Part 13 : Spin my world

579 29 1
                                    

Neymar POV

" Mau minum Ney ?." Alves menawariku segelas bir setelah pertandingan usai.

" Tidak terimakasih." Balasku dengan tersenyum. Masih merasakan sensasi dari luka yang kudapatkan. Ariana mendekat kepadaku, wajahnya sudah tak secemas sebelumnya. Namun tetap saja dia terlihat khawatir.

" Kau mendapatkan banyak luka Ney. Harus segera diobati." Katanya sambil memandangi wajahku.

" Jangan terlalu khawatir tentang ini."

" Tidak bisa, kita harus segera mengobatinya."

" Apa kau mau kita segera pulang?."

" Ya..."

" Baiklah... tunggu sebentar."

Aku mencari sosok Ivan yang sedang asik menikmati bir di meja bartender bersama teman-temanku yang lain.

" Ivan, aku harus segera pulang. Kau bisa urus urusan dengan Pedro kan?."

" Ya tentu. Tapi Rafinha belum bertarung. Kau yakin akan pulang sekarang ?."

" Ya."

" Uhhh... Dia akan bercinta dengan Ariana setelah ini." Sahut Jordi yang menguping.

" Jaga mulutmu." Aku yang sudah berjanji akan menghajar pria itu segera menarik kerah bajunya. Pria itu hanya mengangkat kedua tangannya, pertanda ia takkan melakukan perlawanan.

" Maafkan aku teman, tapi aku sudah berjanji pada diriku untuk menghajarmu."

" Ohh sialannnn." Sahut Jordi setengah tertawa, tak lama aku mulai meninjunya dengan tinjuan terbaikku.

" Wohooooo... jagoan kita telah bertindak." Sahut Alves, semua temanku tertawa melihat Jordi tersungkur. Ia bangkit berkat bantuan Bartra, inilah yang aku senang dari teman-temanku, tak ada yang benar-benar marah dengan jenis candaan macam ini. Karena pada dasarnya kami semua adalah orang-orang yang hidup dengan lebam dan luka.

" Aku pulang sekarang." Kataku berpamitan pada semua orang. Kembali ke tempat Ariana dan menuntunnya keluar dari tempat itu bersamaku.

......

Siapa yang menyangka bahwa Ariana akan terlelap di dalam mobil, dengan kepala yang tersandar sempurna pada kursinya, aku melihat gadis ini terlihat sangat lemah bahkan di dalam tidurnya. Dengan jelas aku melihat sabuk pengaman yang tak terpasang padanya, padahal saat berangkat tadi dia begitu memperhatikan tentang keselamatan dalam berkendara. Aku menepi sebentar dan memasangkan sabuk pengaman padanya. Kurasa dia terlalu lelah hingga tak menyadari apa yang telah kulakukan.

Rambutnya yang hitam bergelombang, terlihat sempurna menghiasi wajah manisnya. Dia begitu sempurna saat sedang seperti ini, aku sudah sering melihat wanita yang tertidur di sampingku, tapi tak seorang pun dari mereka yang terlihat begitu sempurna seperti gadis ini. Dan sepertinya, aku tak perlu tahu alasan kenapa aku harus melindunginya sekarang.

Tiba di rumahku, sekali lagi aku harus membopong tubuh Ariana masuk ke dalam. Kuharap apa yang terjadi padaku malam itu tidak terulang kembali. Apalagi Lucy yang diusir oleh adikku dalam keadaan telanjang, dia takkan mungkin mau kuhubungi untuk beberapa saat. Ditambah aku tak mau membuat Ariana kembali menilaiku sebagai pria yang menjijikan, kepergok sedang bercinta oleh Rafaella saja sudah terasa bagai disambar petir, apalagi oleh gadis asing yang tak sengaja menabrakkan dirinya ke mobilku.

Tapi dia adalah Ariana, bagaimanapun gadis ini benar-benar sangat hebat, bahkan dalam tidurnya saja ia bisa membuatku terangsang. Dengan tergesa aku membawa gadis itu ke kamarku sebelum aku meledak di sana. Tak peduli pada seprei yang belum kuganti dan lampu yang belum kunyalakan, aku meletakkan tubuh Ariana hati-hati di tempat tidur, lalu buru-buru pergi ke kamar mandi.

" Damn..." Aku mengumpat sendirian dalam kamar mandi, butuh beberapa menit untuk mengeluarkan semuanya. Aku tak tahu apa yang sedang merasuki pikiranku, entah semesum itukah diriku hingga melihat gadis yang tertidur saja aku merasa benar-benar terangsang. Tapi serius, ini hanya terjadi jika gadis itu adalah Ariana. Selama ini aku tak pernah merasakan hal yang buruk terjadi pada diriku saat dengan bersama dengan Lucy atau pun gadis lainnya.

" Huffttt..." Akhirnya semua berakhir dengan sempurna, tak ada yang lebih melegakan dari hidupku selain selesai menggunakan toilet untuk kepentingan apapun itu. Aku kembali ke kamar Ariana, hanya berniat untuk menyalakan lampu di sana, tidak berniat untuk lama-lama memandangi gadis itu tertidur, bisa-bisa aku kembali masuk ke kamar mandi dengan keadaan yang sangat mengenaskan.

Duduk disofa dengan seember es batu dan juga sebuah kain. Ariana begitu cemas dengan luka-lukaku ini, dan jika ia terbangun pun aku sangat yakin bahwa dia juga akan melakukan hal ini. Aku mulai mengompres luka-lukaku dengan benda-benda itu. Barulah sekarang terasa sakitnya setelah semua lukaku itu bersentuhan dengan es batu. Namun aku begitu puas malam ini, aku bisa mengalahkan invincible didepan petaruhnya, Pique. Juga dengan resmi aku mengakhiri perasaanku yang sempurna pada Vanessa.

ArianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang