Hai...
Terima kasih ya buat responnya di part sebelumnya. Baik yang kesel sama Bimo atau kasihan sama Pandu. Bikin mood nulis saya naik.
Semoga di part ini bikin kalian lebih greget.
EnjoySetelah perkataan Bimo yang terkesan spontan itu semua orang yang duduk di meja makan memandang ke arah Bimo dengan bingung. Retno mencoba tertawa dan membuat seakan itu adalah cara Bimo bercanda. "Bercandanya suka aneh emang ya Bang Mas Bimo ini."
Satu sudut bibir Yudha yang terangkat ikut tertawa hambar, matanya memicing pada Bimo. "Iya, Bimo emang paling gak bisa bercanda. Maklumin aja ya, Ndu." Yudha beralih menatap Pandu.
Sementara Pandu yang ditatap seperti itu kaget, raut wajah yang awalnya tertekuk kesal menjadi melunak dan tersenyum. "Iya, bang." Mata Pandu beralih pada mata Bimo. "Saya ngerti kok, saya kan udah kenal sama Mas Bimo. Kita... satu kantor..."
"Pandu juga pegang cafe. Itu yang udah bantu aku, Yud." Potong Bimo ikut menjelaskan.
Penuh rasa ketertarikan Yudha bertanya lebih lanjut. "Oh kamu yang sering diomongin sama Bimo?. Wah hebat, nanti kalau aku juga jadi mau buka cafe kamu harus bantu ya." Yudha tersenyum lebar pada Pandu.
"Itu terlalu berlebihan, saya hanya mengurus apa yang harus saya urus aja kok. Kalau Bang Yudha perlu bantuan bilang aja, saya pasti bantu." Pandu tersenyum.
Melihat keasyikan semua yang mengobrol, Wulan menginterupsi. "Maaf ya aku potong, Pandu, Retno ayo pada makan. Nanti kita ngobrolnya lanjut lagi sambil ngeteh-teh cantik. Mas mau tambah gak?." Wulan mengalaskan lagi makanan untuk Yudha saat suaminya menyodorkan piring. Tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, tapi memenuhi gizi yang seimbang. "Ini buat kamu sayang."
Beda halnya dengan Yudha, Bimo yang ingin menambah makanan hanya bisa mengalas makannya sendiri. Pandangan Bimo terlihat syirik pada Wulan dan Yudha. Apalagi pada Retno yang juga mengalaskan makanan pada Pandu dengan telaten. Keadaan itu membuat Bimo menjadi bungkam dan tidak bicara sedikitpun sehingga makan siang pun menjadi hening dan sibuk dengan makanannya masing-masing.
**Selesai makan siang, Retno membantu Wulan membereskan piring dan gelas kotor. Pandu juga tidak diam, dirinya membantu Retno. Tersisa Yudha dan Bimo yang masih duduk di meja makan. "Bim, bisa kita ngomong di belakang?." Kata Yudha saat sedang memakan jeruk yang sudah di kupas oleh istrinya.
Bimo yang sedang melamun jelas terkejut. "Hah?. Berdua?."
"Hem.. yuk.." Ajakan Yudha pun diterima oleh Bimo. Kursi roda Yudha langsung didorong oleh Bimo ke halaman belakang, meninggalkan Pandu, Retno, Tiara dan Wulan di dapur. "Mas mau kemana?." Tanya Wulan saat kembali ke meja makan akan memindahkan makanan ke piring yang lebih kecil.
"Sebentar, mau ngobrol berdua aja sama Bimo." Sedikit berteriak Yudha pada istrinya itu. Wulan merasa curiga dengan sikap suaminya. Tidak biasanya ngobrol berdua dengan Bimo sampai pintu kaca yang menjadi pembatas antara halaman belakang dan ruang keluarga di tutup penuh. Biasanya kalau pun suaminya bicara hal mengenai masalah Bimo, Yudha tidak akan menutup pintunya. Sepenting apakah?. Tanya Wulan dalam hatinya.
"Kak Wulan.." Tepukan pada bahu kanan Wulan membuat lamunan Wulan hilang dan berganti menjadi kaget. "Itu Tiara katanya mau es krim, boleh gak?." Tanya Retno.
"Oh, abis es krim nya Tiara."
"Gak apa-apa, aku sama Mas Pandu bakal beli sama Tiara. Sekalian jalan-jalan aja. Boleh gak kak?." Tanya Retno meminta izin sambil menoleh ke belakang dimana Tiara berdiri disamping Pandu yang sedang menyimpan piring kotor. "Udah nempel kayak perangko tuh sama Mas Pandu." Lanjut Retno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kaki
RomanceTertarik dengan seseorang yang pernah dia sia-siakan di masa lalu adalah hal yang berat sekaligus rumit bagi Retno. Apalagi kalau seseorang ini sudah memiliki keluarga. Bimo, laki-laki yang pernah dicampakkan olehnya perlahan telah membuatnya jatuh...