Epilog

1.3K 45 6
                                    

Torrejon de Ardoz sekarang

Ariana POV

Minggu ini adalah minggu terakhir musim panas. Sekali lagi aku tak menyadari bahwa waktu terus merayap. Dan aku juga lumayan disibukkan dengan beberapa urusan di kerajaan. Rasanya baru kemarin aku melepas kepergian ayahku dan keluarganya kembali ke Turki. Dia ternyata memutuskan untuk menghabiskan liburan musim panasnya di Spanyol. Aku cukup senang mengetahui bahwa ternyata Gerardo ikut bersamanya ke Turki.

Langkahku berhenti pada bangunan menjulang di hadapanku saat ini. Sebuah hotel yang cukup mewah untuk ukuranku yang normal. Mari kita luruskan tentang kata normal tersebut, ya... secara sederhana Ariana yang dulu telah kembali, dan si milyuner Ariana yang sempat melekat pada diriku telah menghilang, selamanya.

Orang-orang lalu lalang di sekitar, dan beginilah orang-orang dengan pikiran modern. Tak ada yang peduli dengan keadaan di sekitar mereka. Aku pun semakin merapatkan syal merah yang kukenakan. Udara di sini belum terlalu dingin seperti yang seharusnya. Tapi setidaknya syal itu akan membuatku lebih berani untuk semakin melangkah.

Seorang sekuriti menyambut para tamu dengan berdiri tegak di depan pintu otomatis milik hotel. Aku melangkah dan melewatinya tanpa menoleh. Damn... aku seperti lupa darimana asalku. Inilah langkah terakhir yang akan kulakukan. Tak peduli apapun yang terjadi nantinya Ariana harus menyelesaikan semuanya.

Ah... menjadi orang kaya untuk sesaat rupanya membuatku bertingkah seperti mereka. Aku mulai terbiasa dengan penyambutan lain di hotel ini. Aku tersenyum simpul pada seorang karyawan yang menawariku minuman selamat datang dan menolaknya. Lift yang sekarang kumasuki telah memuat beberapa orang.

Sekali lagi aku melangkahkan kakiku dengan pasti, kali ini keluar dari lift. Dalam hati aku merasa cukup senang bahwa aku tidak salah lantai. Dan sialnya aku merasa harus melepas syal yang melingkar di leherku dan menggulungnya. Bukan tanpa alasan, tempat itu terasa lebih hangat ketimbang di luar sana. Hampir delapan puluh persen properti dan barang di restoran ini terbuat dari kayu, begitu juga dindingnya. Akan sangat menyenangkan jika menghabiskan satu malam musim dingin di tempat ini.

" Adrian..." Sapaku tenang begitu langkahku mendekat ke meja dimana Adrian berada. Pria itu menyambutku dengan seringaiannya yang biasa. Tapi kali ini aku tak merasa takut lagi dengan hal itu. Tanpa disuruh, aku langsung duduk di seberangnya dan melipat kedua tanganku dengan sikap yang masih tenang. Kali ini, aku datang kemari bukan untuk menunjukkan rasa takutku padanya. Bagiku, semuanya telah berakhir pada malam penyerahan di kerajaan waktu itu.

" Kau belum memesan apa-apa." Aku melirik meja di hadapan kami yang masih kosong.

" Untuk apa kau ingin bertemu di tempat ini? Kenapa tidak di Barcelona saja?" Adrian mengacuhkan pertanyaanku yang sebelumnya. Matanya menyipit penuh selidik. Aku tersenyum sebentar sebelum menjawab pertanyaannya.

" Jadi kau benar-benar tak menyadari ini?"

"..."

" Atau kau berpura-pura tak menyadarinya?" Bibirku membentuk senyuman tipis yang entah datang dari mana, aku mulai tak memahami diriku sendiri akhir-akhir ini. Adrian sekali lagi mengernyit, mungkin dia memang benar-benar tidak mengetahui apa yang kumaksud.

" Baiklah... mungkin kau lupa Adrian."

" Di tempat ini, di bawah bangunan ini, semuanya berawal. Dua puluh tahun yang lalu. Kebakaran di rumah khalifah merenggut nyawa ibu kandung dan keluarga besar ayahku." Emosi itu kembali muncul. Aku benci saat dimana aku harus mengingat tentang kekejaman Adrian.

"Ah ya... aku mulai ingat sekarang. Ck... kau mencoba untuk mengingatkanku tentang masa lalu ya?" aku menghela napas dengan berat. Disini aku mulai menyadari bahwa tak lama lagi aku mungkin akan berhadapan dengan monster yang ada dalam diri Adrian.

ArianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang