Part 26 : Broken heart is gonna kill me for second part

523 35 0
                                    

Neymar POV

Aku bersumpah akan menemukan Adrian dan membunuhnya, demi Tuhan. Sejak malam Adrian membawa Ariana, aku seperti selalu mendapatkan mimpi buruk. Semuanya bercampur seperti tentakel, tak terpisahkan. Kadang-kadang aku melihat bayangan Ariana yang tersenyum kepadaku, lalu tak lama sebuah angin yang bertiup kencang menghapusnya. Mimpi lain menggambarkan dengan jelas bagaimana aku melihat Ariana menangis sendirian dan tubuh rapuhnya sangat kurus. Ada juga disaat aku melihat tubuh lemah Ariana disiksa dengan cambuk oleh sosok Adrian yang menyeringai. Begitu terus kejadiannya... aku merasa semuanya seperti tergambar dengan nyata. Ada saat dimana aku berpikir untuk lebih baik mati dibanding memiliki serentetan mimpi buruk seperti itu. Aku merasa bahwa kehilangan Ariana lebih menyakitkan dibanding kematian.

Malam itu sesaat setelah aku ambruk dan tak berdaya karena pukulan Pique; disaat semua orang mulai meninggalkan kami bedua di arena, saat Adrian memisahkan Ariana dariku. Pique menelpon Ivan dan meminta teman-temanku untuk menjemputku disana. Sampai sekarang aku belum berterimakasih pada pria itu. Entahlah... yang jelas teman-temanku tak banyak membantu. Mereka memang petarung sepertiku, namun berurusan dengan Adrian merupakan risiko besar. Aku mengerti kenapa teman-temanku banyak yang menyayangkannya, aku tak tahu saja bagaimana harus menjelaskan kepada mereka. Maksudku, Ariana itu sangat penting bagiku. Siapapun yang berurusan dengan gadisku, harus melewatiku terlebih dahulu. Dan sayangnya mereka telah berhasil.

Malam itu, sesaat setelah aku berhasil menghajar salah seorang lawanku.

" Ayolah Ney..." Ivan merangkulku, sudah setengah jam lebih aku memandang keluar jendela dengan pikiran berkecamuk. Temanku itu kembali mengajakku untuk pergi ke arena, namun aku telah kehilangan mood bertarungku beberapa hari terakhir. Sudah hampir dua minggu aku kehilangan Ariana, aku tak tahu kemana Adrian membawanya, apakah itu ke Turki, atau dia masih di Spanyol, dan bagian yang terburuk adalah apakah Ariana masih hidup.

" Pedro sudah bersedia membayar mahal untukmu malam ini Ney." Bujuk Ivan sekali lagi. Sudah kukatakan aku sama sekali tak berada dalam mood yang baik. Aku lebih sering mengabaikan teman-temanku, aku juga menolak semua panggilan telpon para gadis, emosiku menjadi tidak labil di lapangan. Dalam dua minggu ini saja aku sudah bertarung dengan membabi buta; tak terkendali. Aku mematahkan lengan lawanku dan juga membuat seorang lawan lainnya mendapat banyak jahitan. Malam ini masih ada saja orang yang bersedia menontonku mengamuk; aku seperti bukan manusia lagi.

" Aku akan ke arena menyusulmu. Aku masih butuh waktu Ivan."

" Kuharap begitu Ney."

"..."

" Dengar Ney... aku yakin bahwa Ariana ada di suatu tempat. Dia pasti takkan senang melihatmu seperti ini."

" Terimakasih atas kata-katamu Ivan, tinggalkan saja aku."

" Baiklah, sampai jumpa di arena."

.....

Berada di rumah sama saja seperti bunuh diri, apa yang memenuhi otakku hanyalah sosok Ariana seorang, ujung-ujungnya seorang Neymar akan berakhir dengan sangat mengenaskan saat tertidur nanti; terbangun dengan meneriakkan nama Ariana. Satu-satunya cara yang bisa menghentikan itu semua adalah di arena. Aku butuh seseorang yang bersedia kupukuli; disamping itu akan membantuku mendapatkan uang yang banyak. Yang lebih penting adalah pertarungan itu akan membunuh bayangan Ariana untuk sesaat.

" Hey... mau duduk sebentar ?" Vanessa mencegatku dengan suara mendesah yang dibuat-buat. Di tempatnya ia sedang memegang rokok dan menghadapi sebotol bir. Matanya yang terang menatapku penuh harap bahwa aku akan bisa ngobrol dengannya. Jujur saja aku sudah melupakan apa yang terjadi padanya dan Pique beberapa saat yang lalu. Aku hanya mencoba untuk tidak terlibat lagi dengan gadis itu sekali lagi. Sebelum sempat meneruskan langkah, Vanessa telah berdiri dan menutup jalanku.

ArianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang