13 - Kejujuran Retno

1.5K 153 1
                                    

"Aku sudah dewasa, mas. Gitu juga mas, aku pengen tanya dulu. Mas mau memulai hubungan kita ini ke arah yang serius atau enggak?." Retno menatap tajam mata Pandu. "Aku tau yang namanya hubungan itu gak bisa diprediksi. Tapi aku pengen tau niat mas." Lanjut Retno.

"Aku gak pernah maen-maen, No kalau mau punya hubungan sama cewek." Jawab Pandu yakin.

"Oke kalau gitu, berarti aku harus jujur."

Retno memegang tangan Pandu dengan sedikit erat. Pandu bisa tau Retno sedang mengalami pergulatan batin. Pandu mengambil alih tangan Retno kemudian menggenggamnya lembut sebelum duduk di sofa. Satu tangannya lagi pun mengelus rambut Retno dengan pelannya. "Kalau itu berat buat kamu, gak perlu kamu ceritain."

"Tapi mas perlu tau. Aku ngerasa jadi penipu kalau aku gak jujur sekarang." Balas Retno sengit.

"Retno, oke dengerin aku." Pandu membenahi duduknya terlebih dulu. "Kalau kamu mau tau, setelah aku liat kamu sebelumnya dan malem itu perasaanku gak ada yang berubah sama kamu. Aku tau manusia gak ada yang sempurna. Dan aku percaya akan ada masanya kamu bosen sama kehidupan kamu itu."

"Kenapa mas yakin?." Tanya Retno merasa tidak percaya.

"Karena aku juga dulu pernah ada di titik itu."

"Dan mas yakin aku juga bakal bisa kayak mas sekarang?."

Pandu mengangguk yakin. "Kamu orang yang baik, No. Hati baik kamu yang bakal ngerubah dan ngebimbing kamu. Aku janji, aku bakal berusaha buat selalu ada disamping kamu dan nemenin kamu sampai kamu ngerasa nyaman sama hidup kamu yang sebenarnya karena menurut aku, sekarang ini kamu lagi nyari tempat yang nyaman."

"Semoga aja memang kayak gitu." Retno menghirup nafas dalam kemudian mengatakannya dalam sekali tarikan. "Aku udah gak perawan mas. Aku pernah melakukannya sama seseorang dimasa lalu aku." Pandu diam, sementara Retno menghembuskan nafas lega. "Sekarang aku udah bilang, terserah mas mau kayak gimana. Yang jelas aku gak akan merasa bersalah sama mas lagi."

Retno merutuki dirinya sendiri yang berbohong pada Pandu. Sebenarnya masih ada satu rahasia lagi mengenai Bimo. Perasaannya pada Bimo dan apa yang pernah terjadi pada Bimo. Itu merupakan sebuah aib bukan?. Inginnya Retno tidak menganggung beban karena menyimpan rahasia gelap seperti itu, tapi terlalu kelu bagi Retno untuk mengatakannya. Retno memilih menyimpannya saja untuk diri sendiri saja.

Cukup lama Pandu diam.

"Kamu yakin mau terima aku masuk ke hidup kamu?."

"Iya."

"Oke..." Pandu menarik nafas panjang. "No... aku berterima kasih buat kejujuran kamu. Jarang, atau mungkin hanya 1 banding seribu yang mau melakukan pengakuan seperti kamu sekarang." Ucap Pandu sambil menunduk. Retno sudah menduga kalau memang Pandu tidak mungkin akan menerima dengan keadaan seperti itu. Pandu itu laki-laki yang baik. "Jujur aku sebagai manusia biasa juga laki-laki normal aku kesel dan marah." Lanjut Pandu dengan nada bicara yang ringan, tapi Retno tau perasaannya terluka. "Tapi aku gak punya hak buat masa lalu kamu. Insha Allah aku akan bertanggung jawab buat masa kamu yang sekarang juga masa yang akan datang."

Retno takut salah mencerna apa yang sudah dikatakan oleh Pandu. Retno bahkan diam untuk beberapa detik. "Maksudnya?."

Pandu mengambil satu tangan Retno yang bebas. Kedua tangan Retno digenggam Pandu dan dielus begitu lembut. "Kita ngelangkah berdua sama-sama buat ke depannya."

Retno jelas melotot kaget. "Yakin?."

"Sangat yakin." Balas Pandu dengan menatap mata Retno.

Retno yang bingung dan tidak percaya, masih terus bertanya. "Beneran yakin?. Mas ini manusia kan?."

Pandu yang awalnya serius jadi ikut bingung dan tergelak. "Ya iyalah, kamu ini nanyanya kok aneh."

Retno menggaruk keningnya yang tidak gatal. "Ya bukannya gitu, tapi kok bisa mas nerima semuanya begitu aja. Gak ada waktu menjauh buat berpikir, atau seenggaknya minta kita coba dulu aja. Kita liat dulu gitu. Atau menjauh. Aku kan jadi ragu, mas ini manusia atau bukan?."

Pandu makin tertawa. "Ya aku ini manusia lah, No. Punya rasa marah, kecewa, kesel, seneng. Tapi aku gak mau lagi ngulangin kesalahan masa lalu."

Retno mengernyitkan keningnya. "Kesalahan masa lalu apa?."

Pandu tertawa kecil. "Malu sebenernya mau ngomong, jadi aku dulu pernah punya pacar. Kita LDR." Retno langsung sadar, pasti ini yang diceritakan oleh Ibu Pandu waktu itu. "Dia hamil yang bukan anakku, tapi sama temen kerjanya. Disitu aku marah besar, aku bahkan bilang sama dia gak akan pernah maafin dia. Tapi ternyata beberapa bulan setelahnya aku dapet kabar dia meninggal waktu ngelahirin."

Retno sangat terkejut. Ending dari cerita Pandu itu tidak diceritakan oleh Kinanti.

"Aku ngerasa bersalah banget. Aku ngerasa jadi orang paling jahat."

"Darisitu mas janji gak akan ngikutin emosi lagi?." Lanjut Retno.

"Iya karena yang ngebisikkin kita itu setan kalau lagi emosi. Aku gak mau sampai menyesal udah lepas kamu karena masa lalu. Semua orang berhak melangkah maju, bahkan ketika punya kesalahan sebesar apapun di masa lalunya. Dan aku juga punya kesalahan masa lalu." Balas Pandu dengan bijak.

Retno ragu akan mengatakannya, tapi akhirnya dia katakan juga. "Dan mas gak cerita sama tante Kinanti ya ending ceritanya?."

"Oh cerita yang mantan aku itu akhirnya meninggal?. Ibu udah cerita sama kamu?." Retno tersenyum malu sambil mengangguk. "Iya aku emang gak cerita sama ibu. Takut ibu malah nganggep aku masih kepikiran dia. Ibu kan gak boleh banyak pikiran."

"Mas dewasa banget ya. Beda banget sama aku." Pengakuan Retno diselingi tawa untuk menutupi malunya.

"Sama aja kali, No. Aku juga belum dewasa." Pandu mengacak rambut Retno untuk pertama kalinya. "Jadi kita mulai semua hari ini kan. Jadian?." Tanya Pandu pelan karena malu.

Retno ingin tertawa. "Mas ya ampun kayak anak SMA aja."

"Aduh, sorry udah lama gak pacaran. Pengalaman pacarannya juga baru sekali." Pengakuan Pandu membuat Retno tertawa geli. Baru pertama kali dia pacaran dengan laki-laki seperti Pandu. Yang baik, polos, tapi ganteng. Retno merasa mendapatkan paket lengkap. Benar kata Fera. Retno bersyurkur hatinya mulai mengakui Pandu dan mau menomor dua kan Bimo. Dan Retno yakin dia bisa melupakan Bimo. "Ya Allah mas, udah mau siang. Kita belum siap-siap." Seru Retno setelah melihat jam di dinding.

"Ya udah aku siap-siap dulu ya. Nanti kita sarapan bareng di kantor aja ya." Pandu berdiri dan berjalan terburu-buru keluar unit apartemen Retno.
**

Setelah pagi itu Retno dan Pandu menjalin hubungan. Awalnya tidak yang mencurigai mereka pacaran kecuali Dela. Tapi setelah kejadian hari itu semua di kantor tau.

Siang itu, Retno sedang mengerjakan laporan sampai fokusnya hilang saat ada telepon Aldi masuk. Retno sudah malas, untuk apa pikirnya Aldi menghubunginya. Retno sudah tidak akan mengangkatnya, tapi setelah melihat chat dari Aldi Retno tidak punya pilihan lain.

"No.."

"Lo beneran ada di lobi?." Tanya Aldi

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang