Voment(・◡・)
Maggie melongo melihat undangan yang tiba-tiba Felia berikan padanya. Mengerjapkan matanya beberapa kali lalu mendongak, menatap Felia dan undangan berulang kali secara bergantian.
Felia terlihat sangat gugup diperhatikan seperti itu oleh Maggie. Gadis cantik berambut hitam itu menggaruk pipinya yang tidak gatal seraya menyengir canggung. "Gue pulang dulu deh ya. Bye!!" Berusaha kabur lantaran tidak kuat melihat tatapan si Maggie.
Maggie cepat-cepat menahan tangan Felia agar gadis itu tidak kabur. "Jangan kabur Lo! Gue perlu penjelasan dari Lo!!" Sentaknya kesal.
Felia menelan ludahnya kasar melihat wajah galak sahabatnya. "Apa yang harus gue jelasin?"
"Jangan sok polos! Kenapa Lo bisa menikah sama kakak gue dua minggu lagi? Katanya Kak Ares bukan mate Lo tapi kok udah mau nikah aja? Apa yang terjadi? Dia mate Lo? Kok bisa? Kok baru tau dia mate Lo? Kok pernikahannya bisa dadakan gini? Trus kok Lo gak ngasih tau gue dari jauh-jauh hari?!" Cecar Maggie dengan banyak pertanyaannya yang mampu membuat Felia bingung harus menjawab yang mana terlebih dahulu.
"Satu-satu dong tanyanya." Ringis Felia pada akhirnya.
Maggie melipat tangan di depan dada, menatap Felia datar dan tegas seperti guru BK yang sedang menunggu penjelasan dari murid nakalnya. "Jelasin sekarang. Gue perlu penjelasan dari Lo tentang hal ini."
Felia mengambil nafas dalam-dalam. "Sebenarnya kami menikah karena Ares gak sengaja melakukan itu ke gue." Jawabnya sambil tertunduk dalam akibat merasa malu meskipun itu bukan kemauannya.
Maggie terlihat sangat terkejut mendengar jawaban Felia. "Kok bisa terjadi hal itu?" Masih tidak menyangka mendengar jawaban Felia.
"Ares di beri obat perangsang oleh salah satu maid di pack kita. Kebetulan waktu itu gue mau bahas masalah pekerjaan sama dia. Gue deh yang kena imbas jadinya."
Felia tidak menangis sewaktu menjelaskannya meskipun pada waktu itu dia memang menangis histeris karena sudah tidak suci lagi. Air matanya sudah kering untuk menangisi hal itu sekarang.
"Tapi gimana sama mate kalian?" Tanya Maggie pelan dan turut prihatin.
Maggie tidak menyangka sahabatnya akan mengalami hal ini. Untung saja orang yang melakukan itu kakaknya. Ia bisa tenang karena Kak Aresnya adalah orang yang sangat bertanggung jawab dan penyayang.
Ketakutannya hanya satu, yaitu kedatangan mate kakaknya. Dia takut mate kakaknya mengacau dan menekan Felia untuk menceraikan Ares.
Tidak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi. Ia tidak ingin melihat sahabatnya tersakiti.
"Kabar baiknya kami ini sepasang mate."
Maggie melotot kaget mendengar ucapan bahagia Felia. "What?! Kok bisa?!"
"Selama ini kami tidak bisa mencium aroma mate masing-masing karena ada penghalang tapi penghalang itu sudah hancur karena sudah terjadi penyatuan tubuh di antara kami."
Maggie manggut-manggut mengerti.
"Kalau begitu gue pulang dulu ya, Ares pasti khawatir sama gue."
Mendengar ucapan Felia membuat Maggie tersenyum menggoda. "Ciee yang udah punya pasangan. Ciee udah ada yang menghawatirkan keadaan Lo. Biasanya kan gak ada."
Felia cemberut mendengar ejekan Maggie padanya. "Untung Lo sahabat gue, Maggie. Kalau gak, udah gue sleding Lo."
"Emang berani?" Kekehnya mengejek.
"Eh, gak berani sih. Secara pawang Lo nyeremin banget. Udah ya, gue mau pulang dulu. Jangan lupa datang. Bye bye!!"
Beriringan dengan hilangnya Felia, muncul lah Agra yang mendekatinya.
Pria tampan itu duduk di sampingnya dan menyandarkan kepala manja di bahunya.
Senyuman geli menghiasi bibirnya. Tangannya mulai terangkat, mengusap rambut hitam lebat Agra dengan lembut.
Ia tidak mengajak suami tampannya itu berbicara karena suaminya terlihat sangat kelelehan. Yang dilakukannya hanya lah mengusap kepala Agra lembut.
Maggie mendengus geli melihat Agranya mulai mesum. Ia mendorong tubuh Agra menjauh darinya lalu menatap Agra sebal. "Jangan mesum di luar kamar. Aku tidak ingin ada orang lain yang melihatnya."
Agra tersenyum miring. "Biarkan saja, mate. Biarkan saja mereka melihat kita." Lalu pria itu mencium bibirnya ganas.
Maggie hanya bisa pasrah akan kelakuan mesum Agra yang semakin menjadi tiap harinya.
Maggie sampai heran kenapa Agranya bisa semesum itu. Setiap ada kesempatan Agra selalu saja menciuminya seolah tidak ada hari esok dan setiap malamnya pasti meminta jatah. Tidak ada penolakan sama sekali karena Agra bukan tipe orang yang bisa ditolak.
Setelah Dua Minggu menikah dengan Agra, ia semakin bisa melihat sifat asli Agra yang sesungguhnya. Ada saja kejutan dari sifat tersembunyi Agra selama ini.
Maggie mendorong tubuh Agra kuat saat merasa perutnya bergejolak aneh.
Agra menatap Maggie protes dan tidak terima namun Maggie sama sekali tidak mempedulikan hal itu.
Wanita cantik itu langsung bertelportasi ke kamar mandi dan muntah-muntah di wastafel. Perutnya terasa sangat tidak enak sekarang. Anehnya hanya cairan bening yang keluar dari mulutnya.
Agra yang sudah berhasil menyusul Maggie memijit tengkuk istrinya itu lembut dan penuh kekhawatiran. "Kau sakit, mate?" Tanyanya panik.
Maggie menatap Agra yang berada dibelakangnya lewat cermin lalu menggeleng lemah. Kemudian kembali muntah-muntah. Semakin membuat Agra panik.
-Tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
MATE
Fantasy(Sequel The Demon's Mate & Queen Of Werewolf) Semua berawal dari permainan truth or dare. Ia mendapat dare masuk ke dalam salah satu ruangan terlarang di kerajaan Arthur. Ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh siapa pun. Dengan mempertaruhkan hidup...