Retno yang baru sampai terpaksa harus membukakan pintu untuk Bima karena ternyata Bimo ada didepan unitnya. "Maaf malem-malem saya ganggu. Saya cuman mau bicara sedikit." Ucap Bimo langsung saat Retno baru saja membuka pintu.
"Masuk."
"Tolong jangan ditutup pintunya." Pinta Bimo ketika Retno baru saja akan beranjak
"Aku udah tau kok." Balas Retno cuek.
Bimo duduk dihadapan Retno. Dirinya mengambil nafas dengan pandangan menunduk. "Saya mau minta maaf sama kamu karena udah bersikap kasar setelah saya anter kamu dari acara reuni itu. Saya udah bersikap seperti gak kenal kamu."
"Kenapa mas kayak gitu?. Apa bener tebakanku kemaren?." Tanya Retno langsung.
Bimo memegang erat kedua lututnya yang menekuk sebelum mengatakan jawabannya. Retno bisa melihat Bimo seperti menahan sesuatu yang ingin dikatakan. Retno semakin tidak mengerti dengan Bimo. "Karena saya..." tangan Bimo semakin erat memegang kedua lututnya, matanya pun menutup erat untuk sesaat. "Saya gak mau ada fitnah. Saya menjaga jarak untuk keluarga saya."
"Oh..." Retno mengharapkan jawaban lain. Entah kah itu karena Bimo masih punya perasaan untuknya atau Bimo tidak mau jatuh cinta lagi padanya. "Berarti sama aja kayak yang aku bilang kemaren dong. Beda kalimatnya doang, tapi artinya sama. Mas takut kalau aku bisa membahayakan mas dan keluarga."
"Saya mohon jangan lakuin hal yang kayak kemarin lagi saat ada acara dirumah saya. Dan..."
Retno seperti sudah tau dengan apa yang akan dikatakan oleh Bimo. "Jauhin saya. Mungkin kalau kamu berpikir saya masih mempunyai perasaan untuk kamu, kamu salah. Saya sudah sangat mencintai istri saya. Kamu sudah saya lupakan semenjak kamu menolak cinta saya dulu." Perkataan Bimo membuat Retno diam dengan mata berkaca-kaca. "Saya yakin Yudha bakal ngerti saya bersikap seperti sekarang. Lagipula kamu sudah punya Pandu. Dia laki-laki baik." Lanjut Bimo kemudian dia berdiri dan pamit pulang. Bimo pergi dengan begitu dinginnya meninggalkan Retno untuk kedua kalinya dengan keadaan diam. Hati Retno sangat hancur. Harga dirinya seperti diinjak-injak oleh Bimo dengan perkataan yang singkat namun kasar dan menyanyat.
Retno tidak tunggu lama, dia mengambil handphone dan menelepon Lina. "Lin, lo dimana?. Gue mau ke club."
"Hah?. Tumben, lo kan udah enggak. Ada apa?."
"Kalau lo gak mau temenin, ya udah gue bisa sendiri." Balas Retno langsung.
"Wo.. wo... sabar. Oke gue sekarang dari kantor langsung kesana. Kebetulan gue ini masih dikantor. Abis lembur."
"Bagus, lo tolong kabarin Fera kalau dia mau ikut." Retno langsung mematikan sambungan telepon. Kemudian bersiap-siap dengan kilat. Retno mencari lagi dress super pendeknya yang sudah dipisahkan dari lemari untuk dibuang. Retno sedang benar-benar kesal dan patah hati.
**Lina dan Fera heran sekaligus kaget melihat penampilan Retno yang kembali seperti dulu lagi. Dress super pendeknya. Warna hitam yang mendominan baju, sepatu dan aksesorisnya. Juga minuman yang dipesannya. Retno memesan satu botol dengan kadar alkohol yang tinggi padahal sudah beberapa kali ini Retno tidak seperti itu. "No... lo kenapa sih?. Cerita deh." Lina langsung bertanya, tanpa basa-basi.
Retno menghembuskan nafas kesal. "Bimo dateng tadi, dia minta gue ngejauh." Retno menutup wajah dengan kedua tangannya. "Harga diri gue... ngerasa dijatuhin banget. Gue tau gue egois, gue yang salah. Tapi hati gue ancur digituin sama Bimo. Gue kesel, benci sama dia. Gak ada laki-laki yang pernah gitu sama gue." Fera mendekat pada Retno, tangan Fera mengusap-ngusap punggung Retno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kaki
RomanceTertarik dengan seseorang yang pernah dia sia-siakan di masa lalu adalah hal yang berat sekaligus rumit bagi Retno. Apalagi kalau seseorang ini sudah memiliki keluarga. Bimo, laki-laki yang pernah dicampakkan olehnya perlahan telah membuatnya jatuh...