25 - Kedekatan Beresiko

1.3K 141 3
                                    

Hai....
Kembali lagi dengan Retno.
Jangan lupa vote dan komentarnya ya
Enjoy..
🌸🌸🌸

Awalnya Retno terus melihat ke jendela, tapi ketika mendengar Bimo menangis di sampingnya Retno menoleh. Bimo sangat terlihat menyesal dan sedih. Retno tidak percaya, baru pertama kali ini dia melihat pria apalagi Bimo menangis. Dulu saja ketika ditolak olehnya Bimo hanya menjadi sangat dingin. Maka dari itu hati Retno langsung merasa terenyuh. Bimo sepertinya memang sudah menahan ini semua semenjak dari rumah sakit tadi. Melihat keadaan sahabatnya, belum lagi perasan bersalah. Tanpa sadar Retno mendekat kemudian memeluk Bimo yang sedang menangis sambil mencengkeram kemudi setir sangat erat. Tangan Retno mengelus punggung Bimo naik turun dengan perlahan. "Kamu gak perlu merasa bersalah. Ini bukan salah kamu. Semua udah jadi garis Tuhan. Udah takdirnya." Bisik Retno dan saat itu juga tangis Bimo berhenti. Badannya yang sudah cukup menegang sedari tadi memilih diam dan tidak melakukan pergerakan apapun. Sebut saja dirinya egois, berdosa dan banyak lagi, tapi Bimo ingin dipeluk oleh Retno walau sebentar saja.

"Ini bukan salah Mas Bimo." Hibur Retno sekali lagi setelah melerai pelukannya kemudian memberikan botol air mineral yang di belinya tadi. "Minum dulu, yang aku masih ada setengah. Yang Mas Bimo udah abis kan." Botol air mineral yang diberikan Retno dipandangi Bimo dengan lama. Ada satu perasaan yang tidak bisa Bimo gambarkan saat ini. Bahagia yang sangat luar biasa. Membuat jantungnya berdegup cukup kencang. Apalagi kalau memikirkan botol Aqua itu bekas bibir Retno yang nanti akan menempel di bibirnya.

"Astagfirullah..." Bimo menyebut ketika memikirkan hal gila itu. Dirinya merasa buruk. Kenapa pikirkannya jadi seperti ini?. Bimo bukan laki-laki yang pikirannya mesum. Sesaat Bimo menjadi sadar kalau keadaan saat ini membuatnya terbuai oleh setan.

"Mas Bimo... kenapa?. Ini minum." Botol air mineral itu disimpan oleh Retno di tangan Bimo.

"Ah iya, terima kasih."

Sesaat selama beberapa menit keadaan pun jadi awkward. Tidak hanya Bimo yang merasakan perasaan yang kacau ini, tapi juga Retno.  Untuk sejenak keduanya lupa akan pasangannya masing-masing.
**

Sementara itu di rumah sakit Pandu sibuk mencari keberadaan Retno. Dengan panik dan berharap kalau Retno handphonenya sudah aktif, Pandu menyusuri lorong. Suatu kebetulan Wulan keluar dari ruangan suaminya saat akan membeli minum. Pandu yang melihat langsung mendekat. "Kak Wulan." Seru Pandu untuk yang kedua kalinya bertemu dengan Wulan setelah diacara lamaran waktu itu.

"Em...." Wulan bingung, saking kalut pikirannya Wulan sampai lupa pada wajah Pandu. Di dalam pikirannya, Wulan mempertanyakan siapa yang ada dihadapannya saat ini. Laki-laki yang bersetelan kemeja dan celana kerja rapih, tapi wajahnya terlihat kusut dan khawatir.

Pandu menghembuskan nafas lega. Akhirnya dia ketemu juga dengan ruang rawat Yudha. "Saya Pandu, kak." Pandu mengulurkan tangan kemudian salam pada calon kakak iparnya itu. Walaupun memang Pandu seumur dengan Wulan, tapi statusnya membuat Pandu merasa harus hormat dan salam pada Wulan. "Calon suaminya Retno."

"Ya ampun, maaf aku lupa. Pandu ya.. iya.. ya.. maaf ya, Ndu." Meminta maaf sungguh-sungguh Wulan pada Pandu karena merasa tidak enak. Bukannya dijamu tamu jauh dari Jakarta, ini malah tidak kenali pikir Wulan.

"Gak apa-apa. Saya ngerti kok, pasti karena keadaan saat ini pikiran Kak Wulan jadi kalut." Balas Pandu mengerti dengan keadaan Wulan. Apalagi penampilan Wulan juga saat ini terlihat kecapekan dan kusut. Memakai kaus dan celana jeans saja. Padahal waktu Pandu bertemu dengannya di pesta dan dari status Yudha yang sering di share, istrinya—kakak iparnya terlihat sangat modis dan memakai make up—-walau Pandu tidak mengerti make up apa yang dipakai dan type make up apa. Tapi yang jelas berbeda sekali dengan penampilan Wulan sekarang ini. "Kak, saya turut prihatin terhadap musibah yang menimpa Bang Yudha. Beliau orang yang baik dan humble banget, banyak orang yang mendoakan kesembuhannya. Saya yakin beliau akan cepat pulih dan sehat seperti sedia kala." Ungkap Pandu tidak mau bertanya terlalu jauh, takutnya Wulan tidak ingin ditanya-tanya dulu mengenai kondisi Yudha.

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang