Hal Termanis

1.4K 145 10
                                    

Langkah kaki Retno lemas saat berjalan menuju unit. Penampilannya kusut bukan main. Bahkan make up sudah dihapus Retno saat sudah menangis tadi. Jika diingat belum pernah penampilan Retno seburuk ini. Tapi itu belum terlalu buruk bagi Retno, ternyata Pandu sibuk lembur di kantor dan kedua sahabatnya pun baru bisa datang besok malam. Rasa sesak masih terasa sebab yang menghimpit dadanya itu belum keluar. Retno perlu pelukan dan tepukan di punggungnya. Tapi bagaimana lagi saat Retno memang harus menerima dan menyerah pada keadaan. Dirinya harus kuat menghadapi semuanya.

Dengan pelan Retno menekan PIN di lock door kemudian membuka pintu unitnya. Tapi betapa terkejutnya Retno saat kegelapan di unitnya berubah menjadi terang dan berisik.

Duar....

"Selamat Ulang Tahun Retno......" Teriak semua yang ada di sana. Pandu berada di barisan yang paling depan, sementara sisanya ada yang duduk dan berdiri. Mata Retno meng—scanning yang hadir. Tidak disangka, yang hadir malam itu adalah sebagian orang yang susah sekali dijumpai. Retno sampai tidak percaya dan melamun. Selain itu, unitnya juga sudah disulap menjadi sangat indah dengan nuansa hijau pastel—-warna yang baru-baru ini disukainya. Satu meja panjang diletakkan di tengah ruangannya. Bunga yang begitu banyak berjejer rapi di atas mejanya. Ditambah lilin-lilin yang menambah suasana romantis. Retno dibuat sangat terkejut.

"Hai sayang, selamat ulang tahun." Ucap Pandu setelah mengambil kue lalu menyalakan satu lilin berwarna perak yang tertancap di bagian tengah kuenya. Terharu Retno saat melihat kuenya, kue berwarna hijau mint yang sangat cantik dengan hiasan beberapa kupu-kupu. Pasti pilihan Pandu, pikir Retno.

Tangan Pandu mengelus kepala Retno lembut dan penuh kasih sayang. "Maaf.. ya aku tadi bohong sama kamu. Sekarang, ayo tiup lilinya."

Kedua mata Retno berkaca-kaca. Beberapa sahutan di belakang Pandu terdengar. "Ayo tiup, No. Pandu tadi nyiapin semuanya ini seharian loh." Suara Lina terdengar.

"Iya, Pandu udah bekerja keras tuh." Suara mamah Rika yang kali ini terdengar.

"Beneran mas?." Tanya Retno tidak enak mendengarnya karena sebenarnya sesudah kejadian tadi dirinya kesal dengan Pandu. Bimo dan Aldi saja ingat, ini calon suaminya malah lupa hari ulang tahunnya.

Pandu tidak mengiyakan atau membantah, Pandu hanya tersenyum sembari menjawab. "Udah gak usah dibahas, sekarang kamu tiup dulu lilinya." Pinta Pandu. "Pegel nih kesemutan tangan calon suaminya." Lanjut Pandu mencairkan suasana.

Tawa Retno keluar. "Iya deh calon suami." Balas Retno lalu tak lama kemudian meniup lilinnya setelah berdoa dalam hati. Menginginkan hidupnya bahagia bersama dengan orang yang dia cintai. "Makasih ya sekali lagi." Ungkap Retno tulus pada Pandu kemudian tanpa disangka-sangka Retno berjinjit lalu mencium bibir Pandu dengan panas selama beberapa detik sampai mata Pandu membesar karena kaget.

"Ya ampuuuun...., ketauan ya siapa yang agresif." Seru Lina lagi menyuraki dengan heboh, disusul oleh Dela dan Fera yang sama-sama menjerit. "Aw...."

"Muka Pandu kaget banget. Keliatan kayaknya belum pernah dicium Retno." Canda Rika juga. "Aduh... No.. No... ya jaim dikit." Rika tertawa santai, sementara papahnya—-Gunawan hanya tersenyum santai saja.

Pandu yang masih shock diam berdiri saja seperti patung, sementara Retno sudah mengambil alih pesta dengan berkata. "Makasih ya semuanya. Kalian udah inget dan dateng kesini."

Gunawan juga Rika langsung mendekat. "Kamu harus terima kasih sama Pandu, hari kemarin dia sampei nyamperin papah sama mamah di tempat meeting beberapa kali buat pastiin kami bisa dateng kesini. Dia bilang pengen buat acara ulang tahun kamu itu bukan mewah dan megah, tapi hangat. Dan papah rasa itu cukup buat jadi alasan buat papah dateng malem ini..."

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang