Part 18 : I let you in

572 39 1
                                    

Ariana POV

Siang itu, aku dan Rafaella memasak begitu banyak makanan meski yang memakannya hanyalah kami berempat. Anna, ibu Neymar di bawa ke meja makan dengan kursi roda. Tubuhnya begitu kurus dan rambutnya yang mulai memutih terlihat acak-acakan. Namun jelas sekali senyuman yang muncul di bibirnya terlihat begitu tulus dan hangat, juga memancarkan kebahagiaan karena putranya yang telah kembali.

" Mama makan ini ya." Rafaella membantu mengambilkan masakan yang ia masak khusus untuk ibunya, membantu wanita itu dengan piringnya sementara Neymar terlihat malas mengambil makanannya. Dia menatapku kemudian, tak ada kata-kata yang berusaha disampaikan. Entahlah... aku sepertinya mulai memahami pria ini. Dia hanya kehilangan kasih sayang ibunya, mencoba mencarinya lewat para gadis. Jika benar begitu, pria ini takkan menemukannya disana.

Acara makan siang yang menyenangkan, Rafaella bercerita banyak tentang kakaknya. Anna juga menimpali sesekali dengan suaranya yang lemah. Tak dipungkiri, aku senang bisa berada di tempat ini.

Setelah makan siang selesai, Rafaella kembali mengantarkan Anna ke dalam kamar sementara aku membereskan sisa sisa piring disana bersama Neymar. Mendadak aku merasa bahwa dia menjadi lebih diam dan tidak mengoceh seperti biasanya.

" Apa kita akan menginap disini ?." Tanyaku memecah keheningan.

" Kau tidak mau pergi dari sini ?." Neymar balas bertanya.

" Kita ikut mobil Rafaella."

" Bagaimana jika Gerardo ingin menjemputmu ?. Dia pasti mencarimu di rumahku."

" Aku sudah tak peduli lagi dengannya. Terserah dia sedang mencari cara atau tidak."

" Apa itu artinya kau menyerah ?."

" Aku lelah terus-terusan berlari Ney. Kalau orang-orang itu datang, aku akan menyerahkan diriku sendiri dengan suka rela. Mereka menginginkanku, lalu kenapa harus melibatkan orang lain ?."

" Bagaimana dengan ayah kandungmu ?, bagaimana dengan harta yang ada di kerajaan ?."

" Aku tak tahu siapa ayahku, dan harta-harta itu. Aku sungguh tak peduli."

" Mereka akan membunuhmu Ariana, setelah mendapatkan harta itu."

" Aku juga tak peduli dengan itu." Aku kembali menangis. Pikiranku begitu berkabut, dan aku tak punya ide sedikitpun tentang bagaimana cara untuk mengakhirinya.

" Bagaimana denganku ?." Tanya pria itu dengan lemah, dia mendekat lalu menarik tubuhku pada tubuhnya. Aku sedikit tersentak atas apa yang ia lakukan. Mata kami berdua saling bertemu, disana aku tak melihat apa-apa kecuali kesedihan. Mata hazelnya itu seperti mengatakan segalanya padaku, aku melihat Neymar yang sebenarnya. Bukan Neymar yang aku lihat beringas seperti saat ia sedang bertarung, bukan pula Neymar yang menyeringai tajam saat ia berhasil mendapatkanku malam itu, dialah Neymar yang sesungguhnya. Pria rapuh yang menyedihkan.

Mataku mengerjap beberapa kali, kaget saat merasakan bahwa bibirnya telah berhasil menyentuh bibirku. Kedua tangannya mulai meraih kedua pipiku dengan lembut, menghapuskan airmata yang tadi sempat mengalir disana. Sementara kedua tanganku hanya mengepal kaku di tempatnya. Ciuman itu terasa lembut dan begitu lambat, tak ada paksaan dan seperti mengalir begitu saja. Aku mulai menikmatinya dan tanpa sadar tanganku sudah naik ke pinggang Neymar, dan meremas pinggiran bajunya. Tidak seperti ciuman kami di arena, aku tak perlu terburu-buru untuk mengakhirinya. Aku menyukai bagaimana lidahnya mulai bermain di dalam mulutku, mulai ada dominasi dan dia menuntunku dengan sangat baik. Aku telah jatuh ke pelukan Neymar hanya karena ini, karena sebuah ciuman. Tapi aku bersumpah aku sangat menyukainya.

Neymar meraih tangan kananku dan menggenggamnya seperti apa yang orang-orang lakukan saat berjabat tangan.

" Hai perkenalkan, aku Neymar. Kau siapa ?." Kata Neymar disela ciuman itu.

" Aku Ariana." Jawabku lemah dan masih berusaha menikmati sisa-sisa ciuman kami. Shit... aku tidak ingin ini berakhir. Dia pria neraka yang beberapa malam lalu membuat emosiku naik ke ubun-ubun, malam berikutnya aku malah memohon untuk meminta perlindungannya, dan sekarang... apa yang kami lakukan. Apa aku gila ?, pria ini yang membuatku gila. Kami bertemu dalam keadaan yang salah, bahkan tahu nama masing-masing pun dari orang lain. Tapi aku sendiri benar-benar tak habis pikir kami sudah dua kali berciuman dengan hari ini.

Jika ini disebut sebuah perkenalan, maka itu tidak sepenuhnya benar. Aku dan Neymar sudah kenal satu sama lain sejak beberapa hari yang lalu, hanya saja saat itu kami tak melakukannya dengan benar. Neymar tahu namaku saat Joseph mendatangi kami di bar, sedangkan aku tahu namanya saat ada dua orang gadis sedang berdebat mengenai pria itu. Ingat yang pernah kukatakan sebelumnya ?, aku tidak pernah mengulurkan tanganku duluan begitu aku berkenalan dengan pria, tapi aku merubah semua peraturanku saat bertemu Denis. Namun berciuman sambil berkenalan ?, apa itu gila ?, atau dapat dikategorikan romantis ?. meski ini juga pertama buatku, tapi ini... entahlah.

" Prangggg...." Aku dan Neymar sama sama terperanjat dan segera mengakhiri ciuman kami saat tiba-tiba sebuah piring jatuh dan pecah di lantai. Aku langsung menunduk karena malu. Apa yang kami perbuat hingga piring itu bisa jatuh ke lantai. Neymar menarik tubuhnya menjauh dari tubuhku dan hanya tersipu lalu menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.

" Wow... kalian berdua tidak hati-hati ya." Tiba-tiba saja Rafaella kembali ke dapur untuk mengambil beberapa buah di lemari pendingin. Jelas sekali bagaimana Rafaella menahan senyumnya, mencoba membuat semuanya terlihat wajar namun pada akhirnya gadis itu tetap menyeringai pada kakaknya. Akhh... aku malu sekali, buru-buru aku membungkuk untuk membereskan pecahan piring itu.

......

ArianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang