Retno berjalan dengan sangat cepat agar bisa melihat kakak satu-satunya itu secepatnya. Takut terjadi hal yang tidak diinginkan atau diirnya melewatkan hal penting yang terjadi pada Yudha. Namun, langkah kaki Retno langsung melambat saat melihat mamahnya juga sedang dengan dokter ke sebuah ruangan. Hati Retno menangis miris melihat mamahnya baru sadar setelah kakaknya koma beberapa hari.
"Retno..." panggil Wulan denagn bahagia dari tempat duduk untuk menunggu Yudha. Retno langsung tidak memperdulikan lagi hatinya yang sakit karena ketidak peduliaan mamahnya terhadap Yudha. Yang terpenting saat ini adalah keadaan Yudha.
"Gimana kak?."
Wajah Wulan berbinar-binar bahagia. Tangis haru dan bahagia terlihat di ujung mata Wulan. "Mukjizat, No. Bang Yudha sadar tadi pagi. Sekarang sedang dilakukan observasi bagaimana keadaannya menyeluruh. Nanti kalau dirasa membaik, Bang Yudha akan langsung dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Mamah juga lagi ngobrol sama dokternya di ruangan." Penjelasan Wulan dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan karena terlalu bersemangat menceritakan keadaan Yudha.
"Kapan mamah dateng?." Retno bertanya dengan sangat dingin.
Gerakan Wulan yang memainkan tangannya membuat Retno tau kalau jawabannya akan membuat Retno kesal. "Gak apa-apa kak, bilang aja." Kata Retno lagi.
"Tengah malem tadi sebenernya mamah udah dateng, tapi mamah nginep di hotel karena aku rasa pasti mamah capek kalau langsung kesini. Lagian kan gak boleh jaga berdua juga kalau malem. Jadi mamah dateng pas tadi Bang Yudha udah siuman." Jelas Wulan detail. Tidak ingin Retno marah karena kedatangan mamahnya yang baru saja.
"Oh...." Perasaan kesal langsung mendominasi Retno setelah mendengarkannya, tapi bagaimana lagi Retno tidak bisa meluapkan kekesalannya saat ini pada Wulan. Bukan waktu yang tepat dan nanti malah memberatkan pikiran kakak iparnya.
"Ya udah yang terpenting keadaan Bang Yudha sekarang."
"Iya. Alhamdulillah, seneng banget dengernya. Sekarang yang ada didalam ruangan siapa?."
"Mas Bimo. Aku minta Mas Bimo mendoakan lagi, kan tadi pas Bang Yudha sadar itu waktu Mas Bimo lagi mengaji. Aku kebetulan lagi cari sarapan di kantin." Ungkap Wulan bahagia. Retno jadi ikut menitikkan air mata. Wulan pun memeluk Retno dan mengelus punggung Retno perlahan. "Ini semua berkat doa kita semua. Kalau kata dokter kemarin sebenarnya kecil kemungkinannya Bang Yudha bisa sadar." Kata Wulan dengan perasaan yang pedih.
Retno terkejut dengan apa yang disampaikan oleh kakak iparnya itu. "Hah?. Kenapa kemaren Kak Wulan gak ngomong?." Retno perlahan jadi sadar kenapa kakak iparnya itu tidak mau meninggalkan suaminya lama-lama. Wulan memendam kegelisahannya sendirian.
"Aku takut buat kamu sama yang lain khawatir." Jujur Wulan. "Oh ya Tiara tadi gimana di rumah?." Lanjut Wulan yang sebenarnya selalu rindu dengan anaknya itu. Bagaimanapun biasanya memang dia bekerja, tapi masih sempat memandikan, menyuapi sampai menidurkan. Tapi ketika Yudha kecelakaan, Wulan harus lebih sering di rumah sakit. Wulan hanya bisa tinggal di rumah paling lama pun tiga jam saja. Dirinya benar-benar takut kalau kelamaan meninggalkan Yudha dan terjadi apa-apa, pikir Wulan waktu itu.
"Jangan kayak gitu kak. Kita semua kan keluarga." Hibur Retno. "Ya udah kakak gak usah pikirin lagi ya. Kan Bang Yudha udah baikan, udah lewat juga masa kritisnya." Lanjut Retno tersenyum penuh kebahagiaan.
"Ya udah, kamu masuk aja. Langsung liat sendiri. Boleh berdua kok." Kata Wulan.
Keraguan langsung muncul di hati Retno, apakah dirinya harus masuk berduaan dengan Bimo, lalu Yudha sadar ada sesuatu yang terjadi?. Atau Retno menunggu saja?. Tapi dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kakaknya itu. "Ya udah, aku masuk ya kak." Putus Retno akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kaki
RomanceTertarik dengan seseorang yang pernah dia sia-siakan di masa lalu adalah hal yang berat sekaligus rumit bagi Retno. Apalagi kalau seseorang ini sudah memiliki keluarga. Bimo, laki-laki yang pernah dicampakkan olehnya perlahan telah membuatnya jatuh...