14 - Membingungkan

1.4K 143 2
                                    

Semenjak kejadian di lobby, pikiran Retno kacau dan tidak karuan. Kejadian tadi membuat emosinya teraduk-aduk sempurna penuh kebingungan. Kesal, sedih dan miris karena perlakuan Aldi yang kembali melakukan kekerasan. Sementara bingung juga karena sikap Bimo yang terasa aneh sekali bagi Retno. Raut wajahnya Bimo seperti khawatir dan peduli pikir Retno. Bukankah Bimo tidak suka padanya?. Terus kenapa dia sangat cemas?. Retno terus bertanya didalam hatinya.

"Kamu beneran gak apa-apa?." Pertanyaan dari Pandu membuat Retno tersadar kalau sekarang ini dia sedang berada di ruangan Pandu.

"Bener mas. Tenang aja." Retno mencoba meyakinkan Pandu yang terlihat sangat cemas.

"Kalau boleh aku tau, ini sebenarnya kenapa No?."

Retno diam. Berpikir untuk sesaat. Apakah harus dirinya menceritakan apa yang terjadi diantara dia dan Aldi?. Tapi kalau dia tidak menceritakannya, Retno takut kejadiannya akan terulang lagi. "Mantan ku dateng buat minta balik lagi, tapi aku gak mau."

Pandu mendekatkan duduknya pada Retno. "Hah?. Bukannya dia mau nikah?."

"Iya, tapi dia ngerasa adek tiri aku itu terlalu kenaka-kanakan. Jadi dia punya rencana anaknya nanti diurus sama kita berdua."

"Gila.. pikirannya dimana?. Udah gak waras kayaknya mantan kamu." Retno tiba-tiba tertawa. Pandu mengernyit karena merasa tidak ada yang aneh, tapi kenapa Retno tertawa. "Kenapa kamu ketawa, No?."

"Kayaknya baru pertama kali ini aku denger mas mengumpat."

"Sorry... aku gak maksud.. ah.. bukan gak maksud tapi..."

Retno memegang tangan Pandu. "Udah mas, gak apa-apa. Manusia itu wajar kok sesekali ngumpat kayak gitu. Aku ngerti, mas pasti kesel karena dia udah ngajak aku balik." Retno mengeratkan pegangannya pada tangan Pandu yang berada di atas pahanya. "Its okay. Mas gak perlu jadi yang sempurna. Aku malu nantinya, aku punya banyak kekurangan." Lanjut Retno dengan senyuman yang membuat Pandu diam dan terpesona. Retno jarang semanis dan selembut ini. Pandu jadi semakin mencintainya.

"Aku yakin itu sebenarnya bukan kekurangan, tapi proses menuju kamu yang lebih dewasa." Pandu menatap Retno dengan begitu dekat dan lekatnya.

"Kamu yakin aku bakal lebih dewasa setelah semua yang aku lewatin ini?. Aku gak yakin."

Tangan Pandu diletakkan diatas tangan Retno. "Kamu harus yakin, No."

Retno mempertanyakannya lewat tatapan mata pada Pandu. Keduanya saling menatap dengan intensnya. Sampai akhirnya pintu tiba-tiba terbuka, membuat keduanya langsung saling menjauh.

Dela yang mulanya heran dengan ekspresi Pandu dan Retno yang sedang duduk langsung tertawa lebar saat mengerti dengan situasi saat ini. "Aduh maaf ya ganggu. Saya gak tau."

Pandu berdiri dari duduknya. "Enggak kok. Tapi lain kali ketuk dulu ya Del."

Dela terkikik geli, "ini pak soalnya tadi Pak Bos tiba-tiba dateng terus nyuruh Pak Pandu buat cepet-cepet dateng ke ruangannya." Jelas Dela sambil terus terlihat menahan tawa.

"Oke, saya sebentar lagi kesana."

"Baik Pak." Sambil berbalik keluar dari ruangan, mata Dela melirik penuh intimidasi pada Retno. Seolah mengatakan, hayo lo ngapain sama Pak Pandu tadi?.

Retno yang jelas-jelas tidak melakukan apapun balas menatap Dela penuh pembelaan. "Ya udah pak, kalau gitu saya keluar juga." Retno keluar lebih dulu yang disusul oleh Dela. Pandu menggaruk kepalanya dengan wajah yang memerah.
**

"No, minggu ini ada acara?." Tanya Pandu saat sedang menyetir.

Retno yang sedang melihat instagram di handphonenya berhenti sejenak. "Hah?. Apa mas?."

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang