Part 25 : Sticks and stones may break my bones, but you will destroy me forever

604 37 1
                                    

Neymar POV

Melihat Ariana terlelap dalam pelukanku seperti melihat malaikat−apa aku berlebihan ?, tidak juga. Dia memang gadis yang rapuh saat datang kepadaku malam itu, dia lemah atas hal-hal tak biasa yang terjadi padanya. Maksudku, jika tak ada aku; menghadapi kejaran para mafia suruhan Adrian sendirian, mungkin dia sudah tidak selamat.

Disisi lain, aku yang secara fisik memanglah seorang petarung dan sampai sejauh ini tak terkalahkan−begitu lemah saat harus berhadapan dengan masalah keluarga. Aku terlalu rapuh jika berhadapan dengan ibuku sendiri. Berbanding terbalik dengan apa yang ada padaku, Ariana lah orang yang mampu menenangkan dan menguatkanku dalam masalah ini. Dan bagiku untuk masalah hati, tak ada kekuatan fisik manapun yang bisa mengalahkannya. Sekarang jelas kan kenapa aku menganggap Ariana sebagai malaikatku ?. dia yang memberiku harapan untuk bertemu dengan ibuku sekali lagi. Disaat aku sama sekali tak pernah terpikirkan kapan akan kembali ke rumah, Ariana tak hanya membuatku berpikir namun membuatku langsung melakukannya. Dan tak ada hanya itu, aku bisa memeluk ibuku, melihat senyumannya, dan menghabiskan waktu ibu dan anak laki-lakinya bersama.

Satu hal yang tak kalah penting, bagaimana ia membuatku bersedia memeluk ayah. Percaya atau tidak, aku mulai memanggilnya ayah lagi. Meski aku masih butuh waktu, tapi gadis itu benar-benar berhasil membuatku melakukan hal-hal yang sepertinya mustahil. Semua itulah yang sebenarnya menjadikan alasan kenapa aku harus melindunginya, alasan kenapa aku membutuhkannya, alasan kenapa aku harus bersamanya, tak diragukan lagi, aku mencintai Ariana.

Butuh beberapa jam saat akhirnya kami berdua tiba kembali di rumahku, tentu saja dengan mobil yang telah terparkir pada garasi. Aku meminta Ivan sengaja datang kemari untuk mengurus mobil dan juga rumahku saat aku pulang ke rumah orang tuaku. Dan sepertinya Ivan memang tak ada di sini, buktinya lampu depan di rumahku masih menyala jam segini.

Aku sedikit kaget begitu meraih gagang pintu, langsung terbuka. Aku yakin sekali telah meminta Ivan untuk mengunci rumahku jika ia pergi. Oh shit... seseorang telah mengacau di rumahku. Semua benda yang ada di ruang tamuku telah berpindah tempat, sofanya bergeser, asbak jatuh ke lantai dengan puntung rokok yang berhamburan, televisi disana juga terjungkal, bahkan semua bantal terburai isinya.

" Oh Tuhan Ney... apa yang terjadi disini ?."

" Entahlah Ariana." Jawabku cepat, buru-buru aku mendatangi kamarku. Disana tak jauh berbeda keadaannya dari apa yang kulihat di ruang tamu. Bantal-bantalku terburai isinya, lampu di atas meja semuanya pecah, dan lemariku terbuka dengan baju-baju yang isinya dikeluarkan.

" F*ck." Aku menggigit bibir bawahku menahan amarah. Seseorang telah bermain-main denganku disini.

" Neyyy....." Tiba-tiba saja aku mendengar jeritan Ariana dari ruang tamu. Tanpa berpikir aku langsung mendatanginya, namun Ariana telah menghilang dengan diikuti suara debuman pintu depan. Aku mengejarnya dan sialnya pintu depan telah dikunci. Sekuat tenaga aku menggedor-gedor dan yang kudengar hanyalah jeritan Ariana lalu sebuah suara mobil yang mulai dihidupkan.

" Damn...." Umpatku kesal, aku berlari ke arah pintu belakang. Berharap masih bisa mengejar Ariana. Pikiranku mendadak begitu kacau, aku tidak bisa membiarkan ini terjadi. Aku tidak boleh kehilangan Ariana.

Begitu keluar lewat pintu belakang, aku merasakan sesuatu yang keras menghantam bagian belakang leherku. Langkahku terhenti seketika, rasa nyeri seperti menyerang sekujur tubuhku. Semuanya menjadi gelap dan perlahan aku mulai tak bisa merasakan apa-apa lagi. Tuhan... aku tidak mau kehilangan Ariana, aku harus menyelamatkannya.

.....

Rambutku ditarik dengan kasar, membuatku tersentak dan secara otomatis kepalaku mendongak ke atas. Aku dengan jelas merasakan bagaimana belakang leherku masih nyeri akibat pukulan yang kudapatkan sebelumnya. Bahkan jika harus kukatakan, aku masih ingin memejamkan mataku karena rasa sakit itu ketimbang harus membukanya. Namun mengingat bagaimana keadaan Ariana, aku harus bangun dan secepatnya menemukan gadisku.

ArianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang