17 - Niat Baik

1.4K 146 4
                                    

"Jadi saya kesini mau minta izin sama Bang Yudha. Saya punya niatan serius sama Retno." Pandu mengatakan niat baiknya dengan lugas dan sangat berani. "Dan sekarang saya sedang berusaha membuktikan juga meyakinkan Retno kalau saya memang benar-benar berniat serius sama dia." Mata Pandu melirik Retno dengan sorot mata penuh keyakinan dan Yudha pun memperhatikannya.

Puas melihat tekad Pandu, mata Yudha beralih pada Retno. Yudha seolah mempertanyakan sesuatu padanya. "Saya gimna Retno. Kalau dia cocok dan nyaman sama kamu, saya pasti dukung."

Kini bagian Retno yang melirik pada Pandu dan Yudha bergantian. "Aku yakin Mas Pandu bisa buat aku lebih baik."

Yudha memegang tangan Retno. "Retno selalu buat abang bangga. Lo adek gue yang paling baik." Ini jarang terjadi. Yudha tau keadaan Retno saat ini tidak baik-baik saja. Retno sedang merasa kurang percaya diri, rendah dan tidak berharga. Walaupun Yudha tinggal jauh dengan adiknya itu, tapi Yudha selalu memantau keadaan Retno. Yudha selalu bertanya pada orang yang dekat dengan Retno.

Bahkan kejadian Poppy dan Aldi, tanpa sepengetahuan Retno Yudha sudah menonjok Aldi dua kali.

"Ah.. apa si bang?. Tumben ngomong kayak gitu." Retno mengalihkan pembicaraan. Bisa-bisa dia menangis kalau tidak dibuat bercanda. Sama dengan Retno, Yudha juga mengacak rambut Retno untuk mengalihkan suasana sedih. Dari kejauhan Pandu merasa terharu karena melihat hubungan kakak beradik yang dipunya oleh Yudha dan Retno. Tulus, tapi tidak dibuat-buat.

"Harusnya lo bersyukur, gue kan muji lo tuh langka banget. Setahun sekali juga gak ada kayaknya."

Suasana menjadi ricuh lagi dan itu lebih baik bagi Retno daripada harus menangis-nangis.

"Eh bikin minum yuk. Mbak kamu lagi gak ada sama Tiara, lagi ke rumah mertua. Ada acara arisan keluarga." Ajak Yudha yang duduk dihadapan Pandu dan Retno.

"Bang Yudha kenapa gak ikut?. Dipecat jadi menantu?."

Tebakan Retno mendapatkan getokan dari jauh. "Seenaknya kalau ngomong. Itu gue ada acara di cafe nanti siang. Gak bisa ditinggal, jadi gak ikut." Yudha beralih pada Pandu lagi. "Eh maen-maen ya ke cafe saya kalau lagi ke Bandung. Cafe kecil sih, tapi saya yakin bakal bikin nyaman kamu buat pacaran sama Retno."

Pandu tertawa karena lelucon Yudha. "Pasti."

"Eh bentar.. kamu tuh Pandu.. yang pernah di bilang sama.. Bimo bukan sih?. Yang ngurusin keuangan cafenya dia?." Yudha agak ragu saat mengucapkan nama Bimo. Tidak tau, Yudha tiba-tiba ingat saja kalau Bimo pernah bercerita mengenai Pandu.

"Iya, abang kenal Pak Bimo?."

Yudha seperti mulai mengerti situasi dimana Pandu tidak tau hubungan antara dirinya, Retno dan Bimo. "Kenal. Dia temen kuliah saya."

Retno bernafas lega Yudha tidak mengatakan kalau Bimo pernah tinggal di rumah mereka. Pandu tidak tau mengenai kedekatan Retno dan Bimo.

"Oh, kamu gak pernah cerita No?."

"Aku....." Retno meminta pertolongan pada abangnya. Yang untungnya, Yudha mau membantu. "Pelupa dia, Ndu. Eh ayo No, kita bikin minum. Kasian tamu jauh, tapi gak dibikinin minum."

Pandu dengan setelan kaos polo berwarna hitam dan celana berwarna khaki merasa sungkan. "Gak usah bang."

"Gak apa-apa. Tunggu bentar ya."

Yudha sudah gatal ingin berbicara dengan Retno. Banyak kejanggalan yang mesti Yudha tanyakan dan juga luruskan.

"Iya, tunggu aja ya mas. Bentar."

Pandu akhirnya mengerti kalau Yudha ingin bicara berdua dengan Retno.

Didapur dengan ala sinetron Yudha menarik pelan Retno. Matanya selalu awas ke ruang tamu depan. Takut-takut Pandu datang lalu dengar. "Oke, sekarang jelasin sama Abang."

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang