Pandu dan Retno
Nama mereka terpampang jelas di papan besar yang ada didepan tempat pesta. Retno dari tempatnya memandang papan besar itu lamat-lamat. Otak Retno langsung berputar ke semua yang hal terjadi dalam hidupnya sampai pada titik saat ini. Hidup memang tidak bisa ditebak, namun Retno berharap setelah menikah hal baik akan lebih banyak datang walaupun memang menikah bukan akhir dari segalanya. Pasti akan ada masalah, kesedihan juga air mata, tapi Retno percaya pasti akan ada kebahagiaan, tawa dan harapan juga yang datang.
"Serius banget liatin nama aku nya." Tangan Pandu langsung mendarat di kedua bahu Retno. "Kenapa?. Aku perhatiin daritadi ngelamun terus."
Retno menggeleng. "Gak apa-apa, cuman gak nyangka aja kita sampei ke titik ini. Banyak banget hal yang harus dilaluin dan semuanya gara-gara aku." Cukup malu sebenarnya saat mengatakan itu, tapi Retno tidak mau menjadi pecundang dengan tidak mau mengakui kesalahannya.
Pelukan Pandu dari belakang yang tidak terlalu erat di tubuh Retno adalah sebuah usaha Pandu agar Retno tidak larut dalam rasa bersalahannya lagi. Semenjak kemarin mereka berbaikan terkadang Retno menyesali segala kesalahannya dengan sangat keras dan Pandu tidak suka. Bagi dirinya jika memang sudah memaafkan, tidak akan ada lagi pembahasaan dan penyesalan. Sudah benar-benar tutup buku. "Masa itu yang buat kita berdiri disini sekarang. Aku yakin masa yang akan datang akan lebih baik. Udahlah jangan di bahas lagiyang udah-udah. Oh iya, em... sayang..."
Wajah Retno menoleh ke samping, tempat kepala Pandu bersandar di pundaknya. "Apaaaaaa, Mas Panduuu?."
"Lusa berarti malam pertama kita ya?. Nervous gak?. Kok mas gugup ya." Bisik Pandu.
"Ih apa sih Mas Pandu?." Balas Retno sambil sedikit menyikut perut Pandu. "Ngomongin kayak gitu sekarang, malu tau."
Pandu tergelak. "Lucu banget sih kamu malunya." Pandu mempererat pelukannya. "Tapi ada yang bikin aku lebih gugup tau."
"Apa?."
Tubuh Retno di bawa untuk berhadap-hadapan dengannya. Tangan Retno pun di raih oleh Pandu kemudian digenggamnya dengan lembut. "Besok aku takut waktu ijab kabul salah sebut atau salah ucap."
Kening Retno mengkerut sangat dalam. "Kok bisa salah sebut?. Emang ada berapa Retno?. Atau Mas Pandu takut salah sebut nama Desi?."
"Oh Desi?. Bener juga ya."
"Mas Pandu ih!. Beneran?." Tanya Retno dengan nada yang sangat tidak suka.
Pandu mendekatkan wajahnya pada Retno lalu menelisik raut wajah calon istrinya itu. "Bercanda sayaaang. Masa iya aku jadi nyebut nama Desi. Udah jelas-jelas Retno."
"Ya siapa tau."
"Nama kamu kerekam jelas di otak. Masa iya salah sebut nama. Kamu aneh banget sih." Kali ini Pandu lebih tergelak. "Maksudnya aku tuh aku takut jadi gugup, salah kalimatnya atau bahkan lupa sama sekali." Hidung Retno menjadi sasaran Pandu untuk dijawil. "Kamu nih kok bisa cemburu, sama Desi lagi. Dia kan pacarnya temen aku."
"Hah?. Cemburu sama Desi?. Enggak. Siapa bilang?." Mata Retno lari dari Pandu yang menatapnya dengan tajam. "Gak usah fitnah." Dalam hati Retno memarahi dirinya sendiri bagaimana bisa memperlihatkan dengan jelas kecemburuannya?. Harusnya ditutupnya rapat-rapat.
"Hahahaha.... Iya deh iya, gak cemburu cuman jealous doang." Balas Pandu sambil tertawa puas. "Berarti kamu udah cinta sama aku ya." Walaupun terus tertawa, Pandu memeluk Retno dengan sayang. Ciuman di hujan kan pada pucuk kepala Retno penuh kelembutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kaki
RomanceTertarik dengan seseorang yang pernah dia sia-siakan di masa lalu adalah hal yang berat sekaligus rumit bagi Retno. Apalagi kalau seseorang ini sudah memiliki keluarga. Bimo, laki-laki yang pernah dicampakkan olehnya perlahan telah membuatnya jatuh...