27 - Topeng

1.2K 149 8
                                    

Waktu berjalan dengan cepat saat hal menyenangkan terjadi. Berbanding terbalik saat hal tidak menyenangkan justru terjadi. Waktu jadi terasa lama, bahkan rasanya seperti membunuh. Sama halnya seperti Retno, dirinya juga ingin Yudha secepatnya sembuh seperti semula. Segala rasa sakitnya cepat berakhir. Masa-masa kritis yang dialami oleh Yudha sekarang ini selesai. Bayangan wajah Yudha yang memakai banyak alat menghantui pikiran Retno dan selalu bisa membuat Retno menangis.

Selain itu Retno juga tidak bisa menjaga full dan stay lama di Bandung. Retno harus bulak-balik Bandung-Jakarta agar tetap bisa bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan tetap bisa menjaga kakaknya juga. "Mas, kalau mau duluan ke Jakarta gak apa-apa kok. Mas Pandu kan udah bolos hari ini. Aku mungkin pulang ke Jakarta lusa. Buat ngurus pekerjaan dulu." Kata Retno ketika sedang makan di kantin selesai menjaga Yudha karena Wulan sudah datang untuk gantian jaga. Padahal Retno sudah beberapa kali bilang, nanti sore saja datangnya tapi Wulan tetap tidak mau. Kata Wulan istirahat beberapa jam saja sudah cukup, kekhawatiran pada Yudha membuat Wulan tidak tenang apabila berjauhan.

"Enggak, aku gak mungkin ninggalin kamu sendirian disini." Tolak Pandu tegas sambil mengambil gelas es teh manisnya.

Retno menghembuskan nafas kesal karena keras kepala calon suaminya itu. "Beneran deh mending pulang duluan aja. Aku gak mau nanti Om Aryo protes sama mamah, terus mamah ngomel sama aku." Balas Retno sedikit bercanda. Mendorong es teh manis miliknya pada Pandu karena Pandu sepertinya masih haus, tapi miliknya sudah habis. "Ini aja mas, aku udah kenyang. Gak mau minum lagi."

Pandu menerimanya dengan senyuman, "berasa ciuman ya, walaupun gak langsung." Goda Pandu dengan pembawaan kalem. Retno heran jadinya. Pandu itu kalem awalnya, tapi lama-lama bisa ngegodain juga. "Aku juga bingung sih, No. Masalah tanggung jawab di kantor, bukan yang lain. Proyek gede yang Pak Aryo ambil kan lagi butuh rencana keuangan. Dela juga lagi ngurusin gaji karyawan. Kamu juga baru keluar, jadi bingung mau alihin ke siapa." Cerita Pandu yang Retno juga tau kalau itu memang benar.

"Iya makanya mas pulang duluan aja. Aku disini kan juga sama keluarga Bang Yudha. Jadi tenang aja. Lagipula..." Retno menjeda kalimatnya. Tangannya mempermainkan sendok yang tadi sudah dipakainya untuk makan. "Mamah sama papah belum muncul juga sampai sekarang. Aku gak mungkin ninggalin Bang Yudha." Lanjut Retno pelan, merasa malu terhadap sikap kedua orang tuanya yang tidak memiliki hati dan perasaan ketika anaknya kecelakaan bukannya cepat-cepat datang ini sudah dua hari tapi belum muncul juga.

"Hei..." panggil Pandu pelan. Tangan Pandu menghentikan gerak tangan Retno kemudian menggenggamnya tidak terlalu erat, tapi hangat. "Jangan sedih ya. Aku yakin mamah Rika pasti dateng. Em... kamu mau jalan-jalan disekitaran Bandung gak bentar?, cari udara seger. Supaya kamu gak stres." Tawar Pandu.

Untuk sejenak Retno berpikir. Dirinya memang butuh mencari udara segar dengan Pandu sekarang ini. Kepalanya sudah mumet dengan berbagai hal. "Tapi kamu mau pulang kan hari ini?. Liat kamu baju aja beli ngedadak gara-gara gak niat mau lama. Belum biaya nginep." Ucap Retno panjang. Bukan apa-apa, Pandu ini berbeda dengan Retno. Pandu adalah orang yang sangat hemat dan hati-hati dalam mengelola keuangan. Walaupun sikapnya pada Retno selalu royal dan tidak pernah menolak. Selalu memberikan yang terbaik. Padahal beberapa hal baru Retno ketahui kalau Pandu menghemat untuk dirinya sendiri.

Senyum Pandu yang menenangkan terbit. "Kamu apa sih harus ngomongin uang?. Kan kita simpen uang tuh buat keadaan darurat kayak gini."

"Aku gak enak, mas itu baik banget. Aku suka bingung kalau mas kayak sekarang. Aku sadar bukan cewek baik, jadi aku gak bisa bales mas." Jujur Retno malu. Kepalanya tertunduk, hanya melihat meja yang ada di hadapannya. Tangan Pandu tetiba saja memegang tangan Retno. "Hei.. liat aku." Ucap Pandu pelan.

"Jangan ngomong kayak gitu. Aku gak minta di bales apa-apa. Aku ngelakuin semua ini tulus kok buat kamu." Lanjut Pandu.

Kedua mata Retno menatap kedua mata Pandu. Melihat kedalaman mata Pandu untuk melihat apakah ketulusan itu benar adanya?. Laki-laki di jaman sekarang ini jarang sekali yang benar-benar tulus dan baik. Apalagi Pandu termasuk laki-laki yang berparas tampan dan mempunyai pekerjaan yang cukup mapan. Dengan gampang dia bisa mendapatkan perempuan lain bukan?. Pikir Retno. Tapi betapa terkejutnya Retno saat mendapati ketulusan itu yang memang benar adanya. Tidak ada lirikan mata genit, jahat atau ada maunya seperti yang pernah dilihatnya dari beberapa mantan sebelumnya.

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang