lalu. Apakah kamu mau memakainya sekarang, sayang?"

Kalung simple namun bertahtakan berlian. Pasti sangat mahal belinya. Barang yang sangat berharga, apalagi orang yang memberikannya. Sangat sangat berharga.

"Tentu saja aku mau, mom."

Mommy tersenyum cerah mendengar jawabanku. Ia langsung memasangkannya ke leherku. Terlihat sangat indah di leher jenjangku ini.

Lewat cermin, ku tatap mommy dalam diam.

Dia adalah wanita terhebat dalam hidupku. Dia adalah wanita yang paling kusayangi dan cintai di dunia ini. Dia adalah matahariku.

Meskipun mommy sering memanggilku babiku, putri gendutku, dan panggilan tidak enak di dengar lainnya ... Aku tetap menyayanginya dan tidak pernah membencinya karena aku tahu dia sangat menyayangiku, hanya saja cara menunjukkannya berbeda dengan para ibu pada umumnya.

Mommy melakukan semua itu demi membuatku tumbuh menjadi gadis kuat.

Aku baru menyadari arti sikap keras mommy padaku sejak kecil semenjak aku mengalami penolakan dari mateku sendiri. Aku ditolak karena tubuh gendutku! Aku tidak dihargai karena fisikku!

Sungguh, aku sangat menyayangi mommy.

Rasa sayangku tak terhitung untuknya. Aku bahkan rela melakukan apa pun untuk melindunginya.

"Astaga, putriku. Jangan menangis. Nanti make up mu rusak." Panik mommy.

Aku tersentak mendengar ucapan mommy.

Benar juga.

Kalau aku menangis sekarang maka make up ku akan hancur.

Mati-matian aku menahan air mata sambil mengipas-ipas mataku sendiri. "Habisnya mommy sih. Mommy membuatku terhura." Kikikku.

"Ciee, putri mommy nangis ternyata karena mommy. Jangan-jangan kamu gak mau pisah dari mommy ya?" Ledek Mommy dengan tidak tahu sikonnya.

"Apaan sih, mom. Gak gitu juga kali."

Mommy tertawa.

Tawa yang sangat ingin kulindungi sampai kapan pun.

"Sekarang ayo kita keluar, sudah waktunya."

Aku mengangguk mendengar ucapan mommy.

Mommy dan Felia menggandeng tanganku, sedangkan Kak Sinta mengikuti dari belakang.

Para tamu menatapku kagum saat menuruni tangga bersama kedua orang yang kusayangi.

Daddy terlihat menatapku dengan tatapan penuh haru, begitu pun dengan Kak Ares dan Samuel.

Lalu, tatapanku tertuju pada Agra yang terlihat sangat tampan dan berwibawa di hadapan pendeta. Dia menatapku penuh cinta dengan senyuman manisnya.

Senyumannya semakin tampak lebar kala dia menyambut tanganku.

Tangan kami saling mengenggam satu sama lain. Tangan hangatnya mampu membuatku tenang seketika. Dengan mengenggam tangannya, aku seolah merasakan kecemasan dan kegundahan ku hilang begitu saja.

Inikah yang dirasakan para pengantin baru?

Sangat mendebarkan!

Sang pendeta berdehem dan memulai.

Kami mengucapkan janji di depan pendeta dan moongoddes secara bergantian lalu menutupnya dengan ciuman dan lemparan karangan bunga. Sama seperti pernikahan di dalam drama Korea.

"Sekarang kau resmi menjadi milikku seutuhnya, mate. Kau tidak akan bisa lepas dariku selamanya. Kau milikku." Bisik Agra penuh tekanan.

Nada bicaranya membuatku keheranan, dia sangat berbeda dengan Agra ku yang dulunya.

Padahal baru seminggu kami tidak bertemu, tapi dia sudah seperti Agra yang lain.

Apa jangan-jangan dia sudah bisa menguasai diri dan berhasil menyesuaikan diri sepenuhnya dengan dunia ini?

Apakah itu berarti Agra kekanakan ku telah hilang?!

-Tbc-

25/2/21

MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang