34 - Tidak Berlogika

1K 145 21
                                    

Hai...
Masih nunggu kelanjutan cerita Retno?.
Ayo.. di vote dan komentari.
Boleh kok kalau mengumpat buat Bimo juga hehe.. soalnya emang lagi nyebelin Bimonya..
Enjoy

Suasana rumah Pandu mendadak hening. Keduanya saling menatap mencari kesungguhan. Benarkah Pandu akan benar melupakan dan memaafkan?. Atau benarkah Retno akan benar-benar tidak berhubungan lagi dengan Bimo?. Berbagai pertanyaan muncul di benak keduanya.

Percayalah, saat kepercayaan sudah ternoda oleh setitik pengkhianatan atau kebohongan maka akan sulit untuk membangunnya kembali. Akan ada perasaan takut dan was-was yang menghantui setiap saat. Butuh waktu, ruang serta cambukan keras agar kepercayaan itu utuh kembali. Dan Pandu saat ini sedang mengalaminya. Mudah untuk memaafkan, tapi tidak akan mudah untuk melupakan dan menaruh kepercayaan seperti dulu.

"Aku bisa, tapi tolong ada disamping aku. Apapun yang terjadi." Pinta Retno.

Setelah sebelumnya mengambil nafas panjang, Pandu menjawab. "Asal kamu gak akan pernah bohong dan khianatin aku lagi."

Mendengar apa yang dikatakan Pandu, Retno terdiam sesaat lalu pada akhirnya mengangguk dengan senyum lebar. Matanya berkaca-kaca penuh kebahagiaan. Retno memeluk Pandu dengan begitu erat. "Makasih." Bersyukur pada akhirnya Pandu mau bicara dan menerimanya kembali. "Jadi sekarang masih mau cuci piring?." Tanya Retno setelah melerai pelukannya.

"Kenapa?. Kamu mau ikutan?." Tanya Pandu mulai menyabuni sponsnya.

"Em.. ya udah aku yang lap piringnya ya?." Retno menawarkan untuk kerja sama. Raut wajahnya sangat terlihat bahagia dan senang. Pandu belum pernah melihat Retno sebahagia ini. "Gimana mas?. Kok malah ngelamun?."

"Hah?. Ya ampun maaf, iya boleh."

Keduanya seperti jatuh cinta kembali. Senyum tidak pudar dari bibir Retno, begitupun Pandu. Lina dan Fera yang datang malam harinya sampai menyadari hal itu. "Kenapa lo kayaknya happy banget?." Kata Lina ketika sudah masuk ke dalam apartemen Retno kemudian memakan sepotong kue yang disediakan oleh Retno.

Sambil tersenyum Retno menoleh. "Keliatan emang?."

"Menurut lo?. Kemarin muka kusut, lecek banget. Eh sekarang senyum-senyum mulu. Ya keliatan banget lah." Jawab Lina sedikit tancap gas.

"Oh iya?. Pandu udah maafin gue. Gimana gak gue happy coba?." Retno menceritakan hal itu dengan benar berbinar-binar.

Terkejut sekali Lina mendengar hal itu. "Busyet cepet amat. Baik banget tuh si Pandu. Kalau gue gak akan semudah itu maafin pasangan gue kalau kayak lo kemarin. Biar dia kesiksa, terus tau rasa."

Mata Retno memicing pada Lina. "Lo gak seneng apa?."

"Bukan gitu, ya gue seneng lah. Tapi baik amat gitu. Kalau gue kayaknya bisa ngambek sampe sebulan. Ya tapi kan itu gue sama orang normal lainnya. Beda halnya buat Pandu yang baik sama bucin. Mereka kan gak berlogika." Perkataan Lina yang sudha terbiasa ceplos-ceplos tidak ada saringannya tidak ditanggapi Retno karena bagaimanapun juga memang benar apa yang dikatakan oleh Lina itu.

Sambil memakan kue, Retno tersenyum-senyum sendiri. Lina yang melirik Retno jadi tertawa saat melihatnya. "Kenapa sih lo?. Ngetawain gue?." Retno bertanya.

"Enggak, pantesan aja baju lo hari ini cerah banget warnanya. Pink muda. Ya ampun Retno gitu loh. Kan biasanya kalau gak abu, item, paling cerah juga biru dongker." Jawab Lina enak sekali meledek Retno. "Awas jangan macem-macem lagi, bisa tamat hubungan lo kalau ngecewain Pandu lagi." Saran Lina pada Retno galak.

"Iya... bawel..."

Lina menyimpan kuenya di meja. Tubuhnya berubah posisi menjadi menyamping. "Eh gue serius. Biasanya ya godaan itu bakal dateng lagi. Banyak yang cerai itu karena si selingkuhannya dateng lagi pas si pasangan udah mulai balik akur."

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang