Ariana POV
Makan malam di rumah keluarga Suarez nyatanya tak seperti yang aku bayangkan; aku bahkan telah bersiap-siap untuk cerita yang kemungkinan akan ditanyakan oleh Tuan Luiz. Sayang sekali pria itu harus pergi ke Madrid sore harinya dan ia meminta maaf secara khusus padaku. Sedangkan si nyonya di rumah itu?, tentu saja ia tak menyukaiku setelah tahu bahwa aku adalah gadis café yang ingin diperkenalkan anaknya. Tidak perlu dipertegas lagi bahwa sama sekali tak ada jamuan makan malam yang menyenangkan di istana milik keluarga itu. Nyonya Suarez juga mengusulkan pada anaknya tentang "mengembalikanku" ke rumah.
Aku tahu itu berarti sebuah pengusiran secara sopan. Denis sendiri harus minta maaf berulang kali padaku untuk itu. Aku merasa itu adalah hal yang sangat wajar. Bahkan aku berpikir bahwa ini adalah sebuah keuntungan; aku tak perlu membuat Neymar menunggu terlalu lama. Dan jika memungkinkan, aku bisa melanjutkan mencari gaun yang sebelumnya gagal kutemukan karena gangguan dari Denis dan body guardnya.
Taksi yang dipesan khusus oleh Denis membawaku makin menjauhi rumahnya. Aku tak yakin pernah melewati daerah ini, maksudku jelas sekali bahwa kediamannya berada di kawasan elit Barcelona. Aku sudah katakan bahwa jarang sekali bepergian, dan Turki merupakan sebuah kebetulan. Lagipula teman-temanku di SMA sendiri bukan berasal dari distrik ini.
......
Tiba di rumah Neymar aku melihat pria itu mematung di sofanya. Entahlah... saat aku datang aku seperti melihat banyak pasukan beterbangan di sekitar kepalanya. Ya Tuhan... aku tahu Neymar begitu mencemaskanku, tak terbayang bagiku apa yang terjadi padanya saat Adrian menculikku.
" Syukurlah kau kembali." Dia ingin bangkit−untuk memelukku. Namun buru-buru aku melemparkan tubuhku ke sampingnya.
" Aku kan sudah mengatakan akan pulang."
" Bagaimana dengan gaun itu?"Aku hanya menggeleng; benar... aku sudah melupakannya. Harus kah aku kembali ke butik yang sebelumnya? Tapi bersama Neymar.
" Aku berpikir untuk mencarinya denganmu. Kita habiskan malam ini di luar."
Dahi Neymar mengernyit sebagai respon. Aku juga tak menyadari apa yang kukatakan; maksudku aku tak benar-benar berencana untuk mengajaknya keluar. Aku tahu Neymar itu seperti apa, dia bukan pria yang gemar mengekor para gadis pergi ke butik dan menunggu.
" Maksudku, selama kita bersama tak pernah sekalipun pergi jalan-jalan."
" Kau yakin?"
" Ayolah Ney... anggap saja ini permintaan terakhirku."
......
Memilih gaun yang tepat untuk dikenakan pada saat pesta penyerahan harusnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan banyak pertimbangan. Aku akan dilihat oleh semua orang-orang penting dan banyak tokoh di kerajaan nanti, tapi aku lebih tidak ingin membuat Neymar menunggu lama karena gaun itu. Kami masuk pada butik paling pertama yang terlihat di kawasan elit Barcelona yang lumayan terkenal dengan fashionnya. Meski ini bukan Milan atau Paris, aku tahu uang yang kukeluarkan untuk sebuah gaun biru malam ini tak kalah dengan apa yang ada di sana.
Masih dengan cara yang sama, gaun itu aku dapatkan hanya dengan sekali lihat dan aku menyukainya. Ditambah dengan bagaimana gadis penjualnya sangat gencar memberitahuku tentang hal-hal bagus mengenai gaun itu, baiklah... aku pun cukup yakin bahwa ini layak dikenakan di depan orang-orang kerajaan.
" Wow... aku agak heran dengan caramu memilih gaun itu." Neymar menggosok hidungnya begitu keluar dari butik. Aku tersenyum sebagai respon, aku cukup senang dengan apa yang Neymar katakan karena aku menganggap itu semacam pujian.
" Aku tidak suka membuat orang lain menunggu."
" Aku sudah tahu." Neymar membalasnya dengan senyuman misterius lalu berjalan mendahuluiku. Aku sudah tahu apa maksudnya?
" Baiklah, sekarang kemana?" Aku tidak memutuskan untuk mencari tahu, hanya berusaha mensejajarkan langkah kami.
" Kau yang pilih." Jezz... aku tidak mengerti dengan pria ini. Aku hanya ingin mendapatkan apa yang seharusnya gadis-gadis lain dapatkan. Berjalan-jalan di taman, bergandengan tangan dan bicara tentang hal-hal aneh, tidak susah untuk dilakukan kan? Namun Neymar sama sekali tak memahamiku, dan itu tak membantu sedikitpun.
Aku sudah sangat lama menghabiskan hidup untuk bekerja dan memikirkan tentang kuliah. Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali berkencan sebelum dengan Neymar. Ya tuhaann.. aku sangat stress memikirkan kemungkinan yang terjadi setelah besok. Adrian bisa saja memburuku untuk kedua kalinya jika aku tak menyerahkan apa-apa padanya. Dan yang lebih buruk adalah aku berbikir bahwa malam ini adalah hari terakhirku.
Kami berhenti di sepanjang jalan di La Rambla memandangi cahaya lampu di mana-mana dan melihat lalu lalang manusia yang tak pernah sepi. Tempat ini memang bukan sesuatu yang istimewa sebenarnya, aku sering pergi ke tempat ini saat SMA bersama temanku hanya untuk sekedar ikut-ikutan mengamen. Tapi malam ini rasanya sangat berbeda, aku sama sekali tak menikmati apa yang ada di hadapanku, apalagi sejak tadi Neymar tidak bicara, dia hanya mengikuti kemana aku memintanya untuk pergi. Beberapa pasangan muda terlihat bahagia duduk di café terbuka yang ada di sana. Namun tingkah laku Neymar membuat apa yang ada di dalam kepalaku makin memburuk, dia seperti mengabaikanku. Tidak masuk akal jika menjadikan kejadian tadi siang sebagai alasan kenapa ia bertingkah seperti saat ini. Apa yang dia proteskan? Apa salahku?
Aku akhirnya memilih untuk duduk di salah satu kursi café, tak lama seorang pelayan langsung menghampiriku.
" Kopi ekstra panas tanpa gula." Tak percaya aku melakukannya lagi, tapi memang sepertinya aku butuh sesuatu sebagai pengingat.
" Kau minum itu lagi?" Neymar bertanya tidak senang, dia menyusulku duduk di kursi lainnya.
" Memangnya kenapa?"Aku balas bertanya,−sebagai bentuk lain dari kalimat apa pedulimu?
" Apa yang membuatmu melakukannya?" Neymar belum mau mengakhiri ini, aku mulai melihat beberapa orang yang sepertinya tertarik pada pembicaraan kami berdua. Bagaimana aku harus mengatasi ini?, aku bahkan tidak merasa telah memulai sesuatu yang buruk dengannya.
" Banyak hal..." Aku tak melanjutkannya. Ingin sekali aku berteriak didepan semua orang tentang apa yang kurasakan sekarang. Namun apa yang terasa di tenggorokanku telah menahan segalanya−aku tercekat; bahkan hanya untuk bicara pada Neymar sekalipun.
"Adrian, ayahku, harta itu, kau. Andai aku bisa terlahir sebagai orang lain, aku tidak mau seperti ini Ney."
" Ini pesananmu." Dan segelas kopi pesananku pun telah ada di hadapanku, dengan kepulan asap yang seperti menari aku sudah ingin meminumnya namun Neymar telah menarik tanganku−mencegahku.
" Jangan berlari lagi Ariana. Apapun yang terjadi, aku akan selalu bersamamu." Dia menggenggam tanganku, −dengan cara yang semua gadis inginkan. Aku menatap Neymar, tidak mencoba mencari apapun. Bayangan penuh diriku memenuhi kedua matanya, aku seperti telah kehilangan hal ini untuk waktu yang lama.
" Menurutmu apa Adrian akan membunuhku jika aku tak memberi apa yang ia inginkan?"
" Aku takkan membiarkannya Ariana."
" ....."
" Jangan coba membuat apa yang terjadi malam ini merupakan yang terakhir untuk kita. Kumohon Ariana, jangan menyerah." Aku tak akan mengatakan apa yang baru saja Neymar lakukan membuatku benar-benar tenang. Nyatanya kepalaku masih saja berkecamuk, aku serasa bagai diberondong ribuan peluru. Jika memang aku harus mati karena hal bodoh ini, maka akan lebih baik jika aku mati sendirian. Aku tidak mau orang-orang disekitarku terlibat. Namun siapa yang akan menjaminnya? Neymar sudah bersedia pasang badan apapun yang terjadi. Tapi jika aku membiarkan Adrian mendapatkan harta itu?, aku akan jadi seorang pengecut. Dan yang lebih penting, Carla mungkin akan bersedih di surga sana.
......
KAMU SEDANG MEMBACA
Ariana
RomanceAriana adalah gadis pekerja keras yang bekerja di dua tempat sekaligus demi mewujudkan keinginannya untuk bersekolah di Universitas terkemuka dengan uang yang ia kumpulkan. siang hari bekerja di cafe dan bertemu seorang pemuda tampan bernama Denis y...