Part 2 : Don't touch my girl

1.5K 71 0
                                    

Denis POV

Si gadis manis pergi, padahal aku sangat menikmati bagaimana kami berdua bicara sebelumnya. Ariana... aku bersumpah dia akan membuatku sering berkunjung ke tempat ini. Selama satu semester ini aku selalu melihatnya melintas di sekitar universitasku, membuatku berpikir dia adalah salah satu mahasiswa di sana. Tapi ternyata dia hanya seorang gadis pelayan café, bukan berniat mengintimidasi atau merendahkannya, hanya saja selama ini aku memang mengira dia adalah salah seorang mahasiswi, bergerombol di halte bus setiap jam setengah tiga siang.

Bersyukur hari ini aku mendapatkan kesempatan bertemu secara langsung dengannya. Sekali dua kali melihatnya mungkin hanya kebetulan, tapi belum pernah ada seorangpun yang membuat ku setertarik ini. Dan sialan...aku lupa menanyakan nama akhirnya. Tapi itu tidak masalah, besok aku bisa kembali dengan memesan kopi lainnya pada jam yang sama mungkin.

Aku kembali menatap kopi hitam pekat yang dibuat oleh Ariana, sudah mulai dingin dan rasa pahitnya mungkin telah pecah dimulutku. Ngomong-ngomong tentang masalah yang sebelumnya kusinggung dengan Ariana, aku sudah sedikit melupakannya. Tadi siang orang suruhan ibuku kembali menemuiku dan memintaku untuk pulang. Entahlah... aku benar-benar muak dengan acara perjodohan yang ia rencanakan untukku. Tak bosan-bosannya selama setahun terakhir ibuku mengatur segala pertemuan tak penting dengan anak gadis rekan-rekannya. Bahkan tak satupun yang mendekati Ariana diantara para gadis itu. Aku sudah dua puluh satu tahun dengan status yang bagus bagi semua orang di universitas, bukan bermaksud menyombong, hanya saja memang itulah yang terjadi.

Kulihat gadis pengganti Ariana mulai bekerja dengan memindahkan pot bunga tak jauh dari tempatku duduk. kuperhatikan sekilas gadis itu, ternyata Ariana memang berbeda.
" Permisi, nona."

" Ya." Gadis itu berbalik menghadap kepadaku.

" Kau tahu dimana Ariana tinggal ?." Tanyaku langsung tanpa basa basi, dia menatapku heran, malah terlihat seperti sedang mengejek.

" Tak ada yang tahu dimana tempat tinggal Ariana."

" Kau yakin ?."

" Dia sedikit sekali berbagi informasi dengan orang lain."

" Well.... Apa itu artinya aku hanya bisa menemuinya kembali disini besok hari ?."

" Kurasa begitu. Tapi jika mendesak, mungkin kau bisa menemuinya di bar "El Barnebeu" nanti malam. Dia bekerja disana."

" Terimakasih banyak."

Sekarang apa yang kudapat, Ariana si pelayan café juga bekerja di sebuah bar. Tempat yang identik dengan pria mabuk dan wanita nakal, aku hanya berharap dia bukan bagian dari salah seorang wanita itu. Maksudku, aku suka melihat Ariana yang manis di balik apron cafenya, demi tuhan aku tak berharap melihat gadis itu berada dalam balutan pakaian mini dan beberapa pria menyentuh payudaranya dengan bebas dan menampar pantatnya tanpa rasa bersalah. Tuhannn... apa yang aku pikirkan.

.....

Kepulan asap rokok ada dimana-mana, belum lagi alunan musik hard-core yang menghentak dengan bantuan dua speaker besar yang masing-masing diletakkan di sudut ruangan. Jujur ini baru pertama kali aku masuk ke sebuah bar, dan jika membandingannya dengan klub malam terakhir yang pernah kudatangi ini adalah yang terburuk. Atau hanya karena ini adalah sebuah bar kecil yang terletak dipinggiran dan nyaris tak terihat, entahlah... yang jelas sejauh mataku memandang para pengunjungnya rata-rata berusia dua puluh delapan tahun ke atas, begitulah yang kutebak. Tak terbayangkan jika aku melihat Ariana di sini. Tapi dimana lagi ?, ini adalah bar "Barnebeu" yang disebutkan oleh temannya tadi siang. Memangnya ada berapa bar dengan nama "Barnebeu" di kota ini. Satu-satunya yang masuk dalam radar GPS hanyalah tempat ini.

Aku memperhatikan sekeliling, tempat ini menjijikan. Bartender pria yang melayani di mejanya terlihat sangat payah, sejak tadi saja kuperhatikan dia jelas dua kali nyaris menjatuhkan botol hanya karena ingin pamer bakat.

Tak lama aku melihat gadis yang kucari muncul diantara para bajingan penikmat rokok dan bir. Dia tak seburuk dugaanku, Ariana masih mengenakan pakaian yang pantas dan jelas ia saat itu tak mengenakan rok pendek melainkan celana panjangnya. Bodoh sekali jika aku telah berpikiran buruk tentangnya.

Ariana mengantarkan beberapa gelas bir kepada segerombolan pria yang ada disudut ruangan, sepertinya mereka sudah sangat mabuk, tak peduli pada speaker besar yang sebenarnya sangat dekat dengan mereka. Benar sekali, aku senang melihatnya dari kejauhan seperti ini. Sekarang jika aku ingin berbicara dengannya, aku harus melakukannya dengan cara yang seolah-olah bahwa pertemuan ini bukanlah sesuatu yang direncanakan.

Benar... aku harus membuat semuanya terlihat normal dan seperti sebuah kebetulan. Aku melambaikan tangan ke udara beberapa kali, berharap Ariana melihat ke arahku dan dia datang kemari menanyakan tentang pesananku. Dia terkejut melihat keberadaanku, aku pun melakukan hal yang sama, pura-pura terkejut lalu aku bisa membuat janji yang lain untuk bertemu dengannya. Sempurna sekali...

" Akkkhhhh..." Tak lama skenarioku kacau dengan kenyataan bahwa saat ini aku melihat salah seorang pria mabuk di kerumunan itu mulai menarik lengan Ariana dengan keras, dan gadis itu berusaha berontak. Bukannya membantu, pria lainnya malah ikut-ikutan menarik tubuh Ariana kepadanya. Aku yang geram tanpa berpikir panjang langsung mendekat ke arah Ariana, mendaratkan pukulan penuh emosi pada kedua pria itu secara bergantian sebelum akhirnya aku menarik tubuh Ariana mendekat padaku. Gadis itu memang kaget melihat kedatanganku, tapi tidak kaget seperti apa yang telah kurancang di skenarioku.

Oh shit... aku lupa bahwa aku sekarang bukan di zona aman, dua teman dari kedua pria itu langsung menyergapku, pada lengan kiri dan kanan, tak membiarkanku meloloskan diri.

" Cih... bocah ingusan. Mencoba menggigit harimau dengan gigi susumu ?." Oh shit... salah seorang dari pria yang kupukul meledekku sambil mengusap bagian wajahnya yang baru saja kutinju.

" Kau telah macam-macam dengan gadisku." Sahutku tak mau kalah, berusaha tidak gentar dihadapan Ariana. Tak jelas bagaimana aku melihat reaksinya, yang kupikirkan sekarang hanyalah bagaimana meyakinkan diriku sendiri bahwa pria ini takkan memukulku dengan sakit.

" Bukkkk...." Yess... akhirnya pukulan itu mendarat tepat di bagian kiri pipiku. Dan dua kali berturut-turut, aku memang tak lagi merasakan rasa sakitnya. Malah aku telah merasa rahangku patah atau remuk. Dan yang lebih buruk, aku ambruk dihadapan Ariana. Shit... memalukan sekali.

" I'm gonna kick your ball, asshole. You prick !!!." Gumamku tak karuan, demi Tuhan ini sakit sekali. Rasa nyerinya menusuk hingga ke rahang bagian kananku.

" Puta."

Selanjutnya aku merasakan sebuah sentuhan lembut pada kedua pipiku, aku tahu itu sentuhan dari Ariana.

" Kau tidak harusnya ada di sini. Kau tahu kan?"

Ariana khawatir padaku. Aku tak mampu lagi menjawab perkataannya. Tapi satu hal yang sangat ingin aku katakan bahwa aku jauh lebih khawatir terhadap keadaannya.

.....

ArianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang